Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Adu Kuat Politik Kelapa Sawit Indonesia-Malaysia

Kompas.com - 08/07/2022, 10:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain berpatokan pada BMD, harga minyak sawit yang dijual di Indonesia juga mengacu pada bursa komoditas yang berada di Rotterdam, Belanda.

Secara umum, di antara para pemain kunci dalam industri minyak sawit, baik pemerintah maupun aktor non-pemerintah telah menciptakan inisiatif yang memadai untuk minyak sawit berkelanjutan.

Namun sayangnya pertimbangan lingkungan dan sosial masih belum menjadi prioritas dibanding hitung-hitungan ekonomi.

Jika proses ini berlanjut, krisis lingkungan yang lebih berbahaya tidak dapat dihindari, dan tata kelola pangan akan terancam.

Dengan minyak sawit memberikan kontribusi paling signifikan terhadap pasokan minyak nabati global, semestinya kerangka kerja untuk industri minyak sawit berkelanjutan harus melampaui pertimbangan lingkungan dan sosial dan harus mempertimbangkan ketahanan pangan dunia, bukan sekadar mengejar profit, bukan sekadar adu kuat kebijakan.

Sebagai komoditas pangan, kelapa sawit harus belajar dari pasar pangan lainnya, seperti industri beras.

Vietnam, misalnya, telah memberikan bukti yang sangat jelas bahwa memprioritaskan perhitungan ekonomi sebagai kepentingan tertinggi dapat menimbulkan masalah lain.

Sebagai pengekspor beras terbesar kedua di dunia, Vietnam melihat keuntungan industri beras dari harga pangan yang tinggi pada akhir 2008 dengan mengamankan kesepakatan dengan banyak negara sedemikian rupa sehingga kapasitas produksinya terlampaui.

Ketika Vietnam gagal memenuhi seperti yang dijanjikan, harga beras meningkat, dan ekspor beras kemudian diperketat.

Selain itu, dengan terus terjadi perubahan iklim, industri pertanian akan menghadapi volatilitas yang lebih besar dari sebelumnya.

Dengan produksi minyak sawit sebagai industri strategis mereka, Malaysia dan Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks.

Kedua negara terkemuka di Asia Tenggara ini seharusnya tidak hanya menargetkan para pemain kunci dalam industri minyak sawit untuk mengatasi tantangan ini, tetapi juga berbagi tanggung jawab untuk mengamankan tata kelola pangan melalui penerapan produksi minyak sawit berkelanjutan.

Malaysia dan Indonesia, bersama dengan negara dan pemangku kepentingan lain, perlu mengelola industri kelapa sawit di luar perhitungan keuntungan.

Keberlanjutan dalam produksi minyak sawit tidak hanya membutuhkan tindakan dari kedua negara ini, tetapi juga menimbulkan masalah bagi skema yang digerakkan oleh pasar seperti RSPO.

Namun, juga diharapkan menjadi 'game changer' dan pemain kunci dalam mekanisme harga minyak sawit.

Lebih banyak negara bagian perlu menyadari minyak sawit sebagai komoditas utama untuk memastikan bahwa industri tidak akan menimbulkan masalah dalam hal tata kelola pangan.

Sebagai produsen utama, Indonesia dan Malaysia berbagi tugas dan tanggung jawab bersama untuk menjaga reputasi Asia Tenggara sebagai eksportir beras dan minyak sawit terbesar di dunia.

Teringat prinsip “triple bottom line” yang diperkenalkan John Elkington, tata kelola minyak sawit dan pangan yang berkelanjutan akan berjalan mulus ketika lingkungan, sosial dan ekonomi dianggap sebagai prioritas kebijakan yang setara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com