Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Udin Suchaini
ASN di Badan Pusat Statistik

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Takjil: Memacu Pendapatan Tambahan dari Usaha Sampingan

Kompas.com - 03/04/2024, 16:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Meskipun realitanya, pekerjaan sampingan mampu mengamankan pengeluaran keluarga dari pendapatan yang tak seimbang dengan pengeluaran sehari-hari. Sementara bagi keluarga yang berkecukupan tentu mampu meningkatkan kesejahteraan.

Sayangnya, penduduk yang memiliki usaha sampingan ada di kantong kemiskinan. Pekerja di daerah perdesaan yang memiliki pekerjaan sampingan sebanyak 21,6 persen, sementara di perkotaan hanya 10,2 persen. Perdesaan dominan dengan sebagian besar penduduk yang bekerja di sektor pertanian.

Ada beberapa hal yang memotivasi seseorang dalam mencari pekerjaan sampingan. Adanya dorongan peningkatan kesejahteraan pada penduduk yang telah menikah memiliki probabilitas lebih besar untuk memiliki pekerjaan tambahan karena peningkatan beban rumah tangga.

Sebagai gambaran dari catatan BPS, penduduk yang telah menikah dan memiliki pekerjaan sampingan sebanyak 17,6 persen, sementara yang belum menikah hanya 7,8 persen dan yang berstatus cerai sebanyak 14,4 persen.

Sebagian pekerja juga mengalami ketidakcukupan pendapatan. Mengingat, pada sektor pertanian sebanyak 24,1 persen pekerja memiliki pekerjaan sampingan, sementara pada sektor manufaktur hanya sebanyak 11 persen dan sektor jasa 12,1 persen. Sebagian lagi mengalami ketidakpastian pendapatan.

Di antaranya peran buruh lepas dan pekerja keluarga cukup dominan di sektor pertanian. Persentase pekerja informal yang memiliki pekerjaan sampingan sebanyak 18,1 persen lebih tinggi dari pekerja formal hanya sebanyak 11,5 persen.

Sehingga, tak heran jika peningkatan permintaan menu buka puasa berdampak pada menjamurnya penjual takjil di sepanjang jalan hingga masuk ke gang-gang perumahan.

Takjil

Tahun ini, takjil tak hanya tentang permintaan konsumsi makanan untuk berbuka, namun perang takjil telah menjadi fenomena menarik, karena penikmatnya tidak hanya umat Muslim. Dampaknya, perputaran uang meningkat drastis.

Tahun lalu saja, mayoritas orang mengeluarkan uang tidak kurang dari Rp 20.000 untuk membeli takjil.

Hasil survei Kurious dari Katadata Insight Center (KIC) yang dilaksanakan Maret 2023, menunjukkan mayoritas responden atau 46,7 persen total responden mengeluarkan uang Rp 20.000 – Rp 40.000 untuk membeli takjil.

Sementara, di bawah Rp 20.000 (25,2 persen) dan Rp 40.000 - Rp 60.000 (17,5 persen). Responden yang menggelontorkan biaya membeli takjil di atas Rp 80.000 - Rp 100.000 lebih sedikit (2,2 persen).

Betapa besar peredaran uang dalam rangka pembelian takjil. Jika kita ukur Rp 20.000 saja per keluarga, dengan 70 juta keluarga yang berburu takjil, maka uang yang beredar per hari mencapai Rp 1,4 triliun, sehingga menjadi peluang besar untuk membuka peluang usaha dari pusat kuliner hingga gang-gang di perumahan.

Hal ini juga diamini dari hasil TGM Research pada Februari 2024 bahwa seseorang menghabiskan pengeluaran lebih banyak untuk belanja makanan dan minuman.

Hasilnya tercatat sebanyak 46 persen responden berencana menghabiskan pengeluaran lebih banyak untuk belanja makanan dan minuman pada Ramadhan tahun ini dibanding bulan biasanya.

Selain itu, publikasi Indonesia’s 2024 Ramadan Shopping Outlook yang dikeluarkan YouGov, menunjukkan 53 persen pembelian makanan dan minimal selama Ramadhan ini dibeli secara daring.

Jadi, jelas sekarang bahwa setiap keluarga pekerja perlu diberi peluang untuk mencari tambahan pendapatannya sendiri.

Terutama bagi pekerja informal dan serabutan yang tidak mendapat THR, mengingat pendapatan mereka yang begitu-begitu saja, tapi harus menopang peningatan kebutuhan saat Lebaran tiba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com