Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Perlu Tolak Intervensi Asing soal Kebijakan Industri Rokok

Kompas.com - 17/08/2022, 21:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mendorong pemerintah untuk menolak segala bentuk intervensi lembaga asing dalam penyusunan kebijakan nasional.

Hal ini disampaikan Trubus sebagai respons atas dibukanya kembali program hibah atau pendanaan oleh Bloomberg Initiative untuk upaya pengendalian tembakau di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Menurutnya, intervensi kebijakan melalui kamuflase program pendanaan ini akan membahayakan kondisi perekonomian negara. Bahkan, di tengah masa sulit akibat pandemi covid-19, industri hasil tembakau yang menjadi sumber penghidupan bagi 6 juta orang masih menjadi penopang perekonomian karena memberikan sumbangsih yang besar terhadap penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.

Baca juga: Cukai Rokok Bakal Naik Lagi Tahun Depan? Ini Kata Kemenkeu

"Menurut saya, ini satu program yang harus ditolak. Program ini membuka kotak pandora terkait banyaknya kebijakan larangan merokok di Indonesia. Tujuan programnya gamblang sekali disampaikan untuk mendorong berbagai larangan produk tembakau tapi detail peruntukan dana jutaan dollar tersebut minim sekali disampaikan kepada publik. Hal ini sangat membahayaan apalagi kalau program langsung menyasar proses penyusunan kebijakan negara," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (17/8/2022).

Dalam laman resminya, Bloomberg juga menuliskan bahwa beberapa organisasi dari Indonesia pernah menerima pendanaan tersebut. Pemerintah, lanjut Trubus, seharusnya melakukan investigasi terkait pendanaan tersebut agar dapat dipertanggung jawabkan secara jelas dan transparan.

"Aparat penegak hukum harus menginvestigasi mengenai penerimaan dana asing yang harus dipertanggungjawabkan penggunaan dan pelaporannya untuk memastikan bahwa tidak ada dana yang mengalir digunakan untuk menyetir kebijakan dalam negeri Indonesia," kata dia.

Dia juga menanggapi beberapa peraturan yang tengah didorong untuk mengendalikan tembakau, dalam wacana revisi PP Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang sedang didorong oleh Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Buruh Tembakau Surati Jokowi, Memohon Revisi Aturan Pengendalian Rokok Dihentikan

Menurutnya, ini juga bagian dari dorongan lembaga asing karena poin-poin dalam revisi PP 109/2012 sama dengan kebijakan yang didorong oleh program dana hibah tersebut melalui LSM penerimanya. Apalagi dalam prosesnya, revisi PP 109/2012 ini minim partisipasi dan transparansi terhadap pelaku industri hasil tembakau.

Hal ini misalnya terjadi saat uji publik revisi PP 109/2012 yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pada akhir Juli 2022. Dalam uji publik, pemangku kepentingan IHT seperti petani dan pekerja mengaku tidak dilibatkan sejak awal.

Selain itu, Trubus juga menyinggung soal Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) yang saat ini sedang ramai didorong oleh beberapa daerah. Perda KTR tersebut cenderung lebih restriktif ketimbang ketentuan peraturan perundangan yang lebih tinggi, termasuk PP 109/2012.

Menurutnya, pengesahan Perda KTR ini juga merupakan dorongan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat yang dibiayai oleh lembaga asing termasuk Bloomberg.

"Kita harus hati-hati dalam menentukan regulasi kawasan tanpa rokok yang sedang disusun. Penyusunan ini dalam rangka untuk memperoleh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus," kata dia.

Baca juga: Asosiasi Petani Tembakau Surati Jokowi Soal Penolakan Revisi PP 109 Tahun 2012

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com