Oleh: Litani Rahma Sari, S.H*
STARTUP atau perusahaan rintisan, merupakan perusahaan yang didirikan untuk mengembangkan suatu produk atau jasa berdasarkan inovasi dari pendirinya. Inovasi tersebut diyakini mampu mempermudah hidup banyak orang dan memiliki pangsa pasar.
Akan tetapi, perusahaan rintisan pada umumnya dimulai dengan biaya operasional yang tinggi dengan pendapatan terbatas.
Oleh karenanya, para pendiri perusahaan rintisan berlomba-lomba mengembangkan ide-ide kreatif untuk menarik minat para investor, baik dari teman, keluarga, bahkan hingga pemodal besar atau perusahaan investasi dan modal ventura.
Harapannya bahwa produk yang dirintis mampu take off dengan dana investasi dari para pemodal atau investor.
Pendanaan dan pertumbuhan startup selalu berjalan beriringan. Dalam proses pendanaan tersebut, startup tak boleh lepas dari sisi hukum.
Startup harus memiliki bentuk badan usaha yang tepat agar dalam perjalanannya dapat memenuhi kebutuhan pendanaan sekaligus bertumbuh dalam koridor hukum yang berlaku terhadap kegiatan usaha startup tersebut.
Sebagai contoh, perusahaan rintisan yang bergerak di bidang teknologi finansial (fintech), tunduk pada peraturan di bidang keuangan dan jasa keuangan seperti peraturan otoritas jasa keuangan dan/atau peraturan Bank Indonesia.
Jika startup tidak memiliki bentuk badan usaha yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan sektoral di bidangnya, sangat mungkin startup tidak dapat beroperasi dengan legal, apalagi dapat menarik investor untuk mendanai perusahaan tersebut.
Di berbagai peraturan perundang-undangan mengenai kegiatan usaha, umumnya disyaratkan badan usaha harus berbentuk badan hukum (rechtpersoon).
Apa itu badan hukum? Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan badan hukum sebagai badan (perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui sebagai subjek hukum (perseroan, yayasan, lembaga, dan sebagainya).
Dalam konsep hukum, badan hukum merupakan orang buatan yang diciptakan atau diperkenankan ada (exist) oleh hukum jika badan ini memenuhi syarat-syarat yang tentukan oleh hukum.
Badan hukum dapat mengemban/memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban seperti orang-perorangan pada umumnya, kecuali hak-hak atau kewajiban-kewajiban yang hanya dapat dimiliki oleh manusia karena naturnya (misalnya hak waris/hak politik).
Di Indonesia, beberapa bentuk badan hukum antara lain perseroan terbatas, koperasi, perkumpulan berbadan hukum, dan yayasan.
Namun, hanya perseroan terbatas dan koperasi yang merupakan badan hukum bertujuan untuk melakukan kegiatan usaha.
Ada pula badan usaha yang tidak berbadan hukum, yaitu CV, firma, dan persekutuan perdata.
Dari berbagai badan usaha swasta di atas, badan usaha yang paling dikenal dan sering dijumpai di masyarakat adalah perseroan terbatas dan commanditaire vennootschap (CV) atau persekutuan komanditer.
Dari segi payung hukum, perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas jo. (juncto/bersama dengan) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UUPT”).
Sedangkan CV didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tua, sejak zaman kolonial, yang masih berlaku hingga sekarang, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) khususnya Pasal 19 sampai Pasal 21.
Dari dua bentuk badan usaha di atas, perseroan terbatas menjadi pilihan terbanyak para pelaku startup. Beberapa hal yang membuat perseroan terbatas banyak dipilih adalah:
Bentuk badan hukum