Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Elda Herinda Br Tobing
PNS

Fungsional Statistisi Pertama

Kepuasan Hidup Masyarakat Era Jokowi Membayangi Prabowo

Kompas.com - 13/03/2024, 14:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEPUASAN hidup masyarakat Indonesia secara umum meningkat sepanjang pemerintahan Jokowi sejak 2014.

Meski ekonomi makro sempat mengalami gejolak ekonomi dan menghadapi pandemi, namun persepsi masyarakat tentang kepuasan pada capaian hidupnya tetap meningkat tinggi, sekalipun di puncaknya pandemi Covid-19.

Tahun ini, hasil sementara rekapitulasi suara menunjukkan estafet kepemimpinan kepada Prabowo Subianto. Kepuasan apa saja yang perlu ditingkatkan oleh pemerintah berikutnya?

Kepuasan masyarakat

Saat ini, kesejahteraan masyarakat di Indonesia tidak hanya dapat diukur melalui indikator objektif seperti kemakmuran material (welfare), tetapi juga indikator subjektif seperti kepuasan hidup.

BPS menghitung kesejahteraan subjektif (subjective well-being) menggunakan terminologi Indeks Kebahagiaan sejak 2014. Indeks ini mencakup tiga dimensi, yakni dimensi kepuasan hidup (personal dan sosial), dimensi perasaan, dan dimensi makna hidup.

Kepuasan hidup masyarakat meningkat signifikan pada masa pemerintahan Jokowi. Sebagai gambaran, pada Publikasi Statistik Kebahagiaan menunjukkan peningkatan sebesar 6,88 poin dari 68,28 pada 2014 menjadi 75,16 pada 2021.

Bahkan, angka kepuasan hidup masyarakat tahun 2021 lebih tinggi dari 2017, yaitu sebesar 69,51. Padahal, tahun 2021 merupakan puncaknya pandemi.

Secara detail, kepuasan masyarakat yang berkaitan langsung dengan kesejahteraannya menjadi indikator terendah.

Sebagai gambaran, BPS mencatat kepuasan tertinggi adalah kepuasan terhadap keharmonisan keluarga, yaitu sebesar 82,56, diikuti kepuasan terhadap keadaan lingkungan sebesar 81,56.

Selanjutnya, kepuasan terhadap kondisi keamanan sebesar 81,20, diikuti kepuasan terhadap hubungan sosial di lingkungan sebesar 79,10.

Kemudian, kepuasan terhadap kesehatan sebesar 76,28 dan kepuasan terhadap ketersediaan waktu luang sebesar 75,87.

Lebih rendah, kepuasan terhadap rumah dan fasilitas rumah sebesar 73,64. Paling rendah terdapat kepuasan terhadap pekerjaan/usaha/kegiatan utama sebesar 72,37, kepuasan terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 66,76, dan terakhir kepuasan terhadap pendidikan dan keterampilan sebesar 62,79.

Rendahnya kepuasan pada pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan/keterampilan ini sejalan dengan hasil survei berkala Kompas periode Agustus 2023 (Kompas.id, 23/08/2023).

Tingkat kepuasan pada upaya pemerintah menciptakan lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran sebesar 46,3 persen.

Angka ini merupakan angka yang paling rendah pada indikator ekonomi. Selisih satu persen lebih tinggi, yaitu sebanyak 47,2 persen, responden mengaku tidak puas.

Walaupun persentase ketidakpuasan lebih besar, tetapi tingkat kepuasan terhadap upaya pemerintah menyediakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran meningkat dibandingkan Januari dan Mei 2023 (Kompas.id, 22/05/2023).

Hal ini sejalan dengan penurunan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang dirilis BPS Agustus 2023 yang mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya.

Menariknya, provinsi dengan tingkat kepuasan hidup yang rendah mendominasi kemenangan Prabowo pada pemilu 2019 saat melawan Jokowi.

Sebagai gambaran, pada 2021, provinsi dengan tingkat kepuasan hidup masyarakat terendah, yaitu di Banten, sebesar 72,61, Bengkulu sebesar 72,83, Nusa Tenggara Barat sebesar 73,93, dan Jawa Barat sebesar 74,17.

