Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Mengurangi Dampak Negatif Dominasi Bank Besar

Kompas.com - 26/10/2023, 10:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dominasi bank besar dalam sistem keuangan dan perbankan di Indonesia terkonfirmasi dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti diutarakan Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR (CNBC Indonesia, 3/2/2023).

Menurut data OJK, hanya ada empat bank besar yang modal intinya di atas Rp 70 triliun. Keempat bank tersebut adalah tiga bank BUMN dan satu bank swasta.

Data Statistik Keuangan Perbankan per September 2022, empat bank tersebut memiliki total aset Rp 5.199,06 triliun atau 49,57 persen total aset bank umum di Indonesia.

Terkonsentrasinya pelaku sektor keuangan hanya pada beberapa bank besar saja memang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kerentanan pada stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

Dasarnya adalah dalil dalam bidang stabilitas sistem keuangan, yaitu Too Big To Fail atau terlalu besar untuk gagal.

Maksudnya adalah jika pelaku sektor keuangan hanya terkonsentrasi pada beberapa pelaku besar, maka jika pelaku besar yang hanya segelintir itu mengalami kesulitan atau bahkan bangkrut, maka seluruh sistem keuangan akan mengalami kesulitan yang pada akhirnya akan berujung pada krisis keuangan.

Krisis keuangan jika tak segera diatasi akan menyebabkan krisis ekonomi. Jika tak segera bisa ditangani, krisis ekonomi akan menyebabkan krisis politik.

Dampak kurang menguntungkan dari dominasi empat bank besar tersebut juga berdampak pada deposan yang menyimpan uangnya di bank. Suku bunga simpanan bisa ditekan pada tingkat rendah. Sementara pada debitur, suku bunga pinjaman bisa ditetapkan tinggi.

Akibatnya keuntungan bersih bank dari selisih antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman atau dikenal dengan Net Interest Margin (NIM) bank di Indonesia sangat tinggi dibanding negara-negara ASEAN lain.

Berdasarkan data OJK, NIM perbankan di Indonesia data 2022 adalah 4,68 persen atau nomor dua setelah Kamboja (5,35 persen).

Untuk negara-negara ASEAN lain datanya: Filipina (3,56 persen), Vietnam (3,35 persen), Thailand (2,48 persen), Malaysia (1,96 persen), Singapura (1,21 persen), Myanmar (1,09 persen), dan Laos (0,77 persen).

Beberapa penyebab terkonsentrasinya pasar perbankan di Indonesia antara lain: modal besar yang dimiliki oleh tiga bank BUMN maupun satu bank swasta sehingga mampu menjalankan bisnis secara efisien.

Khusus untuk tiga bank BUMN besar mempunyai pasar yang pasti (captive market) karena kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, baik dalam hal mendapatkan dana, mendapatkan fee dari berbagai pembayaran, maupun untuk penyaluran kredit.

Faktor lain, manajemen yang makin profesional dalam pengelolaan usaha.

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan konsentrasi pasar perbankan hanya pada segelintir bank adalah kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan pada 2004. Kebijakan itu memang membatasi jumlah bank untuk masing-masing kategori.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com