"Kami tolak pasal-pasal RPP Kesehatan terkait zat adiktif yang di dalamnya mengatur rokok dan tembakau," ujarnya.
Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) juga memberikan beberapa catatan terhadap RPP Kesehatan. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Akrindo Anang Zunaedi mengaku kecewa karena pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RPP Kesehatan mengarah pada berbagai pelarangan terkait produk tembakau.
Anang mengkhawatirkan berbagai ketentuan dalam RPP Kesehatan yang dapat mematikan usaha pedagang kecil, seperti larangan menjual rokok secara eceran, pemajangan produk tembakau, serta larangan menjual produk tembakau melalui platform digital.
Terlebih, produk tembakau merupakan salah satu produk tumpuan perputaran ekonomi pedagang kecil, ultramikro, serta pedagang tradisional.
“Rokok adalah produk legal, tapi pengaturannya sangat tidak adil dan diskriminatif. Kami, pedagang kecil, seolah diposisikan menjual barang terlarang," aku Anang.
Anang berharap, pemerintah dapat melibatkan elemen pedagang dalam penyusunan RPP Kesehatan. Pasalnya, berbagai larangan terkait produk tembakau dalam RPP Kesehatan sangat kontradiktif dengan perjuangan pedagang kecil dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk maju dan berkembang.
Baca juga: Ancaman Dampak Kerugian Negara dan PHK Massal Jika Pasal Tembakau pada RPP Kesehatan Disahkan
Selain itu, 84 persen pedagang merasakan penjualan produk tembakau. Produk ini berkontribusi signifikan, yaitu lebih dari 50 persen dari total penjualan barang pedagang eceran.
"Harap dicatat, penjualan rokok eceran merupakan salah satu komoditas yang perputarannya cepat untuk pemasukan toko. Hal ini turut mendorong sirkulasi penjualan barang lain, seperti makanan dan minuman," paparnya.
Anang juga menyoroti larangan pemajangan produk tembakau pada RPP Kesehatan. Menurutnya, larangan ini sangat memukul para pelaku UMKM.
"Bagaimana kami bisa melakukan penjualan jika dilarang memajang produk? Bagaimana bisa kami berkomunikasi dengan konsumen jika dilarang mencantumkan informasi terkait produk?” ujar Anang.
Anang berharap, pemerintah lebih peka terhadap realita di lapangan. Menurutnya, para pedagang kecil, ultramikro, serta kelontong (tradisional) berupaya sekuat tenaga untuk bisa terus bertahan dan berdaya saing. Namun, peraturan yang ada justru tidak melindungi mereka.
“Ketika negara belum mampu menyediakan lapangan kerja formal, sektor usaha ini mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan. Sangat banyak tekanan dan tantangan yang dibebankan kepada sumber mata pencaharian anggota kami," ucapnya.
Sebagai informasi, Akrindo adalah wadah gerakan koperasi di bidang usaha ritel. Saat ini, Akrindo menaungi 900 koperasi ritel dan 1.050 toko tradisional di Indonesia, terutama di Jawa Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.