Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adhitya Wardhono
Dosen

Dosen dan peneliti ekonomi di Universitas Jember

Menambat Keuntungan Peranti Kebijakan Moneter Baru

Kompas.com - 03/04/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM upaya mendongkrak daya tarik eksportir menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri, risalah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) bulan Desember 2022. mengusulkan instrumen penguatan operasi moneter.

Implementasi pada Januari 2023 lalu, mengesahkan peranti kebijakan moneter barunya, yaitu Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE), dengan harapan eksportir bisa menempatkan DHE Sumber Daya Alam (SDA) pada instrumen operasi moneter BI melalui bank yang ditunjuk BI (non-lelang). Per 1 Maret 2023, secara resmi kebijakan moneter tersebut berlaku.

Sejatinya, ini bisa dipahami sebagai strategi dan inovasi BI dalam menjaga kedaulatan rupiah serta antisipasi dari efek limpahan global.

Lewat kebijakan baru ini, besar harapan BI nantinya bisa memperkuat intervensi di pasar valas maupun memperkokoh pertahanan ekonomi melalui akumulasi stok cadangan devisa yang lebih melimpah.

Adapun cadangan devisa yang masuk diprediksi bakal bertambah mencapai 40 miliar dollar AS hingga 50 miliar dollar AS per tahunnya.

Secara konseptual, ini memang masuk akal dan urgensinya jelas. Di tengah masa commodity boom akibat gangguan rantai pasok global, Indonesia justru mendapat durian runtuh. Neraca perdagangan terus mengalami surplus berturut-turut selama 33 bulan sejak Mei 2020.

Pada 2022, Indonesia mencatatkan surplus tertinggi dalam sejarahnya, yaitu sebesar 54,46 miliar dollar AS. Pencapaian ini memanglah fantastis.

Nahasnya, posisi cadangan devisa relatif tidak berubah, bahkan terus mengalami penurunan hampir sepanjang 2022.

Per Januari 2022, cadangan devisa Indonesia berada pada angka 141,3 miliar dollar AS dan terus anjlok sampai pada titik terendahnya pada Oktober 2022, yaitu sebesar 130,2 miliar dollar AS.

Baru-baru ini saja, cadangan devisa mulai kembali naik menjadi 140,3 miliar dollar AS per Februari 2023. Namun, angka ini masih relatif lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya.

Momentum ini sebenarnya cukup disayangkan karena sinyalemen dari siklus commodity boom sudah kian melemah dan harga komoditas secara musiman perlahan kembali ke titik mulanya.

Ini terbukti dari nilai ekspor per Januari 2023, yang melambat 6,36 persen bila dibandingkan dengan Desember 2022. Nampaknya, masa transisi ke commodity bust sudah dimulai.

Runtutan peristiwa ini menunjukkan bahwa neraca perdagangan yang nampak positif, sejatinya adalah semu dan kurang bisa berkontribusi dalam menjaga kedaulatan ekonomi nasional.

Bila BI diam saja, tentunya bisa membawa sejumlah masalah ke depan di tengah kondisi ekonomi yang masih tidak pasti.

Indonesia yang semula punya resiliensi tinggi, bisa kena stres ketika bertubi-tubi ditekan oleh ekonomi luar akibat kurangnya amunisi dalam bentuk cadangan devisa.

Lebih dari itu, ini juga membuktikan bahwa ada masalah dalam tata kelola serta pengaturan devisa dalam negeri.

Sebut saja seperti kurang kompetitifnya bunga deposito valas, kurangnya insentif untuk perbankan, ketergantungan instrumen dollar AS yang terlalu tinggi, serta rendahnya variasi instrumen investasi. Alhasil, banyak valas yang kabur ke luar negeri.

Namun, bukan berarti kebijakan DHE baru ini nantinya pasti efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Bila dilihat dari sisi historis, pemberian insentif saja sebenarnya tidaklah cukup. Upaya menarik DHE ke dalam negeri dengan skema insentif pernah dilakukan pada 2015.

Desain insentif tarif pajak terhadap DHE (dalam dollar AS atau rupiah) yang disimpan ke perbankan nasional ternyata tidaklah efektif kala itu.

Alih–alih mendapatkan manfaat, yang terjadi justru keuntungan yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.

Bisa jadi, manfaat dari kebijakan DHE baru ini hanyalah sementara karena para eksportir nantinya akan memarkir dananya kembali ke luar negeri seusai memenuhi kewajibannya.

Bukan sekadar insentif, tapi persoalan beratnya terletak pada upaya menemukan titik terang antara keperluan eksportir dengan kepentingan ekonomi nasional.

Pasalnya, para eksportir tidak semata-mata memarkir dananya ke luar negeri demi mencapai imbalan yang lebih menggoda. Kebutuhan membayar utang valas dari kegiatan impor demi menunjang kegiatan usahanya juga menjadi faktor yang mereka pikirkan.

Lebih jauh, fakta yang perlu disadari adalah para pelaku eksportir sebagian besarnya masih didominasi pebisnis asing.

Alhasil, kebijakan ini berpotensi jadi kontraproduktif bagi para pebisnis dalam negeri, terutama yang skala ekonominya masih rendah. Lantaran lalu lintas keuangannya bisa mengalami gangguan dan modal kerjanya dalam bentuk valas jadi makin terbatas.

Bila ditelaah lebih dalam, ada juga kemungkinan hambatan dalam bentuk persyaratan, seperti penjaminan DHE ke luar negeri agar ekspor bisa dilakukan di negara tertentu.

Oleh sebab itu, determinasi yang kuat dari pihak asing terhadap kegiatan ekspor nasional juga perlu ditelaah lebih lanjut. Beberapa faktor lain juga perlu diperbaiki untuk bisa memuluskan lintasan dari kebijakan ini.

Contohnya seperti upaya pendalaman pasar keuangan (financial deepening) dalam rangka memaksimalkan fungsi intermediasi perbankan serta mengurangi inefisiensi dan asimetrisme pada pass-through suku bunga.

Akhir kata, apakah kebijakan DHE ini menjadi seutas peranti yang efektif merangkai capaian surplus neraca perdagangan Indonesia selama 33 bulan berturut-turut sejak Mei 2020?

Tercatat bahwa surplus selisih nominal ekspor-impor Indonesia selama ini setara 1,3 persen PDB tahun 2022.

Tak pelak mengacu pada pembentukan tren 2022 tersebut dan kinerja ekonomi tahun ini sebagai tantangan yang riil, maka inisiasi TD valas DHE diharapkan bisa memperkuat ketahanan eksternal dan kestabilan rupiah. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com