Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Hukum: Jika Mengacu Pancasila, Penanganan Masalah Komoditas Strategis akan Lebih Berkeadilan

Kompas.com - 15/06/2022, 21:30 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum dan Kebijakan Publik, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kris Wijoyo Soepandji mengatakan, masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh perlindungan sektor-sektor strategis. Oleh karenanya, perumusan kebijakan yang berkaitan dengan sektor strategis harus berpihak dan mendukung kepentingan nasional.

Kris menyebutkan, sektor-sektor strategis yang berkontribusi besar pada negara, seperti pertambangan, perikanan, pertanian dan perkebunan yang di antaranya gula, kelapa sawit, serta tembakau seringkali mendapat tekanan dari beberapa pihak.

Menurutnya, perlu dicari solusi atas polemik terhadap perumusan kebijakan di sektor tersebut yang mengakomodir kepentingan semua pihak yang terlibat.

Baca juga: Pesan Sri Mulyani di Hari Lahir Pancasila: Bangkitkan Kembali Semangat Juang

 

Jangan sampai, kata dia, pemerintah hanya mendengarkan suara dari satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Hal ini ia sampaikan dalam Webinar Pancasila Membangun Manusia, Bangsa, dan Dunia di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rabu (15/6/2022).

"Gula adalah komoditi yang penting, tapi sekarang jadi (dianggap) bahaya bagi kesehatan dan punya (dampak) adiksi yang besar. Pertanyaannya, apakah mungkin gula dihilangkan?" tanya Kris dalam keterangan tertulis.

"Kelapa sawit juga mengganggu alam, tapi gimana caranya agar tidak mengganggu alam namun tetap memberi nafkah para petani? Itu yang harus dicari (solusinya)."

"Masalah cengkih dan tembakau dikatakan merusak kesehatan. Itu betul, tapi bagaimana (dengan nasib) orang yang hidup di sana, seperti petani?" ujar Kris. 

Baca juga: Momentum Hari Lahir Pancasila, Arsjad Rasjid Serukan Persatuan untuk Indonesia Tangguh

Kris bilang, dibutuhkan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam proses perumusan kebijakan agar produk hukum yang dibuat dapat merepresentasikan kepentingan nasional dan menciptakan harmoni pada tatanan masyarakat.

Menurut dia, faktor hukum dan etika adalah faktor penentu yang dapat memenangkan persaingan global di masa depan.

"Pertarungan masa depan itu tak lain tak bukan adalah legal and ethical advantage. Kalau Pancasila itu dikecilkan nilainya, itu bagian dari kekalahan secara legal," ujarnya.

Baca juga: Tangkal Radikalisme, Menteri PANRB Minta ASN Amalkan Pancasila

 

Hubungan dua arah antara pemerintah dan masyarakat

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FH-UI, Bono Budi Priambodo menjelaskan, seharusnya hubungan antara pemerintah dengan masyarakat bersifat dua arah.

Sehingga dalam proses perumusan kebijakan, pemerintah harus melibatkan masyarakat yang memiliki kepentingan. Menurut Bono, regulasi harus dibuat atas dasar kepentingan semua pihak.

"Pengaturan ini adalah masalah bersama. Harusnya sama-sama duduk bareng, membicarakan kepentingan masing-masing, menemukan kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Ini yang disebut smart regulation," ujarnya.

Ia menambahkan, pelibatan masyarakat atau stakeholder terkait perumusan kebijakan merupakan implementasi nilai Pancasila yang seharusnya menjadi budaya bangsa Indonesia, yaitu musyawarah untuk mendapatkan hasil yang mufakat.

Dalam pengambilan keputusan, hasil musyawarah harus menerapkan prinsip keterbukaan dan tidak memaksakan kehendak. Proses musyawarah kata dia, akan menciptakan sinergi yang positif antara pemerintah dan masyarakat sehingga cita-cita bangsa dapat dicapai sebagaimana mengacu pada Pancasila.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

APJAJI Keluhkan Tarif Batas Tas Tiket Pesawat Tak Kunjung Direvisi, Maskapai Bisa Bangkrut

APJAJI Keluhkan Tarif Batas Tas Tiket Pesawat Tak Kunjung Direvisi, Maskapai Bisa Bangkrut

Whats New
Bakal Jalankan Program Penjaminan Polis, LPS: Tugas Berat

Bakal Jalankan Program Penjaminan Polis, LPS: Tugas Berat

Whats New
Menperin Sebut Dumping Jadi Salah Satu Penyebab PHK di Industri Tekstil

Menperin Sebut Dumping Jadi Salah Satu Penyebab PHK di Industri Tekstil

Whats New
Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Whats New
Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Whats New
Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Whats New
Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Whats New
Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Whats New
Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Whats New
Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Whats New
Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Whats New
Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Whats New
Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Whats New
Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Whats New
Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com