Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Jurang Potensi dan Realisasi Zakat

Kompas.com - 10/04/2023, 05:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BULAN Ramadhan sebagai bulan penuh berkah biasanya diikuti dengan meningkatnya pengumpulan zakat, baik zakat penghasilan maupun zakat fitrah.

Muslim yang sudah wajib berlomba-lomba memenuhi kewajiban zakat di bulan Ramadhan dengan mengharapkan pahala lebih besar.

Fungsi penghimpunan dan pendistribusian zakat dilaksanakan baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta di Indonesia.

Menurut penelitian para ahli ekonomi Islam, potensi pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah atau ZIS dan dana sosial keagamaan lainnya di Indonesia sebesar Rp 320 triliun.

Menurut Ketua Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) Prof. Noor Achmad hingga akhir 2022, pengumpulan ZIS atau zakat, infaq, sedekah dan berbagai dana sosial keagamaan nasional dari para muzaki (wajib zakat) mencapai Rp 26 triliun. Berarti pengumpulan ZIS tidak sampai 10 persen dari potensinya.

Kenapa selisihnya jauh sekali? Entah perhitungan potensi terlalu tinggi atau realisasinya terlalu rendah.

Kalau dihitung bahwa potensi setoran zakat penghasilan mencapai di atas Rp 300 triliun, rasanya angka tersebut terlalu tinggi.

Sebagai referensi, realisasi penerimaan Pajak Penghasilan atau PPh Orang pribadi (pasal 21 dan 25/29) dan PPh Badan (pasal 25/29) tahun 2022 adalah sekitar Rp 400 Triliun.

Tarif Pph badan adalah 25 persen, sementara PPh OP adalah 5 hingga 30 persen. Tarif ini di atas dari persentase zakat yang dikeluarkan, yakni sebesar 2,5 persen dari penghasilan neto.

Zakat penghasilan yang dikeluarkan adalah 2,5 persen dari total jumlah harta penghasilan yang mencapai nishab. Jadi perkiraan logis potensi pembayaran zakat penghasilan setahun di Indonesia adalah sekitar Rp 100-an triliun.

Pencapaian zakat penghasilan tahun 2022 sebesar Rp 26 triliun, berarti baru mencapai 25 persen dari potensinya. Jadi masalah realisi zakat ada di dalam pengumpulannya.

Beda dengan pajak yang bersifat memaksa, pengumpulan zakat, meskipun merupakan kewajiban bagi Muslim yang mampu, tetapi cara pengumpulannya adalah sukarela.

Masalah kelembagan atau yang lain?

Ada beberapa masalah rendahnya realisasi pengumpulan zakat penghasilan. Isu yang sering didengung-dengungkan adalah masalah kelembagaan.

Lembaga amil zakat dilakukan secara semi terpusat. Di pusat ada Baznas dan Baznasda dibentuk oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, di tempat lain ada puluhan Lembaga Amil Zakat (LAZ) swasta.

Lembaga-lembaga tersebut bekerja tanpa koordinasi, ada yang merasa saling bersaing, integrasi pengumpulan dan distribusi zakat dianggap menjadi isu utama. Benarkah demikian?

Belum ada kajian yang meyakinkan lembaga zakat yang beragam dan terpisah menjadi hambatan pengumpulan zakat.

Baznas mendapat mandat nasional dengan kantor Baznasda di seluruh Indonesia dan melakukan penetrasi ke wajib zakat ASN pusat dan daerah, dan BUMN.

Dalam operasionalnya, Baznas dan Baznasda tetap saja menghadapi kekakuan birokrasi. LAZ swasta berjumlah banyak, sumber daya terbatas tetapi tata kelolanya fleksibel dan lincah.

Masalah distribusi zakat secara teoritis lebih baik jika terintegrasi. Pusat ekonomi seperti Jawa mungkin memiliki pengumpulan dan distribusi zakat yang signifikan, sementara daerah terpencil dengan sumber daya terbatas dan tingkat ekonomi yang lebih buruk mungkin menghadapi pengumpulan dan distribusi zakat yang rendah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat membawa harapan adanya integrasi antara pengelola zakat pemerintah dan swasta. Namun pelaksanaannya masih menjumpai banyak hambatan.

Banyak kajian bertujuan mengetahui permasalahan dalam implementasi UU Zakat, memberikan solusi dan strategi untuk mengoptimalkan upaya menuju pengelolaan zakat yang terintegrasi.

Namun solusinya belum memberikan hasil yang signifikan bagi jumlah pengumpulan zakat.

Masalah internal dan eksternal

Secara umum, ada dua kelompok masalah klasik rendahnya pengumpulan zakat; internal dan eksternal.

Permasalahan internal yang diurutkan berdasarkan urutan prioritas adalah: kinerja SDM yang kurang, kapasitas koordinator yang kurang, tingkat pemahaman yang berbeda, dan kurangnya komitmen para pengelola zakat.

Isu-isu eksternal yang diurutkan berdasarkan urutan prioritas adalah: kurangnya pengembangan teknologi informasi, kurangnya standar pengelolaan zakat, kurangnya sosialisasi, dan kurangnya regulasi teknis.

Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan internal menurut peringkat prioritas adalah: peningkatan kapasitas koordinator, pendidikan internal tentang integrasi zakat, pemantauan dan evaluasi sumber daya manusia, dan peningkatan komitmen pengelola zakat.

Terakhir, menurut responden, solusi yang diajukan berdasarkan peringkat prioritas adalah: penetapan SOP pengelolaan zakat, sosialisasi hukum zakat, pembangunan sistem IT, dan regulasi teknis zakat.

Integrasi pajak dan zakat sudah masuk dalam UU Pajak bahwa pembayaran zakat dapat dijadikan sebagai faktor pengurang penghasilan bruto.

Pengurangan penghasilan bruto bisa menurunkan kewajiban pajak penghasilan orang pribadi atau badan.

Entah mengapa kebijakan zakat sebagai pengurang pajak ini tidak cukup laku. Apakah karena pihak perpajakan yang tidak berkampanye soal ini dengan alasan mengurangi pendapatan pajak, atau wajib pajak tidak bersedia memasukkan kewajiban zakat di SPT pajak karena takut diperiksa.

Yang jelas pembayaran zakat oleh hampir semua BAZ dan LAZ sudah menggunakan layanan online dan digital, jadi mudah dan simpel.

Seperti pengumpulan pajak yang menggunakan sistem informasi perpajakan, tampaknya zakat perlu bersinergi dengan instansi pemerintah lainnya, apakah dengan e-sistem perpajakan, SIAK (sistem administrasi kependudukan), dengan Sistem informasi Kepolisian mengenai kepemilikan kendaraan, dan penyedia informasi terkait kependudukan lainnya baik di pusat maupun daerah.

Masih banyak pekerjaan rumah dari para pengelola badan dan lembaga amil zakat, pemerintah dan swasta untuk dapat meningkatkan realisasi pengelolaan zakat.

Tugas kita semua, Muslimin untuk saling mengingatkan bahwa di antara harta yang kita terima, ada hak orang lain, yakni para mustahik (penerima zakat) yang berhak mendapatkan 2,5 persen atau lebih dari penghasilan neto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com