Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Udin Suchaini
ASN di Badan Pusat Statistik

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Efisiensi Anggaran Makan Siang Gratis

Kompas.com - 26/04/2024, 10:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming ditetapkan sebagai pemenang pemilu 2024 oleh KPU, implementasi makan siang gratis dapat dipastikan bakal segera disiapkan.

Masalahnya, implementasi kebijakan ini perlu mempertimbangkan minimal dua hal, yaitu standar asupan dan disparitas harga makanan antar wilayah, supaya makan siang gratis tetap bisa dijalankan dengan anggaran yang efisien.

Mencari standar efisien

Ada dua pijakan yang membuat makan siang gratis boros anggaran. Pertama, anggaran untuk makan siang gratis yang disiapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp 15.000 per anak.

Besaran yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian juga telah dibahas dalam rencana kerja pemerintah (RKP) serta kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) 2025, yang menjadi acuan penyusunan APBN 2025.

Kedua, besarnya anggaran tahun pertama untuk makan siang gratis bagi anak sekolah, balita dan wanita hamil mencapai Rp 100 triliun - Rp 120 triliun. Jika dilakukan dengan skala penuh, maka butuh hingga Rp 450 triliun per tahun.

Betapa besarnya anggaran negara untuk memenuhi satu implementasi kebijakan, karena belum termasuk kebijakan prioritas lainnya.

Sementara itu, pemerintah juga telah memiliki tiga standar makanan yang dijadikan acuan kebijakan, yaitu empat sehat lima sempurna, gizi seimbang, dan 2.100 kilo kalori (kkal). Ketiganya memiliki pola variasinya sendiri-sendiri.

Pertama, empat sehat lima sempurna akan sulit dipenuhi, jika uang Rp 15.000 mencerminkan seluruh komposisi, yaitu nasi, lauk, sayuran, buah, dan susu.

Konsep ini dipopulerkan Bapak Gizi Indonesia, Prof. Poerwo Soedarmo sekitar tahun 1952. Jika pendekatan ini yang digunakan, maka komposisi nasional perlu mempertimbangkan disparitas harga setempat.

Kedua, pemberian gizi seimbang diberikan dengan asumsi siswa telah memenuhi sebagian gizi dan sekolah memberi gizi tambahan.

Empat prinsip yang digunakan, makanan beraneka ragam, pola hidup bersih, pola hidup aktif dan olah raga, serta pantau berat badan.

Prinsip ini berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 41/2014. Sehingga masing-masing wilayah bisa berbeda komposisi, sesuai komoditas lokal yang tersedia.

Ketiga, pendekatan garis 2.100 KKal. Pendekatan ini merupakan ukuran minimal seseorang bisa hidup dan beraktifitas normal sehari-hari.

FAO (Food and Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization), merekomendasikan batas minimal kebutuhan manusia untuk mampu bertahan hidup dan mampu bekerja adalah di sekitar 2.100 KKal. Pendekatan ini pun telah dipakai untuk menghitung garis kemiskinan.

Dari ketiga pendekatan tersebut, perlu diputuskan terlebih dahulu, apakah makan siang gratis digunakan untuk memenuhi kebutuhan secara utuh atau sekadar tambahan asupan. Karena dengan pendekatan tepat, anggaran yang disiapkan bisa efisien.

Gradasi anggaran

Nominal anggaran sebesar Rp 15.000 di banyak tempat melebihi garis batas kemiskinan. Sebagai gambaran, publikasi Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro 2023, untuk memenuhi 2.100 kkal terdapat empat provinsi kurang dari Rp 15.000 dan 30 provinsi lebih dari Rp 15.000.

Paling murah di Sulawesi Barat sebesar Rp 14.438, sementara paling mahal di Bangka Belitung Rp 29.140.

Jika diperdalam, berdasarkan Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota Tahun 2023, variasinya jauh lebih banyak lagi, 146 wilayah kurang dari Rp 15.000 dan 368 wilayah lebih dari Rp 15.000.

Terendah di Buton Tengah dan Buton Selatan kurang dari Rp 10.000 dan tertinggi di Mimika dan Kota Jayapura lebih dari Rp 35.000.

Bahkan, jika dilihat langsung di lapangan, komoditas yang diperoleh dari uang Rp 15.000 pun menunjukkan disparitas.

