Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nofi Candra
Politisi

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI 2014 - 2019

Tekanan Ekonomi Global dan Ancaman Inflasi

Kompas.com - 25/10/2023, 12:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POTENSI goncangan ekonomi global kian meninggi. Serangan Hamas ke Israel memanaskan situasi geopolitik di Timur Tengah dan mengirim sinyal "hawkish" kepada pergerakan harga minyak dunia.

Bahkan Presiden Jokowi ikut memberikan prediksinya bahwa harga minyak dunia berpotensi menembus level 150 dollar AS per barel.

Dari sisi moneter, The Fed atau Bank Sentral Amerika sudah sejak lama menebar ancaman kepada ekonomi dunia dengan kebijakan penaikan suku bunga Bank Sentral Amerika, yang selama ini telah terbukti melemahkan hampir semua mata uang di dunia, tak terkecuali rupiah.

Perpaduan tekanan dari kenaikan harga minyak dunia dan kenaikan suku bunga The Fed membuka peluang kebijakan tak populis di Indonesia.

Kenaikan harga minyak akan membuat pemerintah berhitung ulang atas harga jual BBM dalam negeri, lalu menghasilkan inflasi tinggi.

Sementara kenaikan suku bunga The Fed akan menekan rupiah, lalu memaksa Bank Indonesia untuk melakukan hal yang sama.

Terbukti, rupiah sudah nyaris menembus level Rp 16.000 per dollar AS dan suku bunga akhirnya naik ke level 6 persen.

Tentu tak terelakan, ancaman inflasi sudah di depan mata. Memang harga BBM belum disesuaikan. Namun, importir sudah mulai membayar barang yang mereka impor dengan harga dollar AS hari ini.

Artinya, semua barang yang diimpor akan menghasilkan harga jual yang disesuaikan dengan nilai tukar baru. Jadi inflasi akan tetap menghantui secara perlahan.

Inflasi tinggi akan berdampak pada pengeluaran dan daya beli masyarakat. Semakin tinggi inflasi, semakin besar nominal pengeluaran masyarakat yang dikeluarkan untuk volume atau jumlah barang yang sama.

Dalam bahasa ekonomi, jika Consumer Price Index (inflasi) naik terlalu tinggi dan dalam rentang waktu yang agak panjang, maka akan ikut menaikan Personal Consumer Expenditure Price Index (PCE-PI) atau menambah pengeluaran masyarakat untuk jumlah barang atau jasa yang sama.

Imbasnya, bagi masyarakat kelas menengah yang berpenghasilan tetap dengan kisaran upah minimum, kondisi tersebut akan mempersulit kehidupan sehari-hari mereka karena di sisi lain pendapatan mereka justru tidak naik atau bertambah.

Lebih jauh lagi, kondisi tersebut akan semakin memperburuk kehidupan masyarakat kelas bawah yang pendapatannya tidak pasti setiap bulan, apalagi segmen masyarakat yang benar-benar tidak bekerja sama sekali alias menganggur.

Kemudian, jika inflasi terlalu tinggi, masyarakat yang berada sedikit di atas garis kemiskinan (poverty line) akan terdorong turun ke bawah garis kemiskinan.

Dengan kata lain, inflasi yang terlalu tinggi bisa berimbas langsung pada peningkatan angka kemiskinan, baik secara nasional maupun di tingkat lokal.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com