Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Buah Luhut Beberkan Alasan Pemberian Insentif Kendaraan Listrik

Kompas.com - 16/05/2023, 22:16 WIB
Nur Jamal Shaid

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menjawab kritik bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan terkait program subsidi mobil listrik yang digagas pemerintah.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan pemberian insentif kendaraan listrik merupakan bagian dari upaya pemerintah menekan emisi karbon dengan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Anak buah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tersebut menyebut bahwa emisi karbon dapat ditekan lewat dua langkah yakni elektrifikasi transportasi dan dekarbonisasi listrik.

Baca juga: Kemenhub Anggarkan Rp 500 Miliar untuk Pelaksanaan Angkutan Udara Perintis di 2023

"Kalau kita berbicara tentang pengurangan emisi karbon, maka ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, mendorong kehadiran kendaraan listrik dan kedua adalah melakukan dekarbonisasi listrik. Ini dua hal yang saling berkaitan," ujar Rachmat dalam keterangannya, Selasa (16/5/2023).

Untuk mendorong dekarbonisasi listrik, pemerintah sudah memiliki komitmen untuk memensiunkan dini PLTU dengan total kapasitas 9,2 gigawatt (GW) sebelum 2030 dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT).

Menurut dia, pemberian insentif pajak yang lebih kecil diharapkan bisa mendorong jumlah kendaraan listrik di Indonesia mengingat harga mobil listrik yang saat ini masih lebih mahal dibanding mobil konvensional.

Baca juga: RI-Kongo Sepakati Kerja Sama Pelatihan Militer, Tambang, dan Budidaya Kelapa Sawit

Selain juga, pengenaan pajak yang lebih kecil bertujuan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan konvensional.

"Pemerintah tidak memberikan subsidi untuk mobil listrik, tapi memberikan pajak yang lebih rendah dibanding mobil konvensional. Tarif pajak yang diberikan lebih kecil agar masyarakat masih punya pilihan saat membeli kendaraan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Rahmat mengatakan penggunaan kendaraan listrik saat ini sudah menjadi tren dunia, sehingga Indonesia perlu adaptif terhadap tren tersebut. Tujuannya, industri otomotif yang ada di Indonesia bisa bersaing dengan global.

"Bayangkan, kalau kita diam saja dan tidak mengikuti tren. Apa yang akan terjadi dengan industri otomotif di dalam negeri saat konsumen di dalam negeri ternyata menginginkan kendaraan listrik, pasar Indonesia bisa-bisa dipenuhi dengan produk impor," kata Rachmat. 

Baca juga: Mitratel Catat Pendapatan dari Penyewaan Tower Rp 1,73 Triliun di Kuartal I-2023

Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan pemerintah memang harus mengembangkan kendaraan listrik.

"Kita harus menjadi pemain di industri ini dan menjadikan negara lain sebagai pasar potensial bagi produk otomotif dalam negeri," ujar Satya.

Dia pun optimistis ke depan Indonesia bisa mandiri dalam mengembangkan kendaraan listrik.

"Saat ini, Indonesia sedang mengembangkan teknologi pembuatan baterai kendaraan listrik. Jika ini bisa kita kuasai teknologinya, kita bisa mandiri dalam industri ini. Apalagi, Indonesia punya bahan baku dalam pembuatan baterai kendaraan listrik," paparnya.

Baca juga: Daftar 10 Negara Penghasil Daging Babi Terbesar di Dunia

Sedangkan, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pengembangan mobil listrik harus dilihat dari berbagai aspek seperti dampak berantai yang diciptakannya dan tidak hanya melihat faktor lingkungan semata.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com