ADAKAH orang Indonesia yang tidak kenal dengan Indomie, Mie Sedaap, atau Pop Mie? Berbagai merek mi instan tersebut akrab dengan lidah dan selera orang-orang Indonesia, tak terkecuali masyarakat mancanegara. Beberapa merek mi instan Indonesia merupakan komoditas ekspor industri makanan dan minuman yang nilainya cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor mi instan Indonesia mengalami tren kenaikan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
Tahun 2021, nilai ekspor mi instan Indonesia sebesar 246,73 juta dollar AS, dengan volume sebanyak 153,48 juta kg. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2014, yang nilai ekspornya mencapai 197,65 juta dollar dengan volume 116,22 juta kg. Peningkatan tersebut tidak lepas dari ekspansi ke negara-negara tujuan ekspor yang semakin meluas oleh perusahaan mi instan, serta strategi diplomasi publik Indonesia, yang kini melibatkan budaya kuliner dan terkenal dengan sebutan gastrodiplomasi.
Baca juga: Potensi Gastronomi Indonesia Dikenal Dunia, Rempah Jadi Kekuatan
Istilah gastrodiplomasi merupakan gabungan dari kata gastronomi dan diplomasi. Gastronomi adalah ilmu yang mempelajari tentang tata boga, makanan, ataupun budaya kuliner. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gastrodiplomasi adalah suatu praktik diplomasi yang melibatkan makanan sebagai unsur utama untuk memberikan pemahaman budaya kuliner suatu negara kepada masyarakat negara lain.
Gastrodiplomasi sejatinya merupakan bagian dari diplomasi publik serta soft-power diplomacy.
Praktik diplomasi publik melalui makanan pertama kali diungkap oleh Paul Rockower tahun 2011. Paul menyatakan bahwa gastrodiplomasi merupakan cara terbaik untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat melalui perut manusia.
Meskipun demikian, praktik gastrodiplomasi bukanlah hal yang baru. Salah satu praktik diplomasi terkenal yang melibatkan makanan tercatat pada pertegahan abad ke-19, yaitu pada peristiwa Hot Dog Summit. Pada tahun 1934, Franklin D Roosevelt menyelenggarakan diplomasi makanan khusus hot dog, dalam bentuk piknik sederhana di Hyde Park New York yang dihadiri raja dan ratu Inggris. Hot dog digunakan sebagai instrumen untuk mempererat hubungan diplomatik antara Amerika Serikat (AS) dengan Kerajaan Inggris pada waktu itu.
Dalam perkembangannya, makanan tidak hanya menjadi sebuah instrumen dalam diplomasi, tetapi juga menjadi nation branding, yaitu upaya dalam meningkatkan kesadaran dan eksistensi negara dalam bentuk budaya kuliner, serta pendukung dalam pertumbuhan ekonomi.
Jepang merupakan salah satu negara yang berhasil dalam praktik gastrodiplomasi. Salah satu hal yang menjadi tolak ukur ialah menjamurnya berbagai restoran dan produk-produk kuliner Jepang di berbagai belahan dunia.
Thailand juga merupakan salah satu negara yang tengah berupaya menggencarkan praktik gastrodiplomasi. Tahun 2018, Thailand sudah membuka sekitar 5.342 restoran kuliner khas negaranya di AS.
Baca juga: Bangun Nation Branding Indonesia, Ini Poin yang Ditekankan Jokowi
Indonesia dapat dikatakan memiliki berbagai instrumen gastrodiplomasi yang sangat potensial. Selain makanan asli yang sudah terkenal hingga ke mancanegara, seperti rendang, sate, baso, nasi goreng, dan lain-lain, Indonesia memiliki berbagai produk kuliner kemasan yang khas serta telah menjadi komoditas ekspor. Salah satu produk tersebut adalah mi instan Indonesia yang kini mendunia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.