JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang bangkrut dan dicabut izin usahanya belakangan menandakan proses penyehatan lembaga keuangan ini tengah berlangsung.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, BPR bangkrut dan tutup memang terindikasi memiliki sejumlah masalah serius.
OJK juga melakukan sederet penyehatan BPR yang melingkupi perubahan aturan, perubahan pengawasan, perubahan sistem pelaporan, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Baca juga: OJK Cabut Izin Usaha BPR Bank Purworejo
Di sisi lain, OJK memang berharap jumlah BPR dapat lebih ramping. Untuk itu, regulator menerapkan single present policy. Artinya, satu orang hanya boleh memiliki satu BPR.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, ketika semula satu orang dapat memiliki 10 BPR, dengan aturan tersebut semua bank itu harus menjadi satu.
"Jadi kalau sekarang punya 10 BPR harus digabung jadi 9 sisanya jadi kantor cabang. Nah itu dalam konteks konsolidasi kalau kepemilikan sama," kata dia usai acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024, Selasa (20/2/2024).
Ia menambahkan, sampai akhir tahun ini BPR juga harus mampu memenuhi ketentuan modal minimum Rp 6 miliar. BPR yang tidak mampu memenuhi ketentuan tersebut dapat melakukan merger.
Baca juga: Menimbang Kekuatan BPR untuk Melantai di Bursa Efek
"Tapi kalau BPR itu sudah mendasar persoalannya, apalagi kalau sudah dengan penipuan dan fraud tentu ini kita harus akhir tidak bisa membiarkan BPR ada di situ," imbuh dia.
Dian khawatir, hal tersebut justru akan mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap industri BPR secara umum. Padahal, industri BPR terus mengalami pertumbuhan bisnis.
Dengan begitu, ia tak menampik kemungkinan jumlah BPT yang tutup tahun ini akan lebih banyak dari sebelumnya.
Baca juga: BPR Bank Purworejo Bangkrut, LPS Bakal Bayar Jaminan Simpanan Nasabah
Hal tersebut tentu akan menumbuhkan kepercayaan di masyarakat terhadap industri BPR.
"Masyarakat butuh akses keuangan kredibel dan dipercaya, sehingga semua orang berurusan dengan BPR percaya diri tidak takut uangnya digelapkan. Jadi ini alasannya memang penyehatan BPR dilakukan secara sistematis," ujar dia.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengakui, sepajang tahun ini sudah banyak BPR yang ditutup.
Ia juga menyampaikan, rata-rata BPR yang tutup itu berkisar antara 6-7 entitas setiap tahunnya.
Baca juga: OJK Cabut Izin Usaha 2 BPR di Sidoarjo dan Solo
"Saya tidak berdoa dan mengharapkan (BPR bangkrut), tapi kalau begitu dikasih ke kami dalam 2-3 minggu, 50 persen dana masyarakat sudah balik. Jadi masyarakat tidak perlu takut," terang dia.
Purbaya menjelaskan, saat ini LPS memiliki aset senilai Rp 214 triliun.
Sebagai informasi, sepanjang tahun ini OJK telah mencabut izin 5 BPR, yakni BPR Usaha Madani Karya Mulia di Surakarta, BPR Wijaya Kusuma di Madiun, BPRS Mojo Artho di Mojokerto, BPR Bank Pasar Bhakti di Sidoarjo, dan teranyar BPR Bank Purworejo di Jawa Tengah.
Pada 2023, OJK telah mencabut izin usaha 4 BPR lain yakni BPR Bagong Inti Marga (BIM) di Jawa Timur, Perumda BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) di Jawa Barat, BPR Indotama UKM Sulawesi, dan BPR Persada Guna di Jawa Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.