Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Dana Pensiun Beberkan Penyebab Tunggakan Pendanaan Pemberi Kerja

Kompas.com - 12/10/2023, 13:18 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (APDI) menjelaskan, perlu adanya peninjauan lebih lanjut terkait penyebab dari tunggakan pendanaan dari pemberi kerja dalam dana pensiun.

Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (APDI) Ali Farmadi bilang, perlu dilihat masalah sebenarnya dari ketidakmampuan yang terjadi pada pendanaan tingkat I.

"Itu saya pikir bukan semata-mata dikarenakan pengurus yang ada korupsi, yang ada di situ, banyak faktor," kata dia saat ditemui dalam acara Forum Penguatan Audit Internal, Kamis (12/10/2023).

Baca juga: 12 Dana Pensiun Masuk Pengawasan Khusus, Pemberi Kerja Tunggak Iuran Rp 3,61 Triliun

Ali mencontohkan, salah satu faktor yang dapat terjadi misalnya adalah tingkat suku bunga aktuaris yang ditetapkan melebihi imbal hasil investasi yang diterima dana pensiun.

Sebagai ilustrasi, misalnya suku bunga aktuaris yang ditetapkan adalah 9 persen. Di sisi lain, imbal hasil investasi yang dihasilkan dana pensiun hanya 6,5-7 persen. Dengan begitu ada kekurangan atau selisih yang perlu dibayar sekitar 2 persen.

Hal itu belum ditambah lagi dengan kemungkinan hasil return on invesment (ROI) dapen yang kurang optimal.

"Karena di dalam pengelolaan investasinya tidak profesional, disinyalir seperti itu," jelas dia.

Untuk itu, setiap perusahaan perlu diperhatikan bagaimana aturan pendanaan dan besar iuran yang dibayarkan.

Adapun terkait 12 dana pensiun yang masuk pengawasan khusus OJK, Ali bilang, permasalahan yang ada adalah pada tata kelola.

Namun kesalahan tersebut tidak hanya dibebankan pada pengurus terkait pengelolaan investasi.

Ada juga faktor yang disinyalir datang dari kewajiban perusahaan pendiri yang tidak dipenuhi.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan terdapat 12 dana pensiun yang masuk ke dalam pengawasan khusus karena adanya tunggakan dari pendiri alias pemberi kerja yang belum menunaikan kewajibannya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyebutkan, akumulasi nilai tunggakan dari pemberi kerja tersebut mencapai Rp 3,61 triliun.

"Dari pantauan kami, terdapat kewajiban pemberi kerja yang belum menyetorkan porsi kewajibannya. Itu akumulasi piutangnya Rp 3,61 triliun," ucap Ogi, di Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Baca juga: Erick Thohir: 70 Persen Dana Pensiun BUMN Kondisinya Sakit

Dia mengatakan, dana pensiun sendiri mendapatkan iuran dari pegawai sebagai peserta serta pendiri dalam hal ini pemberi kerja atau perusahaan.

"Jadi ada porsi dari pemberi kerja yang belum disetor. Penyebabnya bermacam-macam bisa perusahaannya sudah bangkrut, bisa perusahaannya dalam keadaan rugi," kata Ogi.

Sementara penyebab kedua, dana pensiun masuk pengawasan khusus adalah penetapan tingkat bunga aktuaria tinggi.

"Untuk mengejar tingkat bunga aktuaria, para pengurus, pengawas bisa memenuhi kewajiban berdasarkan tingkat bunga aktuaria. Akibatnya investasinya itu harus dicari yang imbal hasilnya itu setimpal dendan bunga aktuaria," ujar Ogi.

Baca juga: Tahap Awal Bersih-bersih Dana Pensiun BUMN yang Rugikan Negara Rp 300 Miliar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Tinjau Fluktuasi Bapok, KPPU Lakukan Sidak Serentak di Sejumlah Pasar

Tinjau Fluktuasi Bapok, KPPU Lakukan Sidak Serentak di Sejumlah Pasar

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Kemenhub: KNKT Akan Investigasi Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Kemenhub: KNKT Akan Investigasi Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Whats New
Telat Bayar Tagihan Listrik Bisa Kena Denda, Berapa Biayanya?

Telat Bayar Tagihan Listrik Bisa Kena Denda, Berapa Biayanya?

Whats New
Harga Bahan Pokok Senin 20 Mei 2024, Harga Cabai Merah Keriting Turun

Harga Bahan Pokok Senin 20 Mei 2024, Harga Cabai Merah Keriting Turun

Whats New
Simak, Ini Cara Cek Lolos Tidaknya Seleksi Prakerja 2024

Simak, Ini Cara Cek Lolos Tidaknya Seleksi Prakerja 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com