KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk menjalankan kebijakan nasional Hilirisasi Industri Kelapa Sawit di dalam negeri guna menciptakan dampak positif atau cuan yang luas bagi perekonomian nasional.
Pasalnya, dengan hilirisasi, komoditas kelapa sawit diolah lagi sehingga menjadi produk turunan yang memiliki nilai jual lebih tinggi .
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan, keuntungan dari program Hilirisasi Industri Kelapa Sawit, antara lain optimalisasi penyerapan hasil produksi petani rakyat (smallholder); penyediaan bahan pangan, nonpangan, dan bahan bakar terbarukan; hingga membangkitkan ekonomi produktif berbasis industri pengolahan.
"Selain itu, (Hilirisasi Industri Kelapa Sawit juga) meningkatkan perolehan devisa negara dari ekspor produk hilir, berkontribusi pada keuangan negara melalui penerimaan pajak dan bukan pajak, serta menyuplai kebutuhan dunia terhadap pangan dan energi (feeding and energizing the world)," ungkap Putu dalam siaran pers yang kami terima dalam Kompas.com, Selasa (15/8/2023).
Putu menegaskan, pada Hilirisasi Industri Kelapa Sawit diterapkan sistem bauran kebijakan (policy mix) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 dan beberapa peraturan tentang Kebijakan Industri Nasional.
Baca juga: Kemitraan Jadi Solusi Akselerasi Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun
"Peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 111/M- IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit, yang menjadi prakarsa penentuan prioritas pengembangan industri hilir kelapa sawit," paparnya.
Putu menyatakan bahwa kebijakan fiskal tarif bea keluar progresif dan insentif perpajakan bagi investasi baru atau perluasan sektor industri oleopangan, oleokimia, dan biofuel telah sesuai rantai nilai industri. Dua kebijakan ini sangat efektif dalam mendorong Hilirisasi Industri Kelapa Sawit.
Program Hilirisasi Industri Kelapa Sawit sudah dijalankan sejak 2007, dengan mengekspor sekitar 60 persen minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dari total ekspor kelapa sawit nasional.
CPO dianggap kurang diminati oleh domestik karena hanya digunakan sebagai bahan baku industri pangan, nonpangan dan biofuel.
"Melalui kebijakan bea keluar yang berorientasi pro-industri, pertumbuhan kapasitas produksi industri minyak goreng, oleopangan, oleokimia, dan biodiesel meningkat secara signifikan," tutur Putu.
Baca juga: Hilirisasi Sawit, Kemenperin: Optimalkan Penyerapan Hasil Produksi hingga Peningkatan Devisa
Tidak hanya itu, kata Putu, Kebijakan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit juga berhasil meningkatkan kapasitas refinery hingga menjadi 75 ton pada 2022, melonjak tiga kali lipat dibandingkan tahun 2010.
"Sementara itu, kapasitas terpasang pabrik biodiesel saat ini telah mencapai 17,5 juta ton per tahun, kemudian kapasitas terpasang industri oleofood mencapai 2,7 juta ton per tahun, dan kapasitas terpasang industri oleokimia mencapai 11,6 juta ton per tahun," ujar Putu.
Ia mengatakan, pencapaian gemilang tersebut merupakan hasil konsistensi kebijakan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit dalam periodeyang panjang.
Kemenperin mencatat, berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal tahun 2019 dan 2022, industri kelapa sawit berkontribusi sebesar 3,5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional.
Industri kelapa sawit berhasil menghidupi lebih dari 21 juta jiwa dan menyerap 5,2 juta tenaga kerja dari berbagai sektor hulu hingga hilir.
Adapun dalam aspek kuantitatif, ekspor produk industri kelapa sawit mencapai total volume 282 juta metrik ton (MT) dengan total nilai 176,84 miliar dollar Amerika Serikat (AS) selama periode tahun 2015-2022.
Pendapatan ekspor kelapa sawit yang diperoleh mencapai Rp 182 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 152 triliun digunakan untuk program Peremajaan Sawit Rakyat, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), riset dan pengembangan sawit, advokasi dan kampanye positif sawit, serta peningkatan sarana dan prasarana termasuk insentif mandatori biodiesel.
Lebih lanjut, Putu mengatakan, terdapat indikator pencapaian berupa komposisi ekspor antara bahan baku dan produk olahan dalam program Hilirisasi Industri Kelapa Sawit.
Pada 2015, komposisi ekspor bahan baku mengalami penurunan menjadi 2 persen CPO dan 4 persen CPKO. Hal ini terjadi karena ekspor produk hilir mengalami peningkatan signifikan yang meliputi 73 persen produk refinery dan 21 persen produk lainnya.
Pada akhir 2007, produk hilir turunan kelapa sawit dan minyak kelapa sawit yang dihasilkan di Indonesia hanya sekitar 54 jenis. Namun kini sudah berkembang menjadi 179 jenis antara lain meliputi produk oleofood dan oleokimia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.