Di Gunung Kidul uang Rp 10.000 cukup untuk membeli makanan yang bermacam-macam. Variasinya bisa memilih bubur sumsum, getuk lindri, mie dari singkong, lauknya kerupuk, tempe. Fakta ini dapat dilihat di channel Youtube Juarsah Gumay.

Ada juga di sekolah SD Negeri Mojosongo II Surakarta, guru-guru iuran Rp 125.000 per guru per bulan untuk makan siang mereka.

Uang sekitar Rp 6.000 per hari bisa mendapatkan makanan bervariasi, terdiri dari nasi, sayur, dan lauk, tidak menggunakan buah. Biasanya sayur lodeh, bayam, kombinasi lauknya telur balado dan krupuk, kadang tahu dan ikan asin, kadang ayam/lele.

Namun, pada saat uang Rp 10.000 dibelanjakan di Papua, variasinya sangat terbatas, karena penjual hanya menerima pecahan paling kecil Rp 5.000. Berbeda dengan di Surakarta dan Yogyakarta yang masih menerima uang pecahan seribuan atau lima ratusan.

Jika gradasi kebutuhan anggaran ini menjadi pertimbangan, maka potensi pemborosan bisa ditekan. Sekaligus, kekhawatiran orangtua tentang gizi anak pun tak terganggu.

Pemerintah dapat memastikan anak sekolah tidak mengalami gizi buruk dan mencegah stunting.

Manfaat dan tantangan

Merujuk pada World Food Programme (WFP) 2017, pemberian gizi bagi anak merupakan langkah mengurangi kemiskinan dan kesenjangan dalam jangka panjang. Peningkatan gizi diperlukan, karena kasus stunting dan gizi buruk masih merata.

Catatan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting pada tahun 2022 sebesar 21,6 persen. Angka ini lebih rendah daripada angka pada tahun 2021, yaitu sebesar 24,4 persen.

Padahal, pemerintah menargetkan prevalensi anak balita stunting di Indonesia sebesar 14 persen pada 2024. Sementara, ambang batas yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen.

Sementara, kejadian gizi buruk juga banyak terjadi di desa-desa. Sebagai gambaran, data Potensi Desa (Podes) 2021 menunjukkan jumlah warga penderita kekurangan gizi (marasmus dan kwashiorkor) sebanyak 56.599 jiwa yang tesebar di 16.285 desa/kelurahan.

Tantangannya, bagaimana penyelenggaraan ini melibatkan warung makan, supaya berdampak pada peningkatan kapasitas ekonomi lokal.

Berdasarkan data Podes 2021, ada 1.062.238 kedai warung makan yang tersebar di 62.454 desa/kelurahan seluruh Indonesia.

Sebagai gambaran, bagi warung makan kelas mikro, peningkatan konsumen sejumlah anak sekolah bukan perkara sedikit.

Sederhananya, jika sekolah SD ada 6 kelas dan masing-masing kelas ada 20 siswa, maka potensi omset yang dihasilkan untuk warung kelontong cukup besar dalam sehari.

Setidaknya paling sedikit Rp 15.000 dikali 20 siswa dikali kelas sebesar Rp 1.800.000 per hari. Dalam satu bulan atau dua puluh hari siswa masuk kelas mencapai Rp 36.000.000 per bulan.

Jika ada enam warung saja yang dilibatkan, bakal ada multiplier tambahan Rp 6 juta omzet yang bisa dikantongi.

Namun, jika ada yang memonopoli penyediaan makanan untuk sekolah, manfaat ekonominya hanya 24 persen. Karena menurut hasil studi kasus berjudul The Net yang dilakukan BRAC 1980, sebanyak 76 persen selebihnya dimanfaatkan orang kuat.

Jika makan siang gratis bisa efisien, maka sisa anggaran bisa dimanfaatkan untuk menyisir masalah yang tersisa.

Penjangkauan aktif di luar sekolah, seperti anak jalanan yang tersebar di 808 desa/kelurahan dan gelandangan di 561 desa/kelurahan. Karena mereka juga bagian dari penyandang masalah kesejahteraan sosial yang paling ujung: the last, the lowest, the least, and the lost.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com