Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen Prodi Perencanaan Wilayah & Kota ITERA

Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota ITERA. Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bidang Kajian Kebijakan Transportasi

Tantangan Baru ASDP Mengelola Penyeberangan Selat Sunda

Kompas.com - 23/07/2023, 14:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FASE modernisasi penyeberangan di Selat Sunda tampaknya sudah mencapai pada titik meyakinkan.

Beberapa tahun lalu, ketika pemerintah bersama dengan BUMN PT ASDP meluncurkan dermaga eksekutif dan penyeberangan express, banyak pihak yang meragukan efektivitas keberadaan fasilitas tersebut.

Pada saat itu, tarif dinilai cukup mahal dan minat penyeberang masih sangat kecil. Namun langkah modernisasi yang dilakukan pemerintah di era Presiden Jokowi terus berjalan.

Dalam perjalanannya, ternyata bisa kita lihat kondisinya yang berbeda dengan asumsi awal.

Dermaga eksekutif dan penyeberangan express ternyata pada sekarang ini sudah menjadi fasilitas utama yang digunakan oleh masyarakat yang ingin menyeberang ke Pulau Sumatera atau Pulau Jawa.

Bahkan, yang dahulunya penyeberangan express ditujukan untuk pengendara kendaraan pribadi dan bus eksekutif, ternyata sekarang juga digunakan berbagai jenis pelayanan bus dan kendaraan barang.

Sehingga kondisi di dermaga dan di dalam kapal hampir tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di penyeberangan reguler dahulu. Menjadi padat, agak crowded, dan menjadi tidak sewangi sebelumnya.

Ketika pihak ASDP dikonfirmasi tentang banyaknya keluhan dari pengendara kendaraan pribadi terkait masalah yang terjadi di lapangan, pihak ASDP secara sederhana mengatakan bahwa hal tersebut merupakan mekanisme bisnis biasa.

Jadi, jika pengguna penyeberangan di Selat Sunda menilai bahwa layanan yang diberikan oleh penyeberangan express tidak lagi kompetitif jika dibandingkan dengan penyeberangan reguler, maka dipersilahkan bagi setiap pengguna untuk tinggal memilih, apakah akan menggunakan penyeberangan express atau penyeberangan reguler.

Hal itu dianggap sebagai mekanisme bisnis biasa, karena fasilitas tersebut disediakan sebagai alternatif.

Jika kita menggunakan logika sederhana dan logika bisnis, apa yang dinyatakan tersebut tidak ada salahnya. Memang begitulah mekanisme bisnis dibangun. Ada alternatif fasilitas biasa dan fasilitas eksekutif, yang bisa dipilih oleh setiap pengguna.

Ketika salah satu di antaranya mengalami degradasi, dan pada sisi lain ada fasilitas lainnya yang mengalami stagnasi, maka setiap pengendara dipersilahkan memilih fasilitas mana yang menurut mereka menguntungkan sebagai pengguna.

Sementara itu, pihak penyedia fasilitas hanya dalam posisi menyediakan fasilitas yang ada dengan sebaik-baiknya. Keputusan terkait penilaian tentang kondisi penyeberangan mana yang paling optimal dan paling menguntungkan bagi pengendara, menjadi hak pengguna untuk memutuskannya.

Sekilas tidak ada yang salah dari situasi itu. Namun kita perlu melihat bahwa para pengelola fasilitas penyeberangan di Selat Sunda tidak bisa melepaskan diri dari sisi pelayanan.

Jadi bukan soal menyediakan jenis layanannya, tetapi mereka dalam posisi sebagai “pihak yang memberikan pelayanan” karena mereka badan usaha milik negara.

Pemerintah membentuk badan usaha di pengelolaan pelabuhan dan juga penyeberangan karena melihat hal tersebut merupakan kewajiban dari pemerintah untuk menyediakan fasilitas terbaik untuk masyarakat.

Kita beruntung karena pihak PT ASDP pada saat sekarang ini memang cukup konsen dengan pelayanan. Seperti biasa, seringkali komitmen pelayanan mengalami pasang dan surut.

Karena pelayanan di penyeberangan Selat Sunda selama ini sudah menjadi pilihan banyak pengendara, dan seiring waktu juga dibanjiri oleh pujian, sehingga upaya untuk mengoptimalkan pelayanan secara terus-menerus mengalami stagnasi.

Seharusnya hal ini yang dihindari. Setiap pelayanan harus terus dinaikkan levelnya sesuai dengan kebutuhan pengguna atau standar pelayanan optimal yang ditetapkan. Salah satu contoh adalah layanan waktu tunggu penyeberangan.

Sekarang ini para pengendara harus menghabiskan waktu 2 hingga 4 jam untuk dapat dilayani kapal penyeberangan di dermaga eksekutif. Penyebabnya karena antreannya yang memang sangat panjang.

