Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Wajah Kenaikan Harga Beras

Kompas.com - 22/03/2024, 05:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mayoritas dari mereka yang miskin di perdesaan berprofesi sebagai petani gurem. Alih-alih mengadopsi sistem tanam modern, mereka lebih terbiasa mengelola lahan secara subsisten dengan memproduksi hasil panen dalam skala kecil dan menggunakan metode tradisional serta kepemilikan sumber daya terbatas.

Sebagian besar dari mereka masih mengandalkan pengetahuan tentang pertanian secara turun temurun dalam hal pemanfaatan tanah, penggunaan alat pertanian yang sederhana seperti cangkul, serta mengerahkan tenaga kerja berbasis keluarga yang secara biaya jauh lebih murah.

Selain itu, komoditas padi-padian merupakan komoditas dengan proporsi terbesar ke tiga pada total pengeluaran makanan penduduk di perdesaan.

Masih merujuk pada laporan BPS, proporsi pengeluaran penduduk perdesaan untuk komoditas padi-padian mencapai 13,94 persen dari total pengeluaran makanan mereka.

Bandingkan dengan penduduk di perkotaan yang hanya sebesar 9,69 persen dari total pengeluaran makanan mereka.

Dari nilai rupiah yang harus dikeluarkan, penduduk di perdesaan memiliki nilai rata-rata pengeluaran per kapita/bulan untuk komoditas padi-padian yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk di perkotaan.

Nilai ini pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp 87.969 per kapita/bulan di perdesaan. Sementara di perkotaan hanya sebesar Rp 74.514 per kapita/bulan.

Bahkan secara series jika dibandingkan kondisi dalam 5 tahun terakhir, angka ini terus mengalami peningkatan. Pada Maret 2019, tercatat sebesar Rp 72.142 per kapita/bulan di perdesaan. Sementara di perkotaan hanya sebesar Rp 59.291 per kapita/bulan.

Apabila tidak dibarengi dengan peningkatan rata-rata pendapatan, maka penduduk di perdesaan harus mampu berstrategi untuk dapat membeli beras. Antara lain dengan mengurangi kualitas beras yang dikonsumsi atau harus dengan mengurangi/mengorbankan alokasi belanja lainnya agar mampu membeli beras.

Tak berhenti sampai di situ, jika dikaitkan dampak kenaikan harga beras dengan kemiskinan, maka potensi kenaikan nominal garis kemiskinan lebih tinggi terjadi di perdesaan dibandingkan dengan perkotaan.

Mengutip dari Berita Resmi Statistik Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2023 yang dirilis BPS, secara nasional, nilai kontribusi komoditas beras pada penyusunan nominal garis kemiskinan di perdesaan lebih besar jika dibandingkan dengan perkotaan.

Beras menyumbang sebesar 23,73 persen di perdesaan, sementara di perkotaan sebesar 19,35 persen.

Besarnya nilai sumbangan komoditas beras dalam penyusunan nominal garis kemiskinan pun bervariasi antarprovinsi.

Sebagai contoh di Provinsi Nusa Tenggara Timur, komoditas beras menyumbang 35,82 persen pada garis kemiskinan di perdesaan.

Angka tersebut jauh di atas rata-rata nasional sebesar 23,73 persen. Selain itu ,angka ini juga lebih tinggi jika dibandingkan perkotaan sebesar 28,52 persen.

Contoh provinsi lain Jawa Barat. Komoditas beras menyumbang sebesar 24,93 persen pada garis kemiskinan di perdesaan. Sementara di perkotaan sebesar 21,47 persen.

Perbedaan besaran nilai sumbangan komoditas beras dalam penyusunan nominal garis kemiskinan dapat dipandang sebagai early warning system pemerintah daerah utamanya terhadap perkiraan seberapa besar dampak kenaikan harga beras ini nanti pada angka kemiskinan di wilayahnya.

Peliknya masalah harga beras kemungkinan dapat terulang di masa depan. Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan yang bersifat temporer.

Diperlukan kebijakan adaptif, bahkan berkelanjutan dengan memahami bukan hanya biang kerok apa penyebab keniakan harga beras, namun juga dengan dilengkapi siapa saja yang terdampak sampai dengan di wilayah mana saja mereka berada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com