Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi dan Kemitraan, Kunci Pengembangan Potensi Panas Bumi RI

Kompas.com - 16/09/2022, 07:53 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi panas bumi yang besar di dunia, setelah Amerika Serikat (AS). Untuk mengembangkan hingga memonetisasi potensi tersebut, perlu inisiatif penerapan teknologi mimpuni serta kemitraan dari berbagai pihak. 

Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Yuniarto pada acara The 8th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition 2022 di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Menurut Yuniarto, panas bumi sekarang ini dan ke depannya tidak hanya dipandang sebagai salah satu alternatif pembangkit listrik, tapi lebih dari pada itu. 

Sebab, ada industri hilir panas bumi kini sudah menjadi keniscayaan yang mau tidak mau juga dikembangkan yakni green hydrogen.

Baca juga: Capai Transisi Energi, Pengembangan Potensi Panas Bumi Perlu Ditingkatkan

 

Salah satu cara untuk bisa memonetisasi potensi panas bumi secara efisien berikut serta industri turunannya adalah dengan penerapan teknologi.

"Teknologi digital membantu kita menjadi lebih efisien dalam setiap aspek penilaian sumber daya panas bumi yang berbeda," kata Yuniarto

Ia melanjutkan, langkah terbaik untuk mengembangkan panas bumi hingga ke industri turunannya adalah dengan bermitra. PGE saat ini tengah mencari mitra untuk pengembangan panas bumi ke industri turunannya.

“Kami mencari mitra potensial yang dapat mendukung kami dalam mengakses inovasi dan teknologi,"ungkap dia.

Baca juga: Energi Panas Bumi, Anugerah Melimpah bagi Bangsa

PGE, lanjut Yuniarto, memiliki target kapasitas terpasang pembangkit listrik bisa bertambah 600 Megawatt (MW) dalam lima tahun mendatang. Untuk menuju target itu dipastikan tidak akan mudah sebab risiko yang memang tinggi di industri panas bumi.

Untuk itu, PGE menerapkan lima langkah proaktif yakni dengan fokus mengembangkan bisnis utama PGE, memanfaatkan teknologi, membangun kerja sama strategis, pemanfaatkan pembiayaan berbagai model pembiayaan yang kompetitif, serta mendesain ulang keekonomian panas bumi

Namun, tambah Yuniarto, mendesain ulang keekonomian dalam industri panas bumi tidak mudah dan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.

Hal ini dilakukan di antara sesama perusahaan pengembang panas bumi ataupun dengan stakeholder lainnya yaitu dengan menjadikan industri panas bumi terbangun dengan lebih solid dan stabil secara keekonomian.

Dia mencontohkan lingkungan industri yang sudah solid atau stabil sama seperti yang terjadi di industri migas. "Industri migas misalnya itu sudah terbentuk dengan solid industrinya secara nilai ekonomi," kata Yuniarto.

Baca juga: Mengapa Panas Bumi Termasuk Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan?

 

Kemitraan bidang SDM

Nisriyanto, Presiden Direktur dan CEO Supreme Energy, mengakui bahwa kemitraan adalah keharusan yang harus dilakukan di industri panas bumi. Salah satunya masalah sumber daya manusia (SDM).

Ia juga menggarisbawahi pentingya membangun industri panas bumi yang lebih solid seperti halnya dengan industri migas. Pemerintah berperan penting dalam merealisasikannya.

"Memang industri panas bumi tidak sebesar migas, playernya juga nggak sebanyak migas sehingga harus ada komitmen pemerintah untuk menggerakan industri ini, industri tidak bergerak jauh kalau tidak dibuat secara masif. Semua industri misalkan dari sudut pengadaan misalnya casing power plant, operator yang kerjakan itu kalau selama ini kan sebagian impor," kata Nisriyanto.

Sebagai informasi hingga akhir 2021, kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 2.276,9 MW atau baru 9,5 persen dari sumber daya yang ada. Padahal, Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 MW.

AS menduduki peringkat nomor wahid untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.000 MW dan Islandia 5.800 MW.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com