Sama halnya dengan Indonesia, organisasi ekonomi internasional atau OECD juga menghitung kepuasan hidup negara-negara anggotanya dengan terminologi “better life index”.

Angka ini memungkinkan kepuasan hidup antaranggota dapat dibandingkan. Indonesia sudah dalam pembahasan untuk menjadi anggota OECD, sehingga pemerintah perlu menyiapkan keterbandingan ukuran makro terkait kepuasan hidup.

Dengan rendahnya tingkat kepuasan pada pekerjaan, pendapatan, serta pendidikan dan keterampilan, apakah ada hubungan antara upaya pemerintah dalam menurunkan kemiskinan dan pengangguran terhadap kepuasan masyarakat?

Paradoks kesejahteraan

Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang semakin rendah diharapkan sejalan dengan peningkatan kepuasan hidup masyarakat.

Tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 11,25 (Maret 2014) menjadi 9,36 (Maret 2023), walaupun di antara dua periode tersebut sempat terjadi kenaikan disebabkan oleh pandemi dan pemulihan pascapandemi.

Sementara itu, BPS mencatat penurunan sebesar 0,62 persen poin dari 5,94 pada 2014 menjadi 5,32 pada 2023.

Namun, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Pada 2021, BPS mencatat ada provinsi dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, tetapi kepuasan hidupnya juga tinggi seperti Maluku Utara. Tingkat kemiskinan Maluku Utara sebesar 6,89 (urutan ke-10) dan TPT sebesar 5,06 (urutan ke-17).

Sebaliknya, ada provinsi dengan tingkat kemiskinan dan TPT rendah, namun memiliki tingkat kepuasan hidup di urutan ke-24 dari 34 provinsi, yaitu Provinsi Bali. Kepuasan hidup Bali lebih rendah dari kepuasan hidup nasional.

Berbeda dengan Provinsi Sulawesi Barat yang memiliki TPT terendah, tetapi memiliki kepuasan hidup cukup tinggi di urutan ke-11 dari 34 provinsi.

Kedepannya, pemerintah yang baru perlu mengupayakan bagaimana pembangunan yang ada sejalan dengan kepuasan hidup masyarakat.

Upaya pemerintah

Pemerintah saat ini telah mengupayakan banyak hal. Mulai dari menurunkan kemiskinan serta pengangguran melalui bantuan sosial dan hilirisasi.

Skema intervensi perlindungan sosial yang masif dilaksanakan saat ini adalah melalui pemberian bantuan sosial (Bansos).

Hal ini dimaksudkan untuk memperkokoh kesejahteraan penduduk miskin dan rentan dari guncangan pandemi, gejolak ekonomi, El Nino, hingga anomali cuaca yang terjadi agar kelompok rentan masih mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Intervensi ini diharapkan dapat mencapai target RPJMN 2020-2024 untuk angka kemiskinan nasional sebesar 6,5 sampai 7,5 persen karena angka kemiskinan 2023 masih sebesar 9,36.

Tidak hanya melalui bantuan sosial, pembukaan lapangan kerja yang luas diperlukan agar laju kemiskinan bisa ditekan.

Perlu perluasan hilirisasi selain nikel untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas lagi. Proses hilirisasi telah terbukti meningkatkan perekonomian dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dalam negeri.

Catatan Kementerian Investasi menyatakan, pada triwulan III tahun 2023, realisasi investasi meningkat sebanyak 7 persen dan menyerap tenaga kerja sebanyak 516.467.

Namun, investasi saat ini bersifat padat modal, bukan padat karya. Oleh karena itu, perlu keseimbangan antara realisasi investasi dengan penyerapan tenaga kerja.

Kepuasan hidup masyarakat pada masa pemerintahan Jokowi memang membaik. Namun, penurunan kemiskinan dan pengangguran belum mampu membuktikan bahwa kepuasan masyarakat terhadap pekerjaan, pendapatan, serta pendidikan dan keterampilan lebih baik.

Sehingga ada dua pekerjaan rumah sekaligus yang menanti Prabowo, yaitu bagaimana pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bagaimana hal tersebut sejalan dengan peningkatan kepuasan di provinsi yang rata-rata kepuasan hidup masyarakatnya rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com