Hal ini sangat jauh berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya, setidaknya dalam kurun waktu hampir satu tahun sebelumnya. Pada saat itu penggunaan penyebrangan eksekutif tidak memerlukan antrean panjang seperti sekarang.

Namun seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna, sementara itu dari sisi suplai penyeberangannya tidak mengalami perubahan sebab menggunakan kapal yang itu-itu saja, maka akhirnya yang terjadi adalah antrean panjang.

Soal antrean panjang sudah menjadi keluhan umum masyarakat pengguna penyeberangan di Selat Sunda.

Terkadang hal ini bisa dilihat dari sisi potensi bisnis PT ASDP di samping layanan penyeberangan. Keberadaan Mal Bakauheni dan juga Mal Merak di dermaga eksekutif, memang ditujukan untuk masyarakat yang “tertunda” penyeberangannya.

Jadi masyarakat bisa menunggu atau menunda penyeberangannya di mal tersebut. Dengan penundaan penyeberangan, baik yang disengaja oleh pengendara maupun tidak, akan mengaktifkan komersial area di dermaga eksekutif, baik di Bakauheni maupun di Merak, yang memang sudah disiapkan oleh pihak pengelola.

Bahkan di Pelabuhan Bakauheni sudah ada wahana Krakatau Park sebagai bagian dari mega projek Bakauheni Harbour City. Sehingga penundaan perjalanan, by design maupun tidak, memang akan menghidupkan aktivitas ekonomi pelabuhan.

Tampaknya perlu dihitung kenaikan perputaran uang di semua lini ketika pada awal dermaga eksekutif ada hingga pada sekarang ini, untuk mengetahui tren kenaikan aktivitas ekonomi kawasan.

Dan ini bisa menjadi dasar untuk menilai positioning geliat ekonomi di hub transportasi penyeberangan utama di Indonesia ini.

Jika kita melihatnya dari sisi observasi, maka bisa kita katakan bahwa terjadi peningkatan yang sangat signifikan di kawasan pelabuhan semenjak adanya dermaga eksekutif. Karena itu sudah sewajarnya jika pengelola dapat menaikkan level layanannya.

Jadi bagi masyarakat yang memang ingin menunda penyeberangannya dan menikmati fasilitas di dermaga eksekutif, maka hal itu dipersilahkan.

Namun dengan tetap memberikan perhatian serius pada waktu tunggu dan waktu penyeberangan. Jadi jangan sampai waktu tunggu dibiarkan lama agar dapat menghidupkan dermaga eksekutif.

Hal ini tentu sangat tidak adil bagi pengguna. Seharusnya mereka menunda perjalanan karena memang secara khusus ingin menundanya untuk menikmati fasilitas di setiap dermaga.

Adapun dari sisi waktu tunggu tetap tidak boleh terlalu lama, dan kapal yang ada pun memiliki daya tampung dan daya angkut tinggi sehingga tidak ada antrean panjang dan lama.

Ke depan, PT ASDP perlu melakukan evaluasi untuk meningkatkan level layanan yang mereka berikan kepada pengendara.

Setiap kapal harus terus dinaikkan layanannya dan juga perlu menghadirkan kapal yang berukuran lebih besar dan lebih mewah di dalamnya. Dengan demikian, perjalanan menyeberangi Selat Sunda menjadi perjalanan yang penuh dengan pengalaman.

Bahkan keberadaan pertokoan bukan hanya ada di dermaga eksekutif, tetapi ada di setiap kapal. Jadi semacam mal berjalan di penyeberangan Selat Sunda.

Hal yang tidak bisa diabaikan oleh pihak pengelola penyeberangan di Selat Sunda adalah, untuk penyeberangan melalui dermaga eksekutif, hendaknya tidak ada kendaraan barang.

Hal ini untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pengendara ketika berada di dalam kapal. Selain itu, untuk meningkatkan daya tampung kendaraan pribadi di setiap kapal. Sehingga tidak terjadi antrean dan waktu tunggu yang terlalu lama di dermaga eksekutif.

Pihak PT ASDP berhadapan dengan fenomena baru dan tantangan baru. Hendaknya mereka bisa terus menaikkan level layanannya. BUMN tidak bisa mengabaikan tugasnya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi penggunanya.

Setiap keluhan yang dihadapi oleh pengguna hendaknya disikapi secara proporsional. Terutama terkaitan waktu tunggu penyeberangan yang saat sekarang ini sudah terlalu lama.

Mungkin perlu dibuatkan batasannya menjadi hanya 2 jam maksimum waktu tunggunya, dan hal itu berarti perlu ada penyediaan kapal yang lebih besar daya tampungnya untuk kendaraan pribadi.

Lalu perlu melarang kendaraan barang menggunakan dermaga eksekutif agar dermaga reguler juga bisa terus berkembang dan tidak terganggu dengan keberadaan dermaga eksekutif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com