Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cadangan Batu Bara RI Besar, Ini Peran Strategisnya untuk Transisi Energi di RI

Kompas.com - 19/12/2023, 13:38 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Cadangan batu bara di Indonesia masih sangat besar, berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, sumber daya batu bara Indonesia masih 99,19 miliar ton dan cadangan sebesar 35,02 miliar ton.

Jika produksi batu bara Indonesia diasumsikan 700 juta ton per tahun, maka cadangan batu bara baru Indonesia diproyeksi akan habis 47-50 tahun ke depan.

Kemudian, jika batu bara RI dipakai sendiri untuk kebutuhan dalam negeri dengan estimasi 200 jutaan ton per tahun, plus dengan kalkulasi tren peningkatan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV), maka umur cadangan batu bara Indonesia bisa sampai 150 tahun.

Dengan demikian, "umur" batu bara Ri masih panjang, bahkan diproyeksi masih ada walau target dekarbonisasi atau target nol emisi (Net Zero Emission/NZE) 2060 tercapai.

"Kalau kita melihat 2060 NZE, berarti saat itu masih ada batu bara yang banyak. Nah ini mau diapakan?” ulas Ezra Leonard Sibarani, Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA) dalam sarasehan bertajuk “Peran Strategis Batu Bara dalam Transisi Energi” di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Baca juga: PLN Bakal Terapkan Teknologi Penyimpanan Karbon pada 19 PLTU Batu Bara

Untuk itu, Ezra memberikan sejumlah saran pemanfaatan batu bara RI, usai NZE 2060. Pertama, untuk "jembatan" transisi energi lantaran biaya transisi energi sangat mahal.

Ezra mengungkapkan saat ini tentangan dalam transisi energi menuju pemanfaatan energi baru terbarukan adalah biaya yang dibutuhkan sangat besar, mencapai Rp 3.500 triliun.

Kebutuhan dana yang besar untuk mencapai target dekarbonisasi atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060 salah satunya untuk memensiunkan banyak pembangkit listrik bertenaga batu bara.

Padahal, menurut Ezra, pembangkit bisa tetap dioperasikan dengan menggunakan teknologi baru yang lebih ramah lingkungan. “Dengan masih adanya batu bara dan biaya yang mahal untuk transisi energi, kenapa tidak tetap memanfaatkan batu bara,” kata dia.

Kedua, karena potensi batu bara yang besar, IMA merekomendasikan untuk mempertimbangkan apakah bisa menggunakan batu bara lebih dari 2060.

Hal itu karena batu bara mempunyai peran penting, biaya transisi energi dengan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) sangat besar.

Oleh sebab itu, menurut Ezra, pemerintah perlu mempertimbangkan program jangka pendek dan panjang untuk penggunaan batu bara di PLTU secara bersih sambil mempertimbangkan pembiayaan EBTKE secara bertahap.

“Jadi konsepnya 'clean coal'. Kalau bisa pemerintah bisa pertimbangkan hal ini jadi yang dikurangi emisinya. Jadi jangan sampai memberatkan keuangan negara juga jangan terlalu cepat transisi sehingga apa yang kita punya bisa dipakai secara maksimal,” kata Ezra.

Baca juga: Di COP 28 Dubai, Bos MedcoEnergi Ungkap Mulai Nonaktifkan Bisnis Batu Bara

 

Peran batu bara penting di masa transisi energi

Menambahkan Ezra, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Lana Sari mengakui peranan batu bara makin penting karena pemanfaatan energi terbarukan di masa transisi energi saat ini baru sekitar 2 persen dari potensi yang ada.

Menurut Lana, batu bara saat ini masih dominan 42,4 persen, diikuti BBM 31,4 persen dan gas serta EBT. "Jadi masih menjadi sumber energi utama, karena potensi batu bara masih sangat besar dibanding sumber energi lainnya,” ungkapnya.

Pada 2023, target produksi batu bara nasional mencapai 694,5 juta ton. Produksi tersebut ditujukan untuk DMO 176,8 juta ton dan ekspor 517,7 juta ton.

“Untuk produksi sampai November mencapai 710,75 juta ton batu bara. Dengan asumsi produksi rata-rata per bulan 64,6 juta ton, hingga akhir tahun diproyeksi sebesar 775,17 juta ton atau 111 perse. dari target tahun 2023,” kata Lana.

Ia menambahkan, sebagian besar cadangan batu bara Indonesia memiliki kalori sedang (5.100-6.100 kal/g) yakni 54 persen dan kalori rendah <5.100 kal/g) 34 persen.

Lana bilang, batu bara saat ini tidak hanya sebagai penopang sumber energi nasional, kontribusi batu bara bagi penerimaan negara juga cukup besar. Melalui royalti terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kontribusi batu bara tercatat menjadi yang terbesar dibanding komoditas mineral dan batu bara lainnya, seperti emas dan tembaga.

“Hingga 11 Desember 2023, PNBP dari royalti batu bara mencapai Rp 94,59 triliun melampaui target dalam PNBP 2023 sebesar Rp 84,26 triliun,” kata Lana.

Baca juga: Para Pemain Batu Bara dan Migas Dunia Ramai-Ramai Datangi COP28

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com