Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Menyelesaikan Pemadanan NIK dan NPWP

Kompas.com - 15/01/2024, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 19 Juli 2022, pada perayaan Hari Pajak nasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadirkan inovasi besar dalam sistem perpajakan: integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pekan sebelumnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022 telah diterbitkan lebih dahulu sebagai dasar pemadanan data kependudukan dan perpajakan.

Namun, satu setengah tahun berlalu, program tersebut belum kunjung usai. Pada 8 Desember 2023, peraturan itu diubah melalui PMK No. 136 Tahun 2022. Salah satu muatannya menunda implementasi penuh NIK sebagai NPWP hingga Juli 2024, dari rencana awal pada Januari 2024.

Ada sejumlah alasan mengapa penundaan ini terjadi. Penerapan penuh NIK sebagai NPWP direncanakan terlaksana bersamaan dengan peluncuran sistem perpajakan baru, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers APBN November 2023 (Kompas.com, 24/11/2023).

Saat ini, sistem baru tersebut masih terus dikembangkan dan ditargetkan berlaku pada pertengahan 2024. Akibatnya, implementasi NIK menjadi NPWP ikut ditunda.

Selain itu, masih terdapat banyak NIK dan NPWP yang hingga kini belum dipadankan. Per 2 Januari 2024, baru 59,88 juta dari 72,46 juta orang wajib pajak yang telah melakukan pemadanan, dengan 55,92 juta di antaranya dipadankan langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Terdapat 12,5 juta orang yang belum melakukan pemadanan. Jadwal efektif NIK sebagai NPWP ditunda untuk memperpanjang batas akhir pemadanan hingga 30 Juni mendatang.

Tambahan waktu ini memberikan kesempatan bagi individu yang belum menyelesaikan pemadanan. Berbagai saluran layanan Direktorat Jenderal Pajak tersedia untuk memudahkan pemenuhan kewajiban tersebut.

Pemadanan secara mandiri dapat dilakukan melalui akun perpajakan masing-masing. Wajib pajak dapat mengecek status validasi data sebelum atau sesudah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi yang kini juga telah memasuki masa pelaporan.

Langkahnya cukup sederhana. Masuk ke laman DJP Online dengan menggunakan NPWP dan kata sandi akun pajak masing-masing. Selanjutnya, klik bagian tab Profil yang akan menampilkan status validitas data utama.

Wajib pajak yang statusnya belum valid dan perlu dimutakhirkan dapat melakukan validasi dengan mengisi data NIK, nama, tempat dan tanggal lahir sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada formulir isian yang tertera.

Apabila membutuhkan bantuan, wajib pajak dapat menghubungi nomor layanan Kring Pajak di 1500200 atau datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.

Pemadanan ini ditujukan agar masyarakat dapat merasakan manfaat penuh dari penyatuan nomor kependudukan dan perpajakan pada bulan Juli mendatang. Manfaat ini tidak hanya terbatas pada keperluan masuk ke aplikasi perpajakan.

Ke depannya, masyarakat direncanakan dapat memanfaatkan NIK sebagai pengganti NPWP dalam transaksi dengan pihak lain, seperti perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan lainnya.

Bagi pemberi kerja, integrasi ini juga memberikan kemudahan karena tidak lagi harus melakukan pendataan NPWP pegawai. NIK dapat digunakan langsung untuk keperluan pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan karyawan.

Kebijakan terpadu seperti ini sejatinya bukanlah hal baru. Di sejumlah negara dengan sistem birokrasi yang lebih sederhana, praktik serupa telah berlangsung sejak lama.

Misalnya, di Amerika Serikat, Nomor Jaminan Sosial yang merupakan nomor identifikasi nasional juga digunakan untuk keperluan perpajakan.

Demikian pula di Swedia, Kanada, dan Jepang yang menyatukan nomor perlindungan sosial dan perpajakan bagi warganya.

Penyatuan NIK sebagai NPWP merupakan langkah besar dalam upaya menyederhanakan sistem administrasi perpajakan nasional.

Masyarakat dihimbau untuk tidak khawatir akan timbulnya kewajiban pajak tambahan, karena penetapan wajib pajak didasarkan pada kriteria subjektif dan objektif yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Orang pribadi diwajibkan mendaftar sebagai wajib pajak hanya jika menjalankan usaha dan pekerjaan bebas, atau memperoleh penghasilan dari hubungan kerja yang nilainya di atas batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Artinya, tidak semua pemegang KTP diharuskan menjadi wajib pajak.

Oleh karena itu, mari manfaatkan perpanjangan waktu ini untuk memadankan NIK dan NPWP. Dengan demikian, implementasi sistem perpajakan baru dapat berjalan tanpa hambatan pada bulan Juli mendatang, menciptakan proses administrasi birokrasi yang lebih sederhana bagi kita semua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com