Sebagai informasi, sebelumnya program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah dijalankan sejak April 2020, dinilai bisa mengurangi nilai bagi hasil ke daerah dan berisiko mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban pemerintah kepada kontraktor.
Berdasarkan hasil evaluasi dampak fiskal yang digelar Kementerian Keuangan dalam program HGBT yang dipatok sebesar 6 dollar AS per MMBTU, negara kehilangan penerimaan sebesar Rp 29,4 triliun.
Rinciannya, subsidi harga gas di 2020 sebesar Rp 16,5 triliun sementara di 2022 sebesar Rp 12,9 triliun.
Staf Khusus Menteri Keuangan Candra Fajri Ananda mengatakan, dana dari APBN itu digunakan pemerintah untuk membayar hak kontraktor migas. Sesuai ketentuan dalam kebijakan HGBT, pemerintah wajib menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontraktor.
“Menurunnya penerimaan bagian negara tersebut tentu saja akan berpotensi mengurangi besaran Dana Bagi Hasil (DBH) Gas Bumi yang akan dibagi terutama ke daerah-daerah penghasil," kata Candra dalam siaran pers, Selasa (22/8/2023).
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya itu juga mengatakan, selain penurunan penerimaan bagian negara, implementasi HGBT bisa mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban pemerintah kepada sejumlah kontraktor di beberapa wilayah kerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.