Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Mengapa Impor Beras?

Kompas.com - 19/12/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEBIJAKAN Pemerintah melakukan impor beras menuai polemik. Beras impor sebanyak 5.000 ton dari Vietnam telah tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022).

Beras impor tersebut merupakan bagian dari total 200.000 ton yang direncanakan datang bertahap hingga sebelum panen raya 2023.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan, impor beras dilakukan untuk menstabilkan harga beras di tengah gangguan pasokan beras nasional. Dengan impor beras, maka volume cadangan beras pemerintah (CBP) akan kembali normal.

Harga beras sampai November 2022 menunjukkan peningkatan. Harga beras premium meningkat dari Rp 9,824/kg pada Januari 20022, menjadi Rp 10.511/kg atau meningkat hampir 7 persen.

Sementara harga beras medium meningkat hampir 8 persen dari Rp 9.381 menjadi Rp 10.122 per kg.

Di samping memberatkan konsumen, kenaikan harga beras yang cukup tinggi menjadi salah satu penyebab kenaikan inflasi tahunan saat ini sebesar 5,42 persen.

Negara-negara produsen beras ASEAN juga mengalami kenaikan. Rata-rata harga beras di Thailand (kualitas 5 persen broken) meningkat 6,94 persen secara tahunan.

Tren peningkatan harga juga terjadi di Vietnam, negara yang sama-sama masuk daftar produsen beras utama dunia. Harga beras di Vietnam meningkat 2,94 persen secara tahunan.

Jadi kenaikan harga beras bisa disimpulkan merupakan fenomena pasar. Di satu sisi adanya kondisi konsumsi melebihi produksi beras.

Di sisi lain adanya peningkatan biaya produksi akibat faktor eksternal seperti depresiasi nilai tukar, kenaikan biaya bahan baku dan biaya pendukung lainnya, seperti BBM, benih, lahan, dan pupuk.

Alasan impor

Alasan pertama mengapa Indonesia perlu impor beras adalah kekurangan pasokan. Apakah di Indonesia terjadi kekurangan pasokan beras saat ini?

Produksi beras pada 2022 diperkirakan sekitar 32,07 juta ton, mengalami peningkatan sebanyak 718,03 ribu ton atau 2,29 persen dibandingkan produksi beras 2021 sebesar 31,36 juta ton.

Sementara itu, perhitungan rata-rata konsumsi nasional saat ini mencapai 111,58 kilogram per kapita per tahun.

Jika penduduk Indonesia 245 juta (dari 257 juta saat ini) mengonsumsi beras, maka konsumsi beras sekitar 27,3 juta. Jadi secara kasar swasembada, akan terjadi surplus lebih dari 4 juta.

Atas dasar itu, organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) memberikan penghargaan kepada pemerintah Indonesia karena mencapai swasembada beras.

Alasan impor beras lain adalah kekurangan cadangan beras pemerintah (CBP). Beberapa informasi menyatakan bahwa cadangan beras pemerintah saat ini semakin menipis sehingga perlu menambah pasokan.

Bulog diberi tugas melakukan impor beras untuk mengisi CBP. Ini cara yang cepat dan sederhana.

Cadangan Beras Pemerintah adalah persediaan beras yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah melalui Perum BULOG.

CBP digunakan sebagai cadangan untuk penanggulangan risiko kekurangan pasokan, termasuk jika terjadi keadaan darurat bencana dan kerawanan pangan pascabencana.

Cadangan beras pemerintah dikhawatirkan akan semakin merosot hingga akhir 2022. Target stok beras sebesar 1,2 juta ton pada Desember 2022, diperkirakan tak bisa tercapai. Lagi-lagi solusi cepatnya adalah impor.

Alasan ketiga adalah mengantisipasi risiko gagal panen tahun depan. Petani menghadapi risiko gagal panen menyusul prediksi La Nina yang menguat hingga Desember 2022 dan mereda pada Maret 2023.

Hal ini juga berpotensi pada turunnya kualitas panen dan mundurnya panen raya awal 2023.

Kantor Meteorologi (Bureau of Meteorology) Australia pada Selasa (10/11/2022), merilis indikator atmosfer dan lautan menunjukkan adanya gejala La Nina kuat hingga awal 2023 di Samudra Pasifik. Gejala La Nina dipekirakan baru akan mereda pada Maret 2023.

Jadi tampaknya alasan impor beras sudah cukup kuat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa langkah pemerintah untuk melakukan impor beras sekarang ini justru sudah terlambat.

Sebab, harga beras saat ini sudah terlanjur naik dan risiko gagal panel tahun depan sudah dipredikasi secara ilmiah.

"Kalau impor sekarang itu sebenarnya sudah terlambat. Meskipun harusnya kalau memang betul-betul impor karena CBP kurang, ya sudah seharusnya segera didatangkan dan dikeluarkan sekarang untuk mengerem harga. Jangan sampai ini terus berlanjut atau harga akan naik terus sampai awal Februari," ujar Sutarto, mantan Kepala BULOG.

Sutarto menambahkan, "Kalau memang sudah diputuskan, misal, karena stok kurang kemudian kita melakukan impor pada bulan Agustus, cadangan itu bisa langsung dilepas untuk mengisi akhir tahun sampai dengan Januari atau awal Februari. Sehingga harga bisa direm. Kalau baru impor sekarang, menurut saya sudah sangat terlambat."

Entah mana yang benar, sering terjadi perdebatan mengenai data produksi dan konsumsi beras. Apakah dari Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, BULOG atau dari BPS.

Intensifikasi vs ekstensifikasi

Terlepas dari perdebatan mengenai akurasi data, persoalan pokoknya adalah produktivitas beras di Indonesia yang rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.

Laporan International Rice Research Institute (IRRI) menyebutkan ongkos produksi beras di Indonesia minimal dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand.

Tak hanya karena masalah biaya produksi, banyak faktor pada sektor pertanian Indonesia yang tidak mendukung.

Petani di Indonesia menemui beberapa kesulitan mulai dari benih, pupuk, akses pembiayaan. Lahan petani gurem berimbas pada proses bercocok tanam yang tidak efisien. Kapasitas petani menengah dan luas sebagian besar masih belum produktif.

Tingginya ongkos produksi menyebabkan harga beras nasional menjadi tinggi. Belum lagi ditambah kondisi geografis Indonesia yang menyebabkan tingginya biaya transportasi dan distribusi.

Salah satu kiat untuk mendorong produksi adalah memperluas lahan pertanian oleh Pemerintah. Namun biaya pembukaan perluasan lahan (ekstensifikasi), khususnya saat ini tidak murah.

Ada cara lain, yakni intensifikasi lahan yang sudah ada, melalui teknologi pengolahan lahan mutakhir dan benih unggul hingga lebih produktif dan efisien. Di sinilah Indonesia tertinggal.

Jangan disalahkan kenapa saat ini Indonesia impor beras karena masalah fundamental, yakni tertinggalnya produktivitas beras kita.

Mari para ahli ekonomi pertanian lebih serius memikirkan dan bertindak mengenai kebijakan perberasan yang fundamental, sebelum kita benar-benar menjadi net importir beras.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com