Oleh: Yaumil Fadhilah*
HINGGA saat ini, tercatat sekitar 70 perusahaan di Indonesia menerapkan sistem Work From Anywhere (WFA). Angka itu menunjukkan WFA kini menjadi tren pola kerja baru pascapandemi Covid-19.
Berdasarkan survei Harvard Business Review, sistem WFA memberikan keleluasaan kepada karyawan dari segi wilayah, mengurangi stres perjalanan ke kantor, dan menyeimbangkan kehidupan kerja dengan sosial.
Walaupun begitu, mengelola karyawan yang bekerja secara WFA tidak selalu mudah. Karyawan WFA rentan mengalami jarak sosial.
Apa itu jarak sosial?
Jarak sosial atau social distance, merupakan fenomena yang lebih dari sekadar FOMO (fear of missing out). Jarak sosial mengacu pada hubungan emosional yang dibentuk oleh tim dan kolega.
Saat rekan kerja bekerja di ruang yang sama, akan terjalin koneksi secara alami. Sehingga, akan sangat mudah untuk memahami proses, preferensi kerja, dan dinamika tim karena hambatan komunikasi yang minimal.
Namun, pada karyawan yang bekerja secara remote, jarak sosial di antara para karyawan dapat mudah terbentuk. Dampak potensialnya begitu signifikan sehingga dapat menjadi salah satu penghalang terbesar untuk kerja sama tim yang efektif.
Ketika jarak sosial dalam tim besar, sulit untuk menyelaraskan prioritas kerja. Bukannya karyawan tidak mengerjakan apa yang seharusnya mereka lakukan, melainkan karena anggota tim tidak bekerja sama sebaik mungkin.
Hambatan dalam komunikasi–baik fisik maupun psikologis–mempersulit tim untuk mencapai tujuan yang sama.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.