Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transformasi Digital Bank di Indonesia Butuh Adopsi Teknologi

Kompas.com - 22/08/2023, 21:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan Engagement Banking Backbase mengatakan, survei Infobrief IDC pada wilayah Asia Pasifik menemukan bank di Indonesia memiliki preferensi untuk strategi "adopt and build", alih-alih menggunakan strategi "build" dalam transformasi digital layanannya.

Regional Vice President Asia Backbase Riddhi Dutta menjelaskan, bank di Indonesia membutuhkan waktu hampir dua kali lipat untuk modernisasi sistem pembangunan, dibandingkan sistem platform adopt and build.

Sebagai contoh, peluncuran saluran digital baru seperti operasi mobile dan cabang untuk satu lini bisnis membutuhkan waktu 12 bulan.

"Namun, dengan memanfaatkan platform engagement banking digital, bank dapat secara bersamaan membangun kemampuan layanan pinjaman untuk UKM dan menyelesaikan proses tersebut dalam jangka waktu setengah tahun," kata dia dalam konferensi pers daring, Selasa (22/8/2023).

Baca juga: Kendala Transformasi Digital, Banyak Perusahaan Belum Tahu Manfaat Komputasi Awan

Ia menambahkan, membangun platform engagement banking yang berpusat pada kebutuhan nasabah adalah parameter penting dalam memodernisasi alur layanan perbankan.

Regulator memang meminta perbankan untuk fokus pada transformasi digital dan mendukung bank menciptakan permodelan (use cases) perbankan baru di bidang open banking, banking as a service, dan kecerdasan buatan (AI).

Namun, laporan Infobrief IDC menunjukkan krisis sumber daya manusia (SDM) dan risiko migrasi akan mendorong kebutuhan untuk penerapan pendekatan adopt and bulid lebih lanjut.

Senior Director of Research, APAC, IDC Ashish Kakar menjelaskan, membangun platform secara in-house atau internal menjadi strategi kebanyakan bank.

Namun hal itu disebut tidak mampu mengejar kecepatan dan skala yang dibutuhkan agar tetap kompetitif di industri. Implementasi itu sulit dilakukan secara internal saja.

"Hal tersebut lantaran adanya kompleksitas dengan banyaknya lapisan data, saluran, fitur, dan integrasi hulu dan hilir yang perlu mendukung sistem lama dan modern untuk mengelola dan mengatur dengan cara yang canggih," terang dia.

Baca juga: Kompetensi SDM Jadi Tantangan BPR-BPRS Lakukan Transformasi Digital

Lebih lanjut ia menjelaskan, berdasarkan data yang diambil dari Infobrief tersebut, perbankan dengan ukuran menengah dan besar di Indonesia dikategorikan ke dalam kategori bank di kuadran Watchers (pengamat), serupa dengan bank-bank di Vietnam dan Hong Kong.

Namun, perkembangan transformasi digital di Indonesia dinilai lebih lambat dibandingkan dengan dua negara lainnya dalam kategori ini.

Menurut laporan tersebut, negara-negara di dalam kategori ini dianggap memiliki anggaran untuk dibelanjakan, tetapi masih membutuhkan bantuan untuk menentukan fokus pengeluaran dana untuk keperluan digital.

"Para nasabah menghadapi tantangan dalam mengakses berbagai layanan melalui antarmuka yang beragam, kurangnya kesatuan tampilan portofolio mereka, dan harus menjalani proses pengenalan yang panjang," terang dia.

Menurut dia, adopsi platform kolaboratif membuat perbankan dapat mencapai time to market 40 persen lebih cepat.

Platform perbankan digital engagement dapat diluncurkan dalam kurun waktu 11 bulan, dibandingkan pendekatan tradisional build yang membutuhkan waktu 20 bulan.

"Selain itu, Adopt and Build  terbukti 2,3 kali lebih hemat biaya dibandingkan dengan opsi build  in-house," tutup dia.

Baca juga: Bank BTPN: Pengguna Jenius Tumbuh 19 Persen secara Tahunan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com