Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

"Emerging Market" dengan Gejolak Global Masa Kini

Kompas.com - 15/01/2024, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dari sudut pandang ini, risiko yang paling kecil adalah penanaman modal asing. Begitu investor asing melakukan investasinya, maka investasi tersebut sedikit banyak akan tertangkap.

Bagaimanapun juga, investasi tersebut tidak likuid. Bahkan jika perusahaan tersebut dapat dilikuidasi pada saat krisis, perusahaan mungkin akan dilikuidasi dengan harga yang jauh lebih rendah dan dalam mata uang domestik.

Dengan demikian, paling tidak, investor asing akan menanggung kerugian yang diderita negara penerima jika terjadi krisis seperti itu.

Bentuk keuangan yang paling tidak berisiko ke-dua adalah ekuitas portofolio. Meskipun investasi semacam ini pada umumnya jauh lebih likuid dibandingkan penanaman modal asing (FDI), investasi ini memiliki karakteristik lain yang sama: ketika terjadi krisis, investor secara otomatis ikut menanggung kerugian, baik karena pasar saham maupun (biasanya) nilai tukar anjlok.

Bentuk pendanaan ketiga yang paling tidak berisiko, dari sudut pandang negara penerima, adalah obligasi dalam mata uang domestik dengan jangka waktu relatif lama.

Meskipun sebagian besar obligasi memiliki kupon nominal tetap, nilai obligasi ditetapkan dalam mata uang domestik, bukan mata uang asing.

Keuntungan besar dari obligasi tersebut adalah menghilangkan konsekuensi buruk dari ketidaksesuaian mata uang ketika mata uang terpaksa mengalami devaluasi.

Perbedaan besar antara krisis mata uang di negara berpendapatan tinggi dan krisis mata uang di sebagian besar negara berkembang adalah adanya ketidaksesuaian mata uang di negara berpendapatan tinggi.

Jika suatu negara dengan kewajiban mata uang asing bruto yang besar melakukan devaluasi, maka beban utangnya akan melonjak seketika.

Jika banyak perusahaan swasta non-keuangan atau bank mempunyai kewajiban seperti itu, kemungkinan besar mereka juga akan mengalami kebangkrutan massal, seperti yang terjadi pada krisis keuangan Asia.

Bahaya ini terbatas hanya jika negara atau perusahaan tersebut mampu mencocokkan kewajiban mata uang asingnya dengan aset mata uang asing, atau setidaknya jika mereka memiliki pendapatan mata uang asing yang sangat besar.

Jadi jika suatu negara ingin membiayai dirinya sendiri di luar negeri, maka negara tersebut harus melakukannya melalui ekuitas atau obligasi dalam mata uang domestik.

Utang mata uang asing dan utang mata uang asing jangka pendek sangatlah berbahaya, mengingat risiko dari serangan tiba-tiba dari likuiditas pasar itu sangat berbahaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisa Picu Inflasi, Pemerintah Wanti-wanti Kenaikan Tarif Tiket Kereta Api dan Bis

Bisa Picu Inflasi, Pemerintah Wanti-wanti Kenaikan Tarif Tiket Kereta Api dan Bis

Whats New
IHSG Merah di Awal Sesi, Rupiah Melemah

IHSG Merah di Awal Sesi, Rupiah Melemah

Whats New
Harga Emas Terbaru 13 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 13 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Kasus Korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Nasib Petani Gurem

Kasus Korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Nasib Petani Gurem

Whats New
Rincian Harga Emas Antam Senin 13 Mei 2024

Rincian Harga Emas Antam Senin 13 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Senin 13 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Senin 13 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Berjejaring dan Berkomunitas, Kiat Sukses Sipetek dan Super Roti agar UMKM Go Global

Berjejaring dan Berkomunitas, Kiat Sukses Sipetek dan Super Roti agar UMKM Go Global

Whats New
Pajak Inflasi dalam Kolapsnya Mata Uang Zimbabwe

Pajak Inflasi dalam Kolapsnya Mata Uang Zimbabwe

Whats New
Lowongan Kerja Nakhoda Kapal Pelni, Usia Maksimal 58 Tahun

Lowongan Kerja Nakhoda Kapal Pelni, Usia Maksimal 58 Tahun

Work Smart
IHSG Diprediksi Melemah Hari Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Melemah Hari Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Simak, 4 Instrumen untuk Maksimalkan Tabungan dari Gaji Bulanan

Simak, 4 Instrumen untuk Maksimalkan Tabungan dari Gaji Bulanan

Earn Smart
'Face Recognition' Kian Banyak Diadopsi Perusahaan untuk Presensi Pegawai

"Face Recognition" Kian Banyak Diadopsi Perusahaan untuk Presensi Pegawai

Work Smart
Bea Cukai Pastikan Pengiriman Jenazah dari Luar Negeri Tidak Dikenakan Bea Masuk

Bea Cukai Pastikan Pengiriman Jenazah dari Luar Negeri Tidak Dikenakan Bea Masuk

Whats New
'Startup' Gapai Dapat Pendanaan Awal Rp 16 Miliar, Ingin Bantu Pekerja RI Berkarier di Kancah Global

"Startup" Gapai Dapat Pendanaan Awal Rp 16 Miliar, Ingin Bantu Pekerja RI Berkarier di Kancah Global

Work Smart
[POPULER MONEY] Kementerian BUMN Bakal Terapkan Sistem Kerja 4 Hari Seminggu | Harga Cabai Rawit Merah Naik

[POPULER MONEY] Kementerian BUMN Bakal Terapkan Sistem Kerja 4 Hari Seminggu | Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com