Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Amidi Amidi
Dosen

Dosen Fakuktas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Palembang

Efektifkan Subsidi BBM, Pertahankan Pertalite

Kompas.com - 27/04/2024, 09:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI JAKARTA, beberapa SPBU resmi menjual Pertamax Green 95 dan tidak menyesiakan BBM jenis Pertalite. Jauh-jauh hari informasi rencana penghapusan BBM jenis Pertalite sudah santer.

Sebetulnya, BBM jenis Pertalite masih harus dipertahankan, hanya perlu mengefektifkan pemberian subsidi BBM.

Subsidi tidak bisa dihindarkan, baik bagi negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. 

Subsidi terus mengalami peningkatan. Pada tahun lalu, Kementrian Keuangan mencatat besarnya subsidi BBM, LPG, Listrik, dan Pupuk mencapai Rp 269,6 triliun, naik 6,85 persen dibanding tahun lalu Rp 252,8 triliun.

Subsidi energi, terlebih BBM merupakan subsidi terbesar, yakni Rp 159,6 triliun. (CNBC Indonesia.com, 2 Januari 2024)

Pemberian subsidi BBM yang relatif besar tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara maju pun demikian.

CNBC Indonesia.com (17/8/2022) memberitakan, negara yang memberikan subsidi BBM terbesar di dunia, yakni Iran 5 miliar dollar AS, China 21,7 miliar dollar AS, India 17,1 miliar dollar AS, Arab Saudi 8,6 miliar dollar AS, Aljazair 5,8 miliar dollar AS, Mesir 5,3 miliar dollar AS, Venezuela 4,3 miiar dollar AS, Irak 2,9 miliar dollar AS, Indonesia 6,9 miliar dollar AS.

Subsidi yang merupakan salah satu instrumen kebijkan fiskal, memang sudah digariskan dalam UUD 1945 dan didukung pula UU APBN dan UU Migas.

Kebijakan subsidi dapat diambil berdasarkan Pasal 33 dan 34 dalam UUD 1945. Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) dan (2), kebijakan subsidi harus difokuskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu.

Pemberian subsidi harus mengacu pada prinsip efisiensi berkeadilan, berkesinambungan, dan berwawasan lingkungan.

Pemberian subsidi harus mengacu pada landasan konstitusi (UU). Jika subsidi diberikan secara umum, maka melanggar UU.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengingatkan, agar pemerintah berhati-hati dalam mengambil kebijakan menekan subsidi atau menaikkan harga BBM.

Jangan sampai memberikan subsidi kepada umum karena melanggar UU. Pemberian subsidi sudah diatur dalam UUD dan UU Migas. (Hukumonline.com, 14 November 2014)

Selama ini subsidi BBM diberikan kepada objek (BBM), bukan kepada subjek (pemakai BBM). Faktanya, subsidi BBM masih tidak sesuai dengan prinsip efisiensi yang berkeadilan, masih terjadi penyimpangan, belum tepat sasaran, memberi peluang pemakai memburu BBM subsidi. Jadi rahasia umum orang kaya ikut membeli BBM subsidi.

Di lapangan terlihat tidak sedikit mobil mewah ikut antre membeli BBM subsidi jenis pertalite. Begitu juga truk rela antre berlama-lama demi memburu BBM subsidi jenis solar, padahal truk tersebut milik pelaku bisnis.

Begitu juga pelaku industri atau bisnis besar pun ikut memburu BBM subsidi jenis solar.

Subsidi masih dibutuhkan dalam rangka mendorong pertumbuhan dan investasi dalam sektor tertentu. Seperti industri manufaktur dan pertanian, yang akan membantu pemerintah menekan angka pengangguran dan meningkatkan pendapatan.

Namun, jangan sampai subsidi terus meningkat. Apabila pemerintah terus meningkatkan subsidi tanpa pertimbangan matang, ditambah ada unsur politisnya, maka akan memperburuk defisit anggaran, bahkan membahayakan kestabilan fiskal negara.

Dalam mengefektifkan subsidi, sebelumnya pemerintah telah memperketat penjualan BBM subsidi agar tidak terjadi penyalahgunaan. Pihak SPBU diminta mencatat nomor plat kendaraan. Namun cara ini menimbulkan antrean panjang.

Kemudian pemerintah menggali kembali Peraturan Presiden (PP) Nomor 191 tahun 2014. Kini Kementerian ESDM sedang bersiap meresmikan hasil revisi PP tentang pembatasan konsumsi BBM subsidi tersebut.

Dalam pasal 3 ayat 2 dijelaskan motor berkapasitas 150 cc ke bawah dan mobil berkapasitas 1400 cc ke bawah yang boleh diisi BBM subsidi, selebihnya dilarang. (Tribun pontianak.co.id, 24 Maret 2024).

Selanjutnya pemerintah akan menghapus BBM jenis pertalite, digantikan BBM jenis bensin baru (Pertamax Green 92) yang harganya lebih mahal Rp 3.900 per liter dibanding pertalite, dengan tujuan memperbaiki kualitas udara. (Jakartasatu.com, 22 Maret 2024).

Ada alternatif lain. Pemerintah bisa juga meniru langkah yang sudah diterapkan di Malaysia.

Djoko Siswanto selaku Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nsional (DEN) menjelaskan, subsidi BBM di Malaysia cukup besar yang berasal dari pajak karbon. Pemberiannya lebih efektif dengan penerapan digitalisasi.

Di Malaysia, ada 9 kelompok konsumen yang disubsidi dengan cara diberikan kartu dan kuota sebulan 100 liter. Mereka membeli BBM dengan kartu langsung diskon. (Dunia-energi.com, 13 April 2022).

Menurut saya, langkah-langkah yang sudah dilakukan tersebut masih perlu digali lagi, agar kebijakan yang diambil efektif.

Seperti kebijakan pembatasan konsumsi BBM untuk motor dan mobil berdasarkan CC kendaraan. Faktanya, ada kendaraan yang CC-nya di bawah ketentuan tersebut, namun harganya selangit.

Misal Mercedes CLA berkapasitas 1.332 cc seharga Rp 1,01 miliar, Audi Q3 Sportback seharga Rp 1,185 miliar (bicarabaik.id, 26 Maret 2024).

Belum lagi praktik di lapangan. Ada saja ada pengendara yang bandel memaksa untuk memperoleh BBM subsidi.

Bila dicermati, praktik penyalahgunaan BBM subsidi, mengindikasikan perilaku pemakai terkesan miskin. Begitu juga penyelundup BBM subsidi yang meraup keuntungan besar, mengindikasikan diri rakus.

Termasuk penyimpangan penerima kompenasi BBM mengindikasikan diri pemakan hak orang lain.

Mengapa mereka melakukan hal tersebut? Jