Isu utang Amerika Serikat juga menjadi salah satu penekan dollar AS. Kementerian Keuangan AS menunjukkan per 31 Maret utang AS menembus lebih dari 30 triliun dollar AS. Kondisi ini diperparah dengan ancaman anggaran belanja AS yang menipis.
Melihat kondisi ini, Bank Indonesia diyakini telah melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengelola pasokan dan permintaan dollar AS.
Meskipun genting, pejabat Bank Indonesia meyakini arus keluar modal dari negara masih terkendali, dan apabila harganya jatuh, Bank Indonesia siap menstabilkan dengan membeli obligasi untuk mengelola imbal hasil.
Bank Indonesia tampaknya terus bersiap di pasar untuk memastikan keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing sehingga membangun kepercayaan pasar.
Rupiah melanjutkan depresiasinya pada hari Selasa, mencapai level terlemahnya sejak awal Januari sebesar 15.610 per dolar. Sementara imbal hasil obligasi acuan sepuluh tahun naik hingga di atas 7 persen, tertinggi sejak Maret 2023.
Pergerakan tersebut terkait dengan sentimen terhadap aset-aset berisiko akibat kebijakan moneter AS yang hawkish. Kita yakin BI akan terus memonitor pergerakan imbal hasil T-bill AS.
Menarik untuk mengantisipasi pertemuan kebijakan moneter Bank Indonesia selama dua hari pada 18-19 Oktober.
Pemerintah menaikkan suku bunga sebesar 225 basis poin antara Agustus 2022 hingga Januari tahun ini, untuk melawan inflasi dalam negeri. Namun sejak itu tetap bertahan dalam setiap tinjauan kebijakan bulanannya karena inflasi telah kembali ke target.
Kali saatnya Bank Indonesia untuk cermat mengambil kebijakan suku bunganya. Kenaikan suku bunga 25 bps bisa menjadi shock terapi yang pas untuk memukul balik para spekulan. Kita tunggu keputusannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.