Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendy Yuniarto
Dosen

Dosen Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia

Transformasi Budaya Kopi Tiongkok

Kompas.com - 01/12/2023, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAMA dua dekade terakhir, Tiongkok telah mengalami transformasi luar biasa dalam preferensi minumannya, dengan peningkatan mencolok dalam popularitas kopi di kalangan pemuda.

Pada 2022, Tiongkok mengimpor sekitar 108.000 ton biji kopi dari berbagai negara seperti Guatemala, Brasil, Etiopia, Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Kolombia.

Di Tiongkok, negara yang memiliki tradisi minum teh yang telah berlangsung selama ribuan tahun, kini diperkaya dengan daya tarik aromatik kopi, meluas ke perkotaan, dan menggugah selera generasi mudanya.

Apakah bagi pemuda Tiongkok, secangkir teh telah tergantikan oleh secangkir kopi? Pertanyaan ini bukan pertanyaan retorik jika kita menjelajahi lebih luas fenomena dan fakta-fakta terkait budaya minum kopi di Tiongkok.

Seiring dengan angka urbanisasi yang meningkat, industri dan pasar kopi di Tiongkok juga semakin meningkat.

Menurut laporan China Urban Coffee Development 2023, skala industri kopi Tiongkok pada 2022 adalah 27,83 miliar dollar AS (sekitar 197,25 miliar Yuan).

Menurut data Statista, jumlah gerai kopi di Tiongkok pada 2023 berjumlah 132.830, naik 17.000 gerai dibandingkan tahun 2022.

Dari jumlah tersebut, 8.500 gerai berada di kota Shanghai, melampaui jumlah gerai kopi di New York, London, dan Tokyo.

Saat ini jenis gerai kopi di Tiongkok semakin bermacam-macam dan unik. Tidak hanya sebatas kafe, namun kreativitas dan inovasi telah menghasilkan “gerai kopi + toko buku”, “gerai kopi + toko bunga”, dan mungkin akan muncul “gerai kopi + usaha lainnya”.

Perkembangan masuknya kopi di Tiongkok tidak terlepas dari perekonomian Tiongkok mulai mengglobal pada 1980-an dan 1990-an.

Bersamaan dengan ini datanglah pengaruh barat yang kuat, tetapi perkembangan westernisasi ternyata tidak memengaruhi kecepatan orang Tiongkok mengadopsi budaya kopi dan kafe.

Saat itu membeli kopi di kafe dipandang hanya dilakukan oleh kalangan elite masyarakat. Namun saat ini orang yang lahir antara 1981 sampai 1996 merupakan seperempat dari populasi Tiongkok, sebagai kelas menengah yang membelanjakan serta memiliki selera terhadap budaya barat.

Generasi milenial ini adalah kekuatan pendorong konsumsi kopi di Tiongkok. Faktor lain yang juga berperan penting adalah anak muda yang telah kembali dari kuliah di luar negeri membawa kebiasaan minum kopi.

Saat ini kopi di Tiongkok semakin tidak terlihat sebagai minuman mewah, namun harga secangkir kopi di berbagai kafe di Tiongkok dapat lebih tinggi dibandingkan di negara-negara Eropa.

Gerai kopi di Tiongkok semula didominasi oleh waralaba barat, seperti Starbuck yang membuka gerai pertamanya di Beijing pada 1999.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com