Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denon Prawiraatmadja
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan

Mengubah Tantangan Jadi Peluang Usaha

Kompas.com - 12/04/2023, 13:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sparepart pesawat dikaitkan dengan 312 Kode HS, di mana 117 Kode HS yang terdiri dari 11.667 part numbers, diklasifikasikan bea masuk 0 persen atau tidak dikenakan bea.

Namun demikian, sebanyak 195 Kode HS yang terdiri dari 22.349 part numbers, atau sebagian besar sparepart masih dikenakan bea masuk.

Hal ini tentu sangat menyulitkan bagi industri penerbangan tanah air. Misalnya, untuk impor baut atau kaca kokpit, akan dikenakan bea masuk karena barang-barang tersebut dianggap dapat diproduksi di Indonesia. Dengan demikian barang-barang tersebut dianggap sebagai barang Lartas.

Padahal baut dan kaca kokpit pesawat itu bukan produk yang sembarangan karena terkait dengan keselamatan operasional pesawat tersebut.

Untuk itu baut dan kaca kokpit harus melalui tahap sertifikasi dari pabrik pesawat sebelum bisa dijual bebas.

Industri di Indonesia memang sudah bisa memproduksi barang-barang sejenis baut dan barang-barang dari kaca. Namun permasalahannya baut dan kaca itu belum tersertifikasi oleh pabrik pesawat atau lembaga yang ditunjuk resmi.

Dengan demikian, barang-barang tersebut tidak bisa bahkan dilarang dipasang di pesawat karena belum terjamin keselamatannya.

Tidak hanya itu, jika tetap dipasang, maka pihak asuransi tidak akan mau mengganti rugi bila terjadi kejadian kecelakaan karena maskapai dianggap secara sengaja tidak mematuhi unsur keselamatan penerbangan.

Hal ini yang menyebabkan maskapai tetap harus mengimpor sparepart-nya walaupun terkena dalam ketentuan Lartas. Tentu saja prosesnya akan lama dan biayanya mahal sehingga menambah biaya dan tidak menguntungkan bagi maskapai penerbangan.

Peluang usaha

Masih banyak permasalahan-permasalahan di dalam industri penerbangan nasional, termasuk dalam pengaturan bisnis operasional, pelayanan pada penumpang dan lain sebagainya.

Permasalahan-permasalahan tersebut, sedikit banyak akan memengaruhi laju perkembangan industri penerbangan nasional.

Namun kita seharusnya tidak perlu berkecil hati dengan permaslahan-permasalahan itu. Bahkan jika kita cerdik, teliti dan berpikir terbuka, kita dapat menangkap bahwa di balik permasalahan-permasalahan tersebut terdapat banyak peluang yang dapat kita ambil.

Misalnya, terkait penggunaan energi listrik bagi pesawat dan industri penerbangan. Kita dapat berpartisipasi dengan mengembangkan industri baterai listrik yang akan digunakan. Hal ini karena Indonesia merupakan produsen Nikel terbesar di dunia.

Nikel adalah bahan baku utama dari baterai yang selama ini banyak digunakan oleh berbagai produk mulai dari telepon seluler, mobil listrik dan tentu saja nantinya pesawat terbang.

Pemerintah saat ini sudah mengeluarkan kebijakan untuk tidak mengekpor Nikel sebagai bahan mentah, tetapi harus diolah lebih dahulu. Tentunya ini peluang bagi kita untuk mengolah Nikel menjadi baterai pesawat dan kemudian mengekspornya.

Begitu juga terkait sparepart pesawat. Kita bisa mendorong industri nasional untuk dapat memproduksi suku cadang pesawat. Dan agar dapat dipakai untuk industri aviasi, maka kita dapat bekerjasama dengan pabrik pesawat dalam hal sertifikasi sparepart tersebut.

Kesempatan ini terbuka lebar mengingat Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar dunia aviasi. Pabrik pesawat Boeing memprediski pada 2039, pasar penerbangan Indonesia akan menjadi yang terbesar keempat di dunia, di bawah China, Amerika Serikat, dan India.

Tentu saja ini merupakan kesempatan untuk dapat lebih membangun dan mengembangkan industri aviasi kita.

Bahkan kita juga dapat mendorong industri pesawat terbang nasional, yaitu PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk aktif memproduksi pesawat yang dibutuhkan industri penerbangan.

Sehingga untuk masalah sparepart dan sertifikasinya, dapat kita produksi sendiri, tidak perlu impor.

Untuk itu, seperti yang dikatakan oleh Dewan Pakar INACA Chappy Hakin dan Prof Wihana Kirana Jaya, semua stakeholder penerbangan nasional terlebih dahulu harus bersatu dalam Indonesia Incorporated.

Jangan terlalu larut dalam permasalahan yang ada saat ini, namun harus selalu menatap ke depan, mencari solusi.

Perlu dibuat roadmap dan working group penerbangan nasional yang beranggotakan berbagai unsur dari regulator, operator dan masyarakat yang dapat bekerja secara komprehensif dan berkesinambungan.

Dengan demikian kita dapat mengubah permasalahan dan tantangan dalam penerbangan nasional itu menjadi peluang usaha untuk lebih memajukan dan mengembangkan penerbangan nasional dalam rangka menyambut Indonesia Emas 2045.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com