Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Cegah PMI Ilegal, Kemenaker Minta Ditjen Imigrasi Awasi Ketat Perlintasan

Kompas.com - 31/03/2023, 08:23 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi melakukan pengawasan secara ketat di setiap perlintasan dan saat proses pembuatan paspor.

Pengawasan tersebut, kata dia, harus dilakukan guna mencegah penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara nonprosedural atau ilegal.

Pasalnya, penempatan PMI secara ilegal akan berakibat terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Untuk memperkuat fungsi pencegahan PMI nonprosedural, kami berharap pengawasan Ditjen Imigrasi lebih selektif di setiap perlintasan tempat pemeriksaan imigrasi (TPI), dan pada saat proses pembuatan paspor," ujar Afriansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (31/3/2023).

Baca juga: Penumpang Garuda Indonesia Kini Punya Jalur Khusus Imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta

Pernyataan tersebut ia sampaikan saat menerima Dirjen Imigrasi Silmy Karim, di kantor Kemenaker, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Afriansyan berharap, pihaknya bersama Imigrasi dapat terus meningkatkan koordinasi, sinergitas, dan tukar menukar informasi dalam pengawasan PMI nonprosedrual dan TPPO dengan aparat penegak hukum.

"Perlu juga adanya kepastian hukum dan shock therapy bagi oknum-oknum yang melanggar ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.

Afriansyah menyampaikan, penerbitan rekomendasi paspor bagi calon PMI (CPMI) dalam bentuk surat resmi dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) kabupaten atau kota kepada Kantor Wilayah (Kanwil) Imigrasi secara manual dapat diterima.

"Kami menyadari penerbitan rekomendasi ini merupakan tindakan pencegahan PMI secara nonprosedural. Hal ini, juga memerlukan keterlibatan dan kolaborasi berbagai stakeholder, termasuk Imigrasi sebagai garda terdepan pencegahan orang keluar negeri," ujarnya.

Baca juga: Dewas Ajak Stakeholder Review New Service Blueprint BPJS Ketenagakerjaan

Pengembangan aplikasi SIAPKerja dengan SISKOP2MI

Lebih lanjut, Afriansyah mengatakan, pihaknya bersama Badan Pelindungan Pekerja Migran (BP2MI) hingga saat ini, terus melakukan penyempurnaan dalam pengembangan dan pembangunan integrasi. Salah satunya melalui aplikasi SIAPKerja dengan Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI).

SISKOP2MI adalah proses selanjutnya dari pelaksanaan hingga pembuatan perjanjian penempatan yang disepakati antara CPMI, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), dan diketahui oleh Disnaker provinsi atau kabupaten atau kota.

Proses itu sendiri bisa dilakukan di dalam aplikasi SIAPKerja bagi pencari kerja (pencaker) ke luar negeri.

Baca juga: Prima Fokus Solidkan Kepengurusan, Ancang-ancang Lolos Verifikasi Administrasi Ulang

SISKOP2MI merupakan sistem komputerisasi untuk pelayanan administrasi penempatan dan pelindungan PMI yang terkoneksi dengan kementerian atau lembaga (K/L) terkait.

Afriansyah mengungkapkan, SISKOP2MI nantinya akan dibuat menjadi sebuah big data PMI yang terintegrasi dengan K/L, pemerintah daerah (pemda), dan stakeholder terkait.

"Dengan sistem ini, kami harap data PMI yang disajikan akan lebih akurat lagi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com