Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Masyarakat, Pemberian BLT Dinilai Lebih Tepat Ketimbang Kebijakan Harga Komoditas

Kompas.com - 30/05/2022, 19:00 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Adinova Fauri menyatakan, bantuan langsung tunai (BLT) merupakan langkah yang tepat dilakukan pemerintah di tengah naiknya harga pangan dibandingkan mengeluarkan kebijakan penetapan harga komoditas.

"Memprioritaskan social protection dengan BLT saya rasa lebih tepat dibandingkan penetapan harga karena ini bisa jadi katalis masyarakat ketika terjadi peningkatan harga bahan pokok," ujarnya dalam CSIS Media Briefing secara virtual, Senin (30/5/2022).

Lebih lanjut Adinova mengatakan, dengan adanya BLT yang sesuai target serta pengawasan yang ketat akan lebih menolong masyarakat karena menurut dia, jika menggunakan kebijakan penetapan harga akan rawan adanya hal-hal yang tidak diinginkan dan pada ujungnya terjadi kelangkaan.

"Ini yang kita lihat seperti kasus minyak goreng. Ketika ada penetapan harga, yang terjadi malah minyak goreng hilang di pasaran," ungkap Adinova.

Baca juga: Hingga Mei 2022, Realisasi Penyaluran BLT Dana Desa Capai Rp 3,84 Triliun

Adinova Fauri juga membeberkan penyebab naiknya harga komoditas pangan di Tanah Air.

Dia menjelaskan, faktor pemicunya di antaranya karena adanya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 sehingga memberi tekanan pada harga komoditas.

"Sebenarnya ada kemiripan antara efek dari krisis Covid-19 dengan krisis sebelumnya. Namun yang membedakan adalah rebound harga komoditas pada krisis Covid ini lebih cepat," kata dia.

Baca juga: BLT UMKM Rp 600.000 Bakal Cair, Simak Cara Cek Daftar Penerima Bantuan

Faktor berikutnya adalah adanya konflik Rusia-Ukraina yang mengakibatkan terhambatnya produksi dan pengiriman lintas batas sehingga menambah beban harga pada komoditas.

Adinova menilai, karena tren harga komoditas yang meningkat kemudian diikuti adanya konflik dua negara tersebut, banyak negara yang kekurangan pasokan komoditas di mana seharusnya mendapat pasokan dari dua negara yang tengah berkonflik itu.

Sehingga mau tidak mau pemerintah di luar negara tersebut mengambil jalan restriksi ekspor komoditas yang gunanya untuk menjaga pasokan domestik.

"Seperti India melarang ekspor gandum, itu karena untuk menjaga kebutuhan negaranya, termasuk juga Indonesia melarang ekspor CPO karena untuk pemenuhan dalam negeri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com