Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Meluruskan Multi Persepsi Legalisasi Sawit Dalam Kawasan Hutan

Kompas.com - 21/07/2023, 11:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dasar Regulasi dan Sanksi Administratif

Dalam UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor  2/2023 tentang Cipta Kerja Menjadi UU disebutkan, penyelesaian perkebunan sawit dalam kawasan hutan dibagi dalam dua klaster tipologi. Dalam UU tersebut ditentukan pula syarat perizinan berusaha perkebunan kelapa sawit yang telah terindikasi berada dalam kawasan hutan.

Penyelesaian perkebunan kelapa sawit akan dilakukan dengan prinsip keadilan restoratif dan ultimum remedium yang mengedepankan sanksi administratif. Apabila dalam tenggat waktu yang ditentukan sanksi administratif tidak dapat dipenuhi, sanksi penegakan hukum berikutnya akan diberlakukan.

Langkah itu dapat berupa pencabutan izin serta paksaan pemerintah berupa penyitaan dan paksa badan. Denda administratif akan dihitung berdasarkan luas perkebunan di kawasan hutan, jangka waktu pelanggaran, serta tarif denda.

Tarif denda akan dihitung sesuai keuntungan bersih per tahun yang didapatkan perkebunan kelapa sawit dan persentase tarif denda tutupan lahan. Pada perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan produksi, persetujuan penggunaan kawasan hutan akan dilakukan satu daur 25 tahun sejak masa tanam sawit.

Akan tetapi, pada perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan lindung ataupun hutan konservasi diwajibkan untuk mengembalikan kawasan hutan kepada negara, kecuali pada kegiatan strategis dan tidak terelakkan di kawasan hutan lindung dan konservasi.

Kebijakan denda administratif ini akan lebih bijak dibanding langsung penegakan hukum yang diberlakukan. Negara diuntungkan dengan 20 persen denda dari penghasilan kebun selama berbuah dikalikan luas kebun sawit yang dianggap ilegal.

Di samping itu, perkebunan sawit tersebut diwajibkan membayar Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) karena telah melakukan deforestasi dengan menanami kelapa sawit.

Baca juga: 3,3 Juta Hektar Lahan Sawit Tak Berizin, Luhut Duga Ada Pejabat Terlibat

Sebagai contoh, jika yang akan mendapat pelepasan kawasan hutannya untuk perkebunan sawit seluas 1,1 juta hektar, maka negara diuntungkan untuk mendapatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari dua sumber, yakni denda 20 persen dari penghasilan kebun selama ini yang tergantung dari luasnya dan lamanya waktu kebun mulai (panen) dan denda PSDH dan DR pada waktu pertama kali melakukan land clearing (pengambilan kayu) dari hutan alam menjadi kebun yang dihitung berdasarkan potensi kayunya, harga kayu/m3, dan tarif DR dalam dolar AS per m3 dikalikan luas kebun.

Hitung-hitungan kasar dari luas 1,1 juta hektar kawasan hutan produksi, jika potensi kayu yang telah ditebang rata-rata 30 m3 per ha, volume kayu dapat mencapai 34.500.000 m3. Maka, PSDH yang dapat dipungut jika mengacu pada Peraturan Menteri LHK P64/2017 tentang Harga Kayu Bulat Rimba Campuran sebesar Rp 600 ribu per m3 menghasilkan pungutan Rp 20,8 triliun.

Jika tarif DR sebesar 12 dolar per m3 maka akan menghasilan pungutan sebesar Rp 6,2 triliun.

Sebagai ilustrasi pembanding saja, kasus PT Duta Palma Group milik Surya Darmadi dapat mengusahakan kebun sawit secara tidak sah di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau seluas 37.095 hektar di era Bupati Raja Thamsir Rahman (periode 1999-2008) dan terungkap pada Juli 2022 oleh Kejaksaan Agung.

Dalam kasus itu negara dirugikan Rp 78 trilliun akibatkan aktivitas kebun sawit ilegal tersebut.

Pencabutan Izin Perkebunan Kelapa Sawit

Awal 2022, pemerintah mencabut 192 izin konsesi kehutanan yang bermasalah. Dari 192 izin kehutanan itu, 48 izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang statusnya belum berubah menjadi hak guna usaha (HGU).

Pencabutan izin atau persetujuan pelepasan kawasan hutan itu, yang dipegang korporasi atau perusahaan adalah izin atau persetujuan pelepasan kawasan hutan yang sah atau legal, yang tidak sama lokasinya dan kasusnya dengan sawit dalam kawasan hutan secara ilegal seluas 3,3 juta ha, yang sedang ditangani Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara sekarang ini.

Sementara itu, dari 3,2 juta hektare izin kehutanan yang dicabut, sekitar 1,8 juta hektare berupa izin perkebunan kelapa sawit yang tersebar 19 provinsi milik 137 perusahaan. Terluas ada di Papua sekitar 680,9 ribu hektare milik 26 perusahaan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com