Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Kemenkeu soal Beda Data Transaksi Janggal dengan Mahfud MD

Kompas.com - 31/03/2023, 12:20 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait perbedaan data antara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terkait temuan transaksi janggal di lingkungan Kemenkeu.

Dalam gelaran rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI, Mahfud MD mengatakan, terdapat perbedaan data nilai temuan dalam kelompok transaksi keuangan mencurigakan di Kemenkeu.

Menurut Mahfud MD, nilai temuan dari kelompok tersebut sebesar Rp 35 triliun, bukan Rp 3 triliun seperti yang disampaikan Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Rapat 5 Jam dengan DPR Jelaskan Transaksi Janggal hingga Alphard Masuk Apron

Merespons pernyataan Mahfud MD tersebut, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa data yang digunakan oleh Kemenkeu dan Menko Polhukam selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sama.

Namun, dalam penyampaiannya bisa saja terdapat perbedaan.

"Kami bekerja sama dengan data yang sama. Keseluruhan 300 surat dengan nilai Rp 349,87 triliun. Sumber suratnya sama, cara menyajikan bisa beda, tapi kalau tetap dikonsolidasi sama," tutur Suahasil, dalam media briefing, di Jakarta, Jumat (31/3/2023).

Lebih lanjut Suahasil memaparkan, nilai data transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 35 triliun yang disampaikan oleh Menko Polhukam sebenarnya terdiri dari 2 sub kelompok. 

Dua sub kelompok tersebut yakni surat dikirimkan ke Kemenkeu dan surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH). Adapun surat yang dikirimkan ke Kemenkeu nilainya Rp 22,04 triliun dan surat dikirimkan ke APH sebesar Rp 13,07 triliun.

Baca juga: Akui Naik Alphard di Apron Bandara, Sri Mulyani: Itu Protokol Selama Ini

Sementara itu, Kemenkeu mengklasifikasikan surat yang dikirimkan ke APH ke dalam satu kelompok, yakni kelompok surat transkasi yang dikirimkan ke APH.

Dengan demikian, nilai temuan Rp 13,07 triliun tidak dikategorikan surat terkait korporasi dan pegawai Kemenkeu.

Suahasil menjelaskan, dalam pelaksanaannya, Kemenkeu tidak menerima surat yang dikirimkan oleh PPATK ke APH. Hal ini yang menjadi alasan Kemenkeu mengkategorikan surat-surat dikirim ke APH dalm satu bagian, di mana nilainya mencapai Rp 74 triliun.

"Rp 74 triliun itu Kemenkeu tidak menerima suratnya, karena kalau ke APH berarti Kemenkeu tidak menerima," ujarnya.

Baca juga: Poin-poin Penting Penjelasan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Sumber data sama, tapi...

Terakhir Suahasil menjelaskan, terkait dengan surat dikirimkan ke Kemenkeu dengan nilai mencapai Rp 22,04 triliun, juga terdiri dari 2 bagian, yakni surat terkait dengan korporasi dan pegawai Kemenkeu.

Nilai masing-masing dari surat itu ialah, terkait korporasi sebesar Rp 18,7 triliun dan terkait pegawai Kemenkeu sebesar Rp 3,8 triliun.

"Kenapa transaksi pegawai ada di sini, karena kita biasanya melakukan kalau bikin mutasi pegawai, mau bikin promosi, pegawai, mau bikin panitia seleksi yang ada di pegawai Kementerian Keuangnan. Pasti kita minta data clearance ke PPATK," tutur Suahasil.

Dengan penjelasan tersebut, Suahasil menegaskan, data yang digunakan oleh Kemenkeu dengan Melko Polhukam sama. Akan tetapi dalam pemaparannya memang terdapat perbedaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Whats New
Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Whats New
Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Whats New
Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Whats New
Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Whats New
Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Whats New
Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Whats New
Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Whats New
IHSG Turun 0,84 Persen di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Turun 0,84 Persen di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 2 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 2 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 2 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 2 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 2 Mei 2024, Harga Jagung Tk Peternak Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 2 Mei 2024, Harga Jagung Tk Peternak Naik

Whats New
CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com