Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Bergosip tentang Para Ekonom Kelas Dewa

Kompas.com - 23/05/2022, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA tidak berbakat berbicara di depan kelas, walaupun anak seorang guru. Karena itu menjadi guru dan pengajar tak mangkal di dalam daftar cita-cita saya.

Tendensi itu sangat dipahami oleh beberapa kawan saya di Timur Tengah. Sehingga dengan latar itu, saat saya sempat singgah di Tel Aviv beberapa waktu lalu, seorang kawan saya, dosen ekonomi politik internasional di Tel Aviv University, membawa saya ke West Bank (Tepi Barat), ke salah satu rumah besar tempat delapan orang mahasiswa S2-nya sedang berkumpul, di sela-sela proyek penelitian mereka di sana.

Saya diminta bicara dengan gaya bebas, gaya suka-suka, tentang ekonomi ataupun ekonomi politik tentunya. Dari sisi mana saja boleh, senyaman saya, katanya.

Dengan satu teko kopi bermerek bahasa Arab, dugaan saya dari Jordan, mau tak mau saya harus menemukan "entry point" untuk mulai bicara, karena topik ekonomi sangat luas.

Apalagi saya bukanlah pemegang title akademis kelas dewa di bidang ekonomi, alias hanya gelandangan kopi.

Di tengah momen hilang akal tersebut, tanpa babibu, entah mengapa saya memilih sisi historis ilmu ekonomi.

Adam Smith, begitu saya memulainya (dalam bahasa Inggris tentunya) menerbitkan Magnum Opusnya (Wealth of Nation) pada tahun yang sama dengan tahun kemerdekaan Amerika, 1776.

Sebagian ekonom mengistilahkan bahwa tahun 1776 adalah tahun "declaration of independence" di satu sisi (kemerdekaan Amerika) dan "declaration of economic independence" di sisi lain, mengacu pada terbitnya buku Profesor flamboyan Adam Smith, filosof dari University of Glaslow, Scotlandia.

Konteks Adam Smith ketika itu tentu spirit kebebasan ekonomi dari cengkraman mazhab merkatilisme, yang kemudian mendorong lahirnya revolusi industri dan selanjutnya menjadi latar Karl Marx dalam mencetuskan serangannya pada kapitalisme, kata saya.

Meski demikian, bagi Smith tahun yang sama adalah tahun kematian salah satu sahabat sejatinya, David Hume, yang sebenarnya telah menulis tentang teori Quantity of Money, sebelum Adam Smith menerbitkan Wealth of Nation.

Tapi memang buku 1000 kopi Adam Smith memiliki pengaruh yang lebih masif dibanding penulis ekonomi sebelumnya, dengan bayaran edisi pertama sekitar 500 Pound.

Buku tersebut sebagian isinya didukung oleh ekonom non akademis (tak pernah kuliah) sekaligus ekonom terkaya sepanjang masa, David Ricardo.

Namun sebagian lagi ditentangnya, yang justru kemudian menjadi inspirasi bagi Karl Marx dalam merumuskan teori konflik antar kelas (landasan dasar marxisme-komunisme).

Jadi sangat wajar jika John Maynard Keynes kemudian mengekspresikan kebenciannya kepada marxisme bukan pada Karl Marx, justru pada David Ricardo, karena David Ricardo berbeda dengan Adam Smith soal relasi pemilik modal dengan pekerja.

Menurut Smith, karena faktor "natural liberty," maka pemilik modal dan pekerja akan saling bekerja sama dengan harmonis.

Sementara menurut David Ricardo justru sebaliknya, yakni relasi konflik antara pemilik modal dan pekerja. Karena itu, Karl Marx sangat memuji David Ricardo.

Walaupun begitu, John Maynard Keynes juga bukan pendukung Adam Smith, sekalipun sangat membenci Karl Marx.

Jadi dari David Ricardo (bukan dari Leon Walras atau Jean Baptise Say), simpangan dan pencabangan besar mulai terjadi. Belokan tajam diambil oleh Karl Marx dan penerusnya (sosialisme-komunisme).

Garis lurus sebagaimana ide dasar Adam Smith diteruskan oleh Austrian School yang dimulai dari Carl Menger, Bohm Bawerk, Von Mises dan Hayek, sampai bermigrasi menjadi Chichago School yang digawangi Milton Friedman dan Stigler (Neoliberalisme)

Sementara garis diagonal diambil oleh John Maynard Keynes (Keynesian) yang mirip dengan konsep ekonomi Pancasila, lalu diteruskan di Amerika oleh Paul Samuelson cs, yang diserang tanpa ampun oleh Milton Friedman tahun 1970-an gegara stagflasi yang membatalkan ide "trade off" antara "unemployment" dan inflasi versi Keynesian, lalu menghidupkan kembali Neo Austrian di Amerika, sampai dipertanyakan kembali di saat krisis finansial 2008 lalu.

Sampai di situ, saya melihat sembilan orang yang melingkar di depan saya hanya diam, antara serius dan bosan.

Saya menduga, cerita saya sangat umum dan mereka sudah mengetahuinya, secara mereka adalah mahasiswa pascasarjana toh. Atau, entahlah.

Saya berpikir mengganti topik, tapi bingung topik apa. Sampai akhirnya saya secara spontan bertanya.

"Tahu enggak, kalau John Maynard Keynes itu homoseksual sebelum menikah?"

Saya melihat perubahan antusiasme pada semua wajah yang hadir, termasuk kawan saya. Beberapa di antaranya langsung mengubah posisi duduk.

Dalam hati saya langsung ngedumel, kacau ini anak pascasarjana lebih senang membahas isu buat bergosip, bahas pribadi orang.

"Bagaimana ceritanya?" kata salah seorang peserta.

Ya, kata saya, John Maynard Keynes adalah pelaku aktif homoseksual, sebelum memutuskan menikah tahun 1925 dan setelah itu cenderung menyesali masa lalunya.

Di Cambridge sejak tahun 1820-an, ada komunitas, atau tepatnya secret society, bernama the Apostle. Di era Keynes, klub rahasia tersebut berada di bawah pengaruh Lytton Strachey.

Komunitas tersebut memuja homoseksualitas. Mereka menganggap bahwa homoseksual lebih superior ketimbang relasi seksual normal.

Sampai pada tahun 1925, kelompok tersebut dikagetkan dengan pemberitahuan bahwa Keynes akan menikah dengan Lydia Lopokova, keturunan Rusia, seorang ballerina dan penyiar BBC.

Jadi, kata saya, klub ini kaget bukan main setelah mengetahui bahwa Keynes mau menikah. Mereka kaget seperti kalian hari ini kaget mengetahui bahwa Keynes pernah jadi homoseksual aktif selama bertahun-tahun dan kalian baru mengetahui, kilah saya. Mereka tertawa!

Saya mulai merasakan dapat antensi penuh. Dalam hati saya bicara, kacau yahudi ini, senangnya justru kehidupan pribadi orang, bukan pemikirannya.

Satu lagi, saya menambahkan. Keynes suka menilai orang dari tangan. Ia akan melakukan penilaian kepribadian orang berdasarkan ukuran dan bentuk tangan orang yang ia temui.

Lalu ia menulis komentarnya atas orang tersebut di buku diarinya, termasuk saat ia bertemu dengan Franklin Delano Roosevelt (FDR), yang katanya dari tangannya bahwa FDR tidak terlalu cerdas.

Gegera kebiasaan itu pula beberapa ekonom bercanda dan mengatakan mengapa Keynes membenci "the invisible hand" versi Adam Smith, karena ternyata Keynes justru senang dengan "visible hand. "

Setelah senyum-senyum, kawan saya justru bertanya. Dari bahasan di atas, katanya, mengapa tak disebutkan Joseph Schumpeter, yang menurut Peter Drucker, lebih "Prophet" di bidang ekonomi ketimbang Keynes.

Joseph ini jelas dari Austrian School, jawab saya, seangkatan dengan Von Mises, sama-sama murid Bohm Bawerk. Tapi ia dicandra suka berselingkuh dengan sosialisme.

Dalam sebuah diskusi tentang revolusi Rusia dengan Max Weber di salah satu café Universitas Autria, Scumpeter membuat Max Weber naik pitam karena Scumpeter terkesan bersimpati dan membela perjuangan kelompok kiri.

Jadi boleh dibilang, Scumpeter adalah anak nakalnya austrian school, kata saya.

How come? Balasnya

Joseph Schumpeter jelas seorang pembenci Keynes, kata saya. Tapi dia hampir mirip dengan Keynes dalam memandang Kapitalisme, yakni tidak stabil dan berpeluang runtuh dengan sendirinya jika tak dikelola dengan baik.

Namun demikian, dia juga mengatakan kapitalisme jauh lebih baik, walaupun kurang stabil, karena ada faktor inovasi alias "creative destruction".

Sementara Keynes memandang “intervensi pemerintah" sebagai stabilisator yang akan menutupi kelemahan kapitalisme.

Dan Peter Drucker memujinya setelah ia meninggal dan setelah dua bukunya terbit pascakepindahannya ke Harvard.

Jadi posisi Schumpeter agak kurang jelas. Schumpeter gampang mengubah pendirian, selama itu menguntungkannya secara finansial.

Kehidupan pribadinya pun agak-agak lucu, kata saya. Setelah setahun menjabat sebagai menteri keuangan Austria dengan kehidupan mewahnya, Schumpeter pergi ke London dan jatuh cinta dengan wanita yang berumur 12 tahun di atasnya, lalu menikahinya.

Namun saat ia mendapat jabatan di Universitas Bonn, si wanita ditinggal begitu saja.

Tak lama kemudian, ia jatuh cinta kepada wanita berumur 12 tahun. Mereka membuat perjanjian setelah si anak beres kuliah, mereka menikah.

Ya, saat itu Schumpeter sudah berumur 42 tahun dan istri barunya 22 tahun. Schumpeter bersabar selama 10 tahun untuk bisa menikahinya.

Malang bagi Schumpeter, istri barunya meninggal di saat melahirkan, pada tahun yang sama dengan meninggalnya ibu kesayanganya. Schumpeter frustasi dan sangat terpukul.

Selama empat tahun, ia tak pernah mengubah interior kamar istrinya, membiarkan baju istrinya seperti sedia kala, dan setiap hari ia membawa bunga mawar ke kamar itu.

Beruntung akhirnya ia diminta oleh Frank Taussig dari Harvard untuk mengajar di Amerika. Schumpeter move on 380 derajat.

Ia meninggalkan semua barang dan hartanya di Eropa, termasuk kopian asli buku-bukunya selama di Eropa. Dan berhasil menikah lagi di Amerika.

Jadi kembali ke tiga percabangan tadi, kata saya, Schumpeter bolehlah dibilang penganut Austrian School, tapi yang nakalnya.

Berbeda dengan Schumpeter, Von Mises dan Hayek konsisten menyerang sosialisme dan Keynesianisme.

Lionel Rubin merayu Hayek untuk pindah ke London School of Economic tujuannya cuma satu, yakni untuk mem-battle Keynes dari Cambridge.

Gegara Hayek, LSE yang didirikan Fabian Society, beraliran sosialis, berubah menjadi Austrian School.

Tapi kehidupan pribadi Hayek pun punya masalah. Setelah battle dimenangkan oleh Kenynesian, Hayek nyaris terombang ambing. Sering menolak menulis tentang ekonomi.

Lalu semakin dijauhi teman-temannya di LSE gegara ia memutuskan bercerai tanpa sebab dengan istrinya untuk menikah dengan wanita lain yang lebih muda.

Setelah sakit, semangatnya menyala lagi ketika mendapat Nobel ekonomi setahun setelah seniornya meninggal, Ludwig Von Mises.

Para ekonom bilang, itu nobel terlambat untuk Von Mises. Meskipun begitu, Hayek sebenarnya kurang senang karena nobel itu diperuntukan untuk dua orang, Hayek dan Gunnar Myrdal, seorang Keynesian yang agak sosialis.

Bisa dibayangkan betapa gondoknya toh satu piala dengan ekonom sosialis yang ia benci.

"Selalu soal wanita," cetus seorang peserta.

"Karl Marx jauh lebih baik dong dari mereka," katanya melanjutkan.

Saya tersenyum. Lalu bilang, ah tidak juga. Karl Marx menghamili pembantunya, sampai melahirkan anak bernama Freddy.

Tapi karena takut diketahui istrinya, Karl Marx menyuruh Friederic Engel untuk mengaku bahwa itu adalah anak Engel.

Sampai setelah Karl Marx meninggal, Engel mengakuinya kepada Eleanor, anak Karl Marx. Hasilnya, karena tak percaya bahwa Freddy adalah saudara tirinya, Eleanor bunuh diri, kata saya.

"Jadi, tidak hanya Franklin Rosevelt yang berselingkuh?" katanya, sambil senyum sinis.

Iya, saya bilang, sambil tertawa besar. Dan tragisnya, FDR meninggal di saat bersama Lucy Mercer di Warmspring Georgia, alias bukan bersama istrinya, Eleanor Rosevelt.

"Yes," jawabnya bersemangat

Dasar kalian tukang gosip, kata saya, diikuti tertawa besar semua perserta.

"Hari ini, judul kuliahnya, wanita, ekonom, dan gosip," seringai salah satu peserta, sembari tertawa lebar.

Ya, it turned out to be right, kata saya, sambil ikut tertawa.

"You know," kata saya.

"Di tahun meninggalnya Karl Marx, 1883, ternyata adalah tahun kelahiran dua orang ekonom besar yang menurut saya agak aneh dan unik, yakni John Maynard Keynes dan Joseph Schumpeter.

"Pantes," jawab mereka, nyaris serentak.

Kami ketawa lepas ramai-ramai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com