Pembiayaan moneter juga dapat menimbulkan ketergantungan fiskal terhadap bank sentral, sehingga mengurangi kredibilitas dan independensi bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter yang sehat dan kredibel.
Pembiayaan moneter dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa akibat peningkatan jumlah uang beredar yang tidak diimbangi oleh peningkatan produksi.
Inflasi dapat menggerus daya beli masyarakat, menurunkan nilai tukar mata uang, dan meningkatkan biaya modal.
Pada 2020, Bank Indonesia melakukan pembiayaan moneter sebesar Rp 574,59 triliun untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
Pembiayaan moneter ini dilakukan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer dan sekunder, serta penyediaan likuiditas kepada bank umum melalui fasilitas repo dengan SBN sebagai jaminan.
Pembiayaan moneter ini menyebabkan jumlah uang beredar (M2) meningkat 12,1 persen (yoy) pada akhir 20202, sementara pertumbuhan ekonomi hanya -2,07 persen (yoy) pada tahun yang sama.
Artinya terjadi ketidakseimbangan antara jumlah uang yang tersedia dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi.
Jika permintaan melebihi penawaran, maka harga akan naik dan inflasi akan terjadi. Inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan mengurangi nilai riil uang.
Inflasi juga dapat meningkatkan suku bunga yang dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pembiayaan moneter harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan kebutuhan anggaran negara.
Pembiayaan moneter juga dapat menimbulkan tekanan devaluasi terhadap mata uang domestik, terutama jika kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik menurun.
Nilai tukar yang tidak stabil dapat mengganggu perdagangan internasional, menimbulkan spekulasi, dan memperbesar risiko nilai tukar.
Selain itu, pembiayaan moneter dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang domestik jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi domestik.
Ketidakstabilan nilai tukar dapat berdampak negatif terhadap perdagangan internasional, spekulasi, dan risiko nilai tukar.
Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, otoritas moneter perlu menerapkan kebijakan moneter yang kredibel dan konsisten, menjaga cadangan devisa yang cukup, melakukan intervensi pasar jika diperlukan, dan berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya untuk mendorong reformasi struktural.
Terbukti, kebijakan pembiayaan moneter melalui money creation, seringkali gagal dan menyebabkan inflasi yang tinggi atau bahkan hiperinflasi, yang merusak nilai mata uang dan daya beli masyarakat.
Beberapa contoh negara yang gagal melakukan pembiayaan moneter melalui money creation adalah Rusia, Argentina, Zimbabwe, Korea Utara, dan Venezuela.
Negara-negara ini mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan harga komoditas, kegagalan reformasi, korupsi, konflik politik, dan sanksi internasional.
Akibatnya, negara-negara ini mengalami dampak negatif dari kegagalan pembiayaan moneter melalui money creation, seperti penurunan produksi, krisis pangan, krisis kemanusiaan, kebangkrutan, kemiskinan, dan migrasi massal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.