Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CIPS: Restriksi Impor Kedelai Tidak Relevan dan Abaikan Kepentingan Konsumen

Kompas.com - 27/03/2022, 10:06 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerapkan larangan terbatas untuk importasi kedelai pada tahun ini lantaran impor kedelai sudah berlangsung selama 15 tahun.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menilai rencana pelarangan dan pembatasan kedelai ini, tidak strategis dan mengabaikan kepentingan konsumen. 

Dia mengatakan, naiknya harga kedelai yang disinyalir karena naiknya harga kedelai dunia, tentunya tidak hanya merugikan produsen tempe dan tahu, tetapi juga konsumen secara luas.

Baca juga: Asosiasi Pedagang: Harga Minyak Goreng, Kedelai, hingga Daging Sapi Naik Tidak Wajar

Apalagi kedelai merupakan salah satu sumber protein yang harganya terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

“Pemerintah perlu memikirkan beban berat yang akan ditanggung konsumen dengan memberlakukan larangan terbatas impor kedelai. Banyak UMKM dan pedagang kecil yang membutuhkan kedelai sebagai bahan baku. Lalu banyak konsumen rumah tangga yang kebutuhan proteinnya didominasi oleh kedelai karena harganya yang terjangkau,” ujar Aditya Alta kepada Kompas.com, Sabtu (26/3/2022).

Dia menilai, produksi kedelai di Indonesia terus menurun. Hal ini terlihat dari data Federasi Biro Pertanian dan Departemen Pertanian AS (USDA) yang menunjukkan produksi kedelai di Indonesia dalam rentang waktu 2016-2020 mengalami penurunan dari 565.000 ton pada 2016, 540.000 ton pada 2017, 520.000 ton pada 2018, 480.000 ton pada 2019, dan 475.000 ton pada 2020 (USDA, 2021).

Jumlah ini hanya berkontribusi pada sekitar 20 persen kebutuhan nasional.

Baca juga: Harga Kedelai Meroket, Kemendag: Kenaikan Harga Tahu dan Tempe Tidak Terhindarkan

“Oleh karena itu, Indonesia masih membutuhkan impor kedelai untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan tersebut. Belum lagi soal kualitas yang belum mampu dipenuhi kedelai domestik,” jelasnya.

Selain permasalahan produksi, kualitas merupakan salah satu permasalahan komoditas yang satu ini, di mana kedelai domestik cenderung memiliki ukuran yang kecil dan tidak seragam sehingga memiliki kekurangan dalam pembuatan tempe.

Selain peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas kedelai domestik akan membantu meningkatkan daya saing yang akan berdampak pada penyerapan.

Aditya merekomendasikan pemerintah untuk fokus pada kebutuhan konsumen dengan memastikan ketersediaan stok kedelai di pasar.

Di saat yang bersamaan, pemerintah perlu menjalankan program intensifikasi, yang tidak membutuhkan lahan tanam tambahan, dengan memastikan akses petani kedelai kepada input pertanian, adopsi teknologi pertanian dan memperbaiki cara tanam yang disesuaikan dengan karakteristik lahan.

Baca juga: Bulog Bakal Impor Kedelai 2,5 Juta Ton

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com