Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Menanti Gebrakan Prabowo-Gibran Mengatasi Kesenjangan

Kompas.com - 24/04/2024, 09:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SENIN (22/4/2024), Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk menolak permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang pembacaan putusan.

Dengan demikian, berakhir juga upaya hukum perselisihan hasil pemilihan umum di MK. Putusan MK ini tentunya semakin memperkuat kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024.

Jika kita cermati, dalam janjinya pada saat kampanye jika mereka terpilih dalam pemilihan presiden 2024, Prabowo-Gibran akan mengusung delapan program prioritas bernama “8 Program Hasil Terbaik Cepat”.

Beberapa program terkait peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program kartu kesejahteraan, pembangunan desa dan bantuan langsung tunai (BLT).

Isu peningkatan kesejahteraan merupakan masalah yang belum terselesaikan dengan paripurna, paling tidak sampai saat ini.

Dalam narasi visi, misi dan program Prabowo-Gibran disebutkan bahwa beberapa program perlindungan sosial yang saat ini sudah berjalan seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), KIS Lansia, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, MEKAR, dan Program Keluarga Harapan akan dilanjutkan.

Bahkan Prabowo-Gibran akan meningkatkan menjadi program perlindungan sosial sepanjang hayat dengan target angka kemiskinan di bawah 6 persen.

Upaya ini cukup relevan, di mana menurut Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bahwa perlindungan sosial didefinisikan sebagai upaya pemerintah guna mendukung masyarakat untuk dapat menghadapi berbagai kerentanan atau guncangan di sepanjang siklus kehidupan.

Dalam masa krisis, pemerintah memberikan perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat yang terdampak, terutama masyarakat miskin dan rentan.

Saat ini perlindungan sosial diberikan melalui bantuan sosial, jaminan sosial, maupun program pemerintah lainnya.

Perlindungan sosial selain digunakan sebagai mekanisme untuk memitigasi akibat guncangan secara sosial maupun ekonomi, juga dipandang sebagai mekanisme mengurangi ketimpangan.

Secara ekonomi makro selain angka kemiskinan, kondisi kesenjangan juga perlu mendapatkan perhatian yang tidak kalah serius.

Jika angka kemiskinan hanya melihat ukuran pada kelompok yang berada di bawah suatu garis kemiskinan, namun kesenjangan mengukur semua kelompok penduduk.

Kemiskinan turun kesenjangan meningkat

Jika kita cermati angka kemiskinan maupun kesenjangan menurut periode pemerintahan Presiden Jokowi, terlihat adanya perbedaan tren.

Pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, yaitu periode 2014-2019, baik angka kemiskinan maupun kesenjangan menunjukkan penurunan yang cukup meyakinkan.

Berdasarkan data BPS, tercatat bahwa angka kemiskinan pada Maret 2014 adalah sebesar 11,25 persen. Angka ini turun 1,84 poin persen menjadi 9,41 persen pada Maret 2019.

Sementara tingkat kesenjangan diukur berdasarkan pengeluaran penduduk dengan menggunakan indikator gini ratio pada periode tersebut mengalami penurunan sebesar 0,024 poin dari 0,406 pada Maret 2014 menjadi 0,382 pada Maret 2019.

Tren positif ini nampaknya terdisrupsi pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, salah satunya karena Pandemi Covid-19.

Angka kemiskinan bahkan sempat mengalami puncak kenaikan menjadi 10,19 persen pada September 2020 dan berangsur menurun menjadi 9,36 persen pada kondisi Maret 2023.

Sehingga jika diperhatikan secara tren, maka periode 2019-2023 angka kemiskinan praktis hanya mampu turun 0,05 persen poin dari 9,41 persen pada Maret 2019 menjadi 9,36 persen pada Maret 2023.

Angka gini ratio juga terkoreksi mengalami kenaikan akibat adanya pandemi Covid-19. Kenaikan tertinggi pada masa pandemi mencapai 0,385 pada September 2020.

Pada beberapa waktu setelah September 2020, angka gini ratio sempat mengalami penurunan. Namun justru pada Maret 2023, angka kesenjangan pengeluaran penduduk ini mencapai angka kesenjangan tertinggi sejak Maret 2019, yaitu tercatat sebesar 0,388.

Kondisi ini menjadikan tren angka kesenjangan pada periode 2019-2023 malah mengalami kenaikan 0,006 poin dari 0,382 pada Maret 2019 menjadi 0,388 pada Maret 2023.

Padahal pada periode 2014-2019, angka gini ratio mampu turun sebesar 0,024 poin dari 0,406 pada Maret 2014 menjadi 0,382 pada Maret 2019.

Catatan angka kesenjangan pengeluaran penduduk ini diperburuk dengan kesenjangan antarpenduduk miskin yang juga semakin melebar pada periode 2019-2023.

Hal ini dikonfirmasi dengan angka poverty severity index atau biasa disebut dengan indeks keparahan kemiskinan.

Pada periode 2014 – 2019, laju penurunan angka ini dengan meyakinkan mampu turun mencapai 13,99 persen atau turun dari 0,435 pada Maret 2014 menjadi 0,374 pada Maret 2019.

Sementara pada periode selanjutnya, angka ini justru mengalami kenaikan sebesar 0,82 persen dari 0,374 pada Maret 2019 menjadi 0,377 pada Maret 2023.

Rentetan penurunan indeks keparahan kemiskinan yang telah dicapai sebelumnya pada 2014-2019 menyisakan PR bagi pemerintahan baru untuk bisa ditekan kembali khususnya pada kesenjangan antarpenduduk miskin.

Pasalnya indeks keparahan kemiskinan ini merepresentasikan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin lebar sebaran jarak pengeluaran di antara penduduk miskin.

Selanjutnya indikator kesenjangan, yang juga memerlukan perhatian adalah ukuran shared prosperity dan shared prosperity premium yang diukur oleh World Bank.

Shared prosperity merupakan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata kesejahteraan riil per kapita (konsumsi atau pendapatan) dari 40 persen penduduk lapisan terbawah dalam satuan persen berdasarkan dua survei rumah tangga selama tahun tertentu.

Dikutip dari pip.worldbank.org bahwa dengan standar 1,9 dollar AS PPP per kapita per hari, pada periode 2014-2018 nilai tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata dari 40 persen penduduk lapisan terbawah di Indonesia mencapai 5,06 persen.

Namun jika lihat pada periode 2018-2023, angka shared prosperity ini mengalami penurunan. Di mana nilai tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata dari 40 persen penduduk lapisan terbawah tercatat hanya sebesar 2,99 persen.

Sementara itu, shared prosperity premium juga semakin melebar. Angka ini merupakan selisih dari tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata dari 40 persen penduduk lapisan terbawah dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata dari seluruh penduduk.

Semakin besar angka ini, maka menunjukkan semakin besar kecenderungan terjadinya kesenjangan.

Shared prosperity premium pada periode 2014-2018 tercatat sebesar 0,14 persen, sementara pada periode 2018-2023 tercatat mencapai sebesar 0,87 persen.

Hal ini mengindikasikan adanya gap yang semakin besar antara pertumbuhan pengeluaran kelompok 40 persen terbawah dengan pertumbuhan seluruh kelompok penduduk dalam kurun waktu periode lima tahun terakhir.

Pandemi Covid-19 sudah berlalu, namun di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian seperti saat ini nampaknya upaya pemulihan ekonomi untuk pulih sepenuhnya menjadi seperti kondisi pada saat sebelum pandemi bukanlah hal yang mudah.

Racikan resep 8 Program Hasil Terbaik Cepat Prabowo-Gibran patut untuk dinanti gebrakannya.

Utamanya terkait dengan upaya pemulihan secara menyeluruh terhadap kesejahteraan penduduk yang harapannya adalah mampu mengatasi kemiskinan, terutama ketimpangan yang memburuk dalam 5 tahun terakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com