JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana pelabelan BPA pada galon kemasan isi ulang terus menimbulkan pro dan kontra. Sebagian menganggap bahwa pelabelan BPA bisa menimbulkan persaingan bisnis, di sisi lainnya menilai ini penting sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen.
Tekait dengan hal tersebut, Pakar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Mursal Maulana mengatakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebaiknya tidak terburu-buru dalam menilai rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membuat peraturan terkait pelabelan BPA pada produk air minum dalam kemasan galon berbahan plastik keras (polikarbonat).
“KPPU baru mengeluarkan hipotesa, tanpa membuat suatu riset saintifik. Sebaiknya tidak terburu-buru, dan lebih baik melakukan koordinasi internal lebih dulu sebelum mengeluarkan pernyataan, sehingga tidak membuat masyarakat bingung,” kata Mursal dalam siaran pers, Minggu (3/6/2022).
Baca juga: Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Diyakini Tidak Memukul Bisnis Depot Air
Mursal mengatakan, BPOM dan KPPU adalah dua lembaga yang memiliki wewenang di wilayah berbeda. Untuk wilayah wewenang BPOM, berkaitan dengan kesehatan publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Sementara itu, KPPU berwenang di wilayah praktik dan perjanjian bisnis.
“KPPU itu murni melihat B2B (business to business) untuk menjamin tidak adanya praktik persaingan usaha tidak sehat, seperti monopoli dan kartel,” tambah Mursal.
Menurut Mursal, saat ini kesehatan masyarakat merupakan isu yang hangat dibahas. Sementara itu, pelabelan BPA berkaitan dengan pelindungan hak asasi manusia. Maka dari itu, ia menilai BPOM saat ini sudah on the track, sesuai amanat konstitusi dan kebijakan BPA merupakan sebuat urgensi saat ini.
“Tugas BPOM memproteksi kesehatan masyarakat bersifat mandatory, atau diwajibkan karena amanat Konstitusi sebagai perwujudan pemenuhan hak asasi manusia,” lanjut Mursal.
Baca juga: Epidemiolog: Pelabelan BPA Kemasan Galon Air Minum untuk Edukasi Masyarakat
Sementara itu, ia menilai isu kebijakan kompetisi yang menjadi wilayah kewenangan KPPU lebih mengarah kepada B2B, dan bukan B2C (business to consumer). Ia mengingatkan kembali, KPPU bertugas menciptakan lingkungan persaingan usaha yang sehat, agar tidak ada saling sikut di antara pelaku bisnis.
“Isu kesehatan publik dan kebijakan kompetisi memiliki dua objek yang berbeda. Jadi menurut saya, ini persoalan koordinasi di antara lembaga negara. KPPU perlu berkoordinasi dengan BPOM dan melakukan kajian bersama,” kata Mursal.
Mursal mengakui memang isu kesehatan publik kerap kali bersentuhan dengan isu persaingan usaha, seperti dalam rencana BPOM menerapkan peraturan pelabelan BPA. Namun dalam hal ini, KPUU baru bisa menggunakan kewenangannya jika lembaga itu menemukan praktik riil persaingan usaha tidak sehat yang terkait dengan peraturan BPOM tersebut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.