Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Pembiayaan Moneter Melemahkan Reformasi Kebijakan Fiskal

Kompas.com - 04/10/2023, 12:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun pertumbuhan sektor manufaktur masih bergerak terbatas, karena faktor permintaan domestik dan global masih melemah.

Hal tersebut terlihat dari rata-rata kontribusi konsumsi rumah tangga dan pemerintah terhadap PDB yang masih di bawah level pra-Covid-19.

Terbaru, berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga secara tahunan sedikit melambat di triwulan II 2023 sebesar 5,26 persen (y-on-y). Lebih rendah dari periode yang sama tahun 2022 sebesar 5,51 persen.

Sejauh ini, APBN masih mampu mendorong konsumsi rumah tangga. Hal tersebut terlihat dari berbagai program Bansos yang digulirkan.

Alokasi APBN untuk Bansos tahun 2023 adalah Rp 476 triliun. Hal ini dibutuhkan untuk mendorong permintaan nominal agregat.

Dengan sasaran defisit anggaran di bawah 3 persen terhadap PDB 2023, membuktikan kapasitas fiskal masih mumpuni dan belum relevan untuk membicarakan pembiayaan moneter.

Kedua, pembiayaan moneter atau pendekatan expansionary monetary policy sebagai kontra siklus, biasanya dilakukan pada saat kondisi penurunan daya beli masyarakat, tingkat pengangguran tinggi, inflasi rendah atau bahkan negatif.

Pada saat seperti ini, permintaan agregat (total permintaan barang dan jasa) lebih rendah daripada penawaran agregat (total penawaran barang dan jasa), sehingga terjadi kelebihan kapasitas produksi dan penurunan output.

Kebijakan moneter ekspansif bertujuan meningkatkan permintaan agregat dengan cara menambah jumlah uang yang beredar, sehingga mendorong konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nasional, lapangan kerja, dan tingkat harga.

Dari data dan informasi oleh lembaga-lembaga kredibel, memperlihatkan fundamental RI saat ini masih resilien.

Terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang persisten di atas pra Covid-19 (rata-rata tumbuh 5 persen), surplus APBN hingga Juli 2023, output yang masih berada di zona ekspansi, konsumsi rumah tangga yang tumbuh rata-rata 5 persen, dan inflasi relatif stabil, terkendali dalam sasaran (3 persen ± 1 persen).

Dari data terkait ekonomi domestik, tak ada suatu kondisi khusus yang membuat pembiayaan moneter perlu dilakukan sebagai suatu counter siklus.

Pembiayaan moneter melalui money creation tidak efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial, yang ditentukan oleh faktor-faktor seperti jumlah dan kualitas faktor produksi, teknologi, institusi, dan pertumbuhan potensial.

Faktor-faktor ini lebih dipengaruhi kebijakan fiskal dan struktural yang bersifat pro-investasi, pro-inovasi, dan pro-reformasi.

Ketiga, pembiayaan moneter melalui money creation tidak diperlukan karena perekonomian Indonesia sudah mulai pulih dari dampak pandemi Covid-19, dengan pertumbuhan ekonomi positif; di atas level pra Covid-19.

Pemulihan ekonomi ini didukung peningkatan permintaan domestik dan global, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta stimulus fiskal dan moneter yang akomodatif.

Melemahkan reformasi fiskal

Ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan dari kebijakan pembiayaan moneter. Pertama, ketergantungan pemerintah terhadap bank sentral.

Pembiayaan moneter dapat mengurangi insentif pemerintah untuk melakukan reformasi fiskal dan struktural yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja ekonomi jangka panjang.

Pembiayaan moneter juga dapat mengancam independensi bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter yang sehat dan kredibel.

Jika pemerintah dapat memperoleh pendanaan murah dari bank sentral melalui pembiayaan moneter, maka pemerintah akan cenderung mengabaikan reformasi fiskal dan struktural yang sulit dan tidak populer tersebut.

Pemerintah akan lebih memilih untuk mengandalkan stimulus moneter yang bersifat sementara dan tidak berkelanjutan daripada melakukan perbaikan struktural yang bersifat permanen dan berkelanjutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com