Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Strategi Perusahaan Bertahan di Era Suku Bunga Tinggi

Kompas.com - 20/10/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI LUAR perkiraan banyak pihak, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acauan, yaitu Bank Indonesia Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin dari 5,75 persen menjadi 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober 2023.

Ada lima alasan yang dikemukakan Gubernur BI Perry Warjiyo mengapa BI menaikkan BI7DRR setelah ditahan 8 bulan atau 8 kali pada tingkat 5,75 persen (Kompas.com, 19/10/2023).

Pertama, perkiraan melemahnya pertumbuhan ekonomi global tahun 2024 menjadi 2,8 persen dibanding 2023 sebesar 2,9 persen.

Di samping pertumbuhan ekonomi global secara rata-rata yang menyusut, ada fenomena semakin melebarnya perbedaan pertumbuhan ekonomi antarnegara, khususnya antarnegara maju dengan negara sedang berkembang.

Menaikkan suku bunga akan mencegah pelarian modal dari negara-negara sedang berkembang- termasuk Indonesia- ke negara-negara maju yang pertumbuhannnya lebih tinggi.

Kedua, konflik geo-politik yang membuat harga pangan dan energi, khususnya minyak dunia masih tetap tinggi.

Konflik yang dimaksud adalah perang Rusia-Ukraina yang belum juga mereda ditambah konflik Israel dan Hamas.

Tingginya harga minyak dan pangan tersebut berimbas pada tingginya tingkat inflasi di AS. Akibatnya AS akan meningkatkan suku bunga acuannya (Fed Rate) untuk menekan inflasi.

Jika Fed Rate naik, maka BI7DRR juga harus dinaikkan supaya pemegang dana tidak mengalihkan dananya dari rupiah ke dollar AS yang bisa menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dengan segala dampak negatifnya.

Ketiga, fenomena suku bunga acuan AS, yaitu Fed Rate yang ditahan pada level tinggi untuk jangka panjang (higher for longer).

Bahkan diprediksi dengan kemungkinan atau probabilitas 40 persen Fed Rate akan kembali dinaikkan pada Desember 2023.

Maka mau tidak mau BI7DRR harus dinaikkan juga supaya tidak ada pengalihan dana dari rupiah ke dollar AS yang membuat rupiah bisa melemah terhadap dollar AS dengan berbagai dampak negatifnya.

Keempat, adanya kecenderungan imbal hasil dan bunga obligasi pemerintah di negara-negara maju yang terus naik.

Contohnya imbal hasil untuk obligasi pemerintah AS dengan jatuh tempo 10 tahun sekarang sudah mencapai angka yang tinggi, yaitu 4,8 persen.

Akibatnya pemilik dana tentu akan mengalihkan dananya dari rupiah ke obligasi pemerintah AS jika BI7DRR tidak dinaikkan. Imbasnya akan melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dengan berbagai dampak negatifnya.

Kelima, adanya kecenderungan perpindahan aliran modal ke luar dari negara-negara sedang berkembang ke negara-negara maju akibat menguatnya mata uang dollar AS terhadap mata uang negara-negara sedang berkembang.

Kebijakan menaikkan BI7DRR merupakan pilihan yang harus diambil agar pelarian modal tersebut tak terjadi di Indonesia.

Strategi bertahan perusahaan

Bagi perusahaan, kenaikan suku bunga acuan mempunyai implikasi makin mahalnya biaya dana bagi modal kerja perusahaan, investasi baru perusahaan maupun pengembangan investasi yang sudah ada.

Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan perlu menyusun strategi agar bisa bertahan di era suku bunga tinggi seperti sekarang ini.

Pertama, perusahaan bila memungkinkan bisa mencari pendanaan yang lebih murah dibanding kredit perbankan. Misal, dengan melakukan Go Public atau menjual sahamnya di pasar modal atau bursa efek.

Memang sampai saat ini kendalanya belum banyak masyarakat yang tertarik untuk membeli saham, obligasi atau surat berharga lain karena beberapa faktor.

Pertama, kurangnya pengetahuan. Kedua, takut karena tidak seperti menempatkan dananya di tabungan atau deposito yang dijamin. Penempatan dana di surat-surat berharga tidak ada jaminan seperti itu.

Ketiga, masih rendahnya pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga pendapatannya sudah habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kedua, melakukan efisiensi dalam penggunaan dana atau modal yang diperoleh dari kredit perbankan. Tentu bisa ditekan pengeluaran-pengeluaran tidak perlu yang diambil dari modal yang diperoleh dari kredit perbankan.

Misalnya untuk membangun gedung kantor mewah hanya untuk memberi kesan bahwa perusahaan sangat terpercaya (bonafide).

Bonafiditas perusahaan bisa dibangun dari kepercayaan konsumen dengan pelayanan yang baik dan tidak harus dengan memberi kesan mewah dengan pembangunan gedung pabrik atau kantor yang bagus.

Ketiga, dengan mempertinggi balikan investasi (Return On Investment). Gampangnya dengan kreatifitas bagaimana perusahaan bisa mempertinggi labanya sehingga persentase laba tersebut bisa lebih tinggi dari persentase bunga kredit bank tempat perusahaan mengambil kredit.

Banyak hal bisa dilakukan, misalnya dengan inovasi pada kemasan, pelayanan, maupun penganekaragaman produk serta mungkin dengan melakukan pembedaan harga produk (diffrensiasi harga produk).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com