Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Pentingnya Efikasi Diri Para “Survivor” Setelah Restrukturisasi Perusahaan

Kompas.com - 09/12/2022, 16:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh : Yunita Christiana, Dr. P. Tommy Y. S. Suyasa, Psikolog, dan Dr. Raja Oloan Tumanggor, S.Ag.*

PRESIDEN Joko Widodo menyatakan bahwa tahun 2023, ekonomi Indonesia “gelap” karena terjadinya resesi.

Bahkan, menurut APINDO (2022), sebanyak 111 perusahaan di Indonesia sudah mengurangi jumlah karyawannya di sektor garmen/tekstil dan gelombang PHK terus terjadi hingga hari ini.

Untuk mengantisipasi ketidakpastian, perusahaan perlu melakukan evaluasi dan restrukturisasi.

Restrukturisasi merupakan cara perusahaan untuk menata ulang sumber daya dalam mencapai efektifitas dan efisiensi.

Restrukturisasi dapat meliputi budaya organisasi, struktur organisasi, kepemimpinan, sistem pengelolaan sumber daya manusia, sistem pengelolaan kinerja, teknologi, dan strategi organisasi.

Manfaat restrukturisasi adalah memperbaiki, mempertahankan, bahkan memaksimalkan kinerja perusahaan, khususnya di tengah krisis.

Restrukturisasi umumnya disertai pengurangan fungsi dalam organisasi (Kaswan, 2019) yang berdampak pada pengurangan jumlah karyawan (layoff). Perusahaan dengan terpaksa melakukan kebijakan layoff.

Sebenarnya, dampak restrukturisasi bukan saja dirasakan pegawai yang terkena kebijakan layoff, tetapi juga pegawai yang tetap dipertahankan.

Pegawai yang dipertahankan atau survivor mengalami penambahan tugas dan wewenang baru, limpahan dari rekan karyawan yang terdampak layoff. Para survivor dituntut menyelesaikan lebih banyak tugas.

Menurut American Institute of Stress (2019), sebanyak 46 persen pekerja mengatakan bahwa beban kerja yang bertambah berpotensi memicu stres hingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Sekitar 26 persen menyatakan, mereka merasa kelelahan akibat tuntutan beban kerja yang meningkat.

Kondisi yang dialami survivor, yaitu peningkatan beban kerja (job demand), dapat menurunkan keasyikan bekerja (work engagement), dan lebih lanjut dapat menimbulkan niat ingin keluar dari perusahaan (Pennbrant & Daderman, 2019).

Kondisi ini akan berujung pada menurunnya antusias dalam bekerja, menurunnya kinerja, meningkatnya niat ingin keluar dari perusahaan, dan akhirnya justru semakin menurunkan kinerja organisasi.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, manajemen perusahaan perlu memperhatikan bagaimana cara mempertahankan work engagement dari para survivor.

Keasyikan bekerja yang diindikasikan dengan rasa antusias atau semangat, larut dalam pekerjaan dan mendedikasikan banyak waktu untuk pekerjaan, merupakan hal yang sangat penting.

Ketika karyawan mengalami keasyikan dalam bekerja, mereka menggunakan seluruh kapasitas dirinya untuk menyelesaikan permasalahan pekerjaan, merasa terdorong untuk berjuang mencapai tujuan yang menantang dan mereka ingin berhasil melampaui situasi tersebut (Bakker & Leiter, 2010).

Untuk meningkatkan keasyikan bekerja, berdasarkan hasil penelitian (Christiana et al., 2022; Bakker & VanWingerden, 2021; Sajuthi et al., 2020) karyawan perlu memiliki perasaan yakin terhadap kemampuan dirinya (self-efficacy).

Efikasi diri merupakan perasaan yakin tentang sejauh mana individu mampu/dapat menyelesaikan suatu tugas (Bandura, 1977).

Ketika karyawan memiliki efikasi diri tinggi, walaupun terjadi peningkatan beban kerja, keasyikan bekerja mereka tidak menurun. Karyawan akan tetap mampu menyelesaikan tantangan/beban pekerjaan yang dihadapinya.

Berikut ini ada tiga bentuk kemampuan efikasi diri yang dapat digunakan untuk mengelola lingkungan kerjanya, yakni:

1. Behavioral self-efficacy. Dalam bentuk ini, karyawan merasa yakin memiliki keterampilan untuk menindaklanjuti tugas/pekerjaan yang dihadapinya.

Karyawan merasa bahwa keterampilan yang ia miliki, akan dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas.

Efikasi diri bentuk ini dapat ditingkatkan dengan mempelajari/melatih keterampilan dan prosedur kerja tertentu.

Perusahaan dapat mendukung karyawan dengan menyediakan keterampilan teknis yang tepat sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

2. Cognitive self-efficacy. Dalam bentuk ini, karyawan merasa yakin bahwa pengetahuan yang dimilikinya, akan mampu untuk membantu menyelesaikan tugas/pekerjaan yang membutuhkan kemampuan konsep, ide, atau perencanaan.

Efikasi diri bentuk ini, membuat tugas/pekerjaan yang bersifat abstrak menjadi lebih jelas, lebih realistis, lebih sistematis, sehingga penyelesaiannya dapat lebih mudah tercapai.

Perusahaan/manajemen dapat mendukung efikasi diri bentuk ini, dengan memberikan waktu/pendampingan untuk berdiskusi.

Kesempatan untuk berdiskusi bersama atasan akan membuat konsep, ide, ataupun strategi dapat terealisasi.

3. Emotional self-efficacy. Dalam bentuk ini, karyawan merasa yakin dapat mengendalikan/mengelola emosi.

Beberapa pekerjaan, khususnya di bidang pelayanan, membutuhkan pengelolaan emosi yang baik.

Dengan kata lain, karyawan yang memiliki efikasi diri bentuk ini, memiliki keyakinan bahwa ia akan tetap menampilkan emosi positif (ramah, penuh senyum, tidak mudah tersinggung) walaupun dihadapkan pada berbagai tugas/pekerjaan.

Perusahaan dapat mendukung karyawan untuk lebih memiliki efikasi diri bentuk ini, dengan cara menciptakan suasana kerja kondusif, saling menghargai, saling memberikan apresiasi, dan saling menawarkan bantuan/kerjasama/kolaborasi.

Dengan mengenali ketiga bentuk efikasi diri di atas, diharapkan karyawan dan manajemen perusahaan dapat menilai efikasi diri bentuk apa yang sudah ada atau sudah baik, dan efikasi diri bentuk apa yang masih perlu ditingkatkan.

Karyawan dengan tingkat efikasi diri yang tinggi akan lebih mampu menghadapi beban kerja yang semakin meningkat akibat dari restrukturisasi dalam usaha mengantisipasi ancaman resesi.

*Yunita Christiana, Mahasiswa Psikologi Jenjang Magister Sains, Universitas Tarumanagara
Dr. P. Tommy Y. S. Suyasa, Psikolog dan Dr. Raja Oloan Tumanggor, S.Ag., Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com