Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ramalan" Pengusaha dan Upaya Pencegahan PHK

Kompas.com - 22/12/2022, 08:24 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terus berlanjut pada 2023.

Menurut Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, hal tersebut terjadi lantaran adanya pengaruh resesi global sehingga membuat penurunan agregat terhadap permintaan ekspor produk hasil industri padat karya.

"Kemungkin bahwa PHK itu terus berlanjut dalam arti kata yang terkait dengan komoditas ekspor masih belum bisa kita prediksi apakah ada rebound di kuartal 2 tahun depan. Mudah-mudahan permintaan komoditas ekspor akan bertambah sehingga akan memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja," ujar Hariyadi Sukamdani saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Baca juga: Apindo Prediksi PHK Masih Berlanjut pada 2023

Hariyadi memaparkan, sejak awal semester II-2022, industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki dihadapkan pada penurunan permintaan pasar global, khususnya dari negara-negara maju.

Di Industri TPT dan alas kaki terjadi penurunan permintaan hingga 30-50 persen untuk pengiriman akhir tahun 2022 sampai kuartal I-2023.

Kondisi ini yang memaksa perusahaan-perusahaan di sektor tersebut mengurangi produksi secara signifikan dan berujung pada pengurangan jam kerja hingga PHK.

Dia juga memaparkan, berdasarskan laporan dari industri garmen, tekstil dan alas kaki telah terjadi PHK atas 87.236 pekerjanya hanya dari 163 perusahaan.

Baca juga: Kata Bank Dunia soal Penyebab Gelombang PHK di Industri Tekstil dan Digital Indonesia


"Selain itu BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat telah terjadi PHK terhadap 919.071 pekerja yang mencairkan dana JHT (Jaminan Hari Tua) akibat PHK dari Januari-1 November 2022," imbuhnya.

Apindo juga menyebutkan tren PHK sejak 2019 yakni 376.456, kemudian meningkat menjadi 679.678 pada 2020 dan naik lagi jadi 922.756 pada 2021. Apindo memprediksi jumlah PHK pada 2022 akan melebihi PHK pada 2021 karena adanya gejolak ekonomi global.

Penyerapan tenaga kerja

Sementara itu di sisi lain, Hariyadi mengatakan, penciptaan lapangan kerja terus berkurang akibat minimnya investasi padat modal dan pemanfaatan teknologi.

Baca juga: Selain JD.ID, Ini Daftar Perusahaan Teknologi yang Lakukan PHK Karyawan pada 2022

Dia menambahkan, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dalam 7 tahun terakhir daya serap tenaga kerja terus mengalami penurunan. Pada 2013, Rp 1 triliun investasi bisa menyerap sebanyak 4.594 tenaga kerja. Sementara pada 2021, Rp 1 triliun investasi hanya menyerap 1.340 tenaga kerja.

Hariyadi juga mengatakan, pencari kerja dengan keterampilan rendah lulusan SD hingga SMA akan semakin tersisih dalam memperebutkan pekerjaan dari sektor usaha formal yang memiliki kepastian pendapatan.

Dengan sedikitnya lapangan kerja yang tercipta dibandingkan dengan pencari kerja dan tingginya upah minimum, maka ]perusahaan akan lebih bersedia mempekerjakan tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi dan bersedia dibayar dengan UMP atau UMK.

"Ini menyebabkan pencari kerja dengan keterampilan rendah lulusan SD-SMP-SMA semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan," katanya.

Baca juga: Menakar Alasan Gelombang PHK Startup, Soal Biaya Operasional sampai Potensi Resesi 2023

Upaya pencegahan

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengingatkan kepada para pengusaha agar pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi pilihan terakhir dalam situasi sulit.

Pemberi kerja juga harus melakukan berbagai upaya mencegah PHK terlebih dahulu. Salah satunya yakni mau berkorban dengan mengurangi upah dan fasilitas manajer dan direktur.

"Beberapa upaya yang bisa kita lakukan antara lain mengurangi upah dan fasilitas pekerja pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan tingkat direktur," sebut Menaker Ida Fauziyah dalam Raker dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

Baca juga: Daftar PHK Massal Startup Bertambah Panjang, Kini Ada 19 Perusahaan Sepanjang 2022

Alternatif lainnya, lanjut Menaker yakni mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

"Ini pemilihan beberapa alternatif saya kira yang bisa digunakan untuk menekan tidak terjadinya PHK," ujarnya.

Sementara pengusaha meminta kepada pemerintah untuk menerbitkan aturan jam kerja fleksibel agar perusahaan bisa memberlakukan asas "no work no pay" (tidak bekerja, tidak dibayar).

Usulan tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto. Kata Anne, dengan aturan no work no pay, maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.

"Saat ini undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK agar fleksibilitas itu ada, dengan asas no work no pay, pada saat tidak bekerja," katanya di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, dan Kemenaker Selasa (8/11/2022).

Namun buruh atau pekerja menolak usulan dari pengusaha terkait sistem kerja "no work no pay". Penolakan ini diungkapkan Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal.

"Hal itu melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan. Upah buruh Indonesia bersifat upah bulanan, bukan upah harian. Dalam UU Ketenagakerjaan tidak boleh memotong gaji pokok," kata dia.

Baca juga: Bukan gara-gara Gaji Besar Karyawan, Ini Penyebab Marak PHK Massal Startup Menurut AC Ventures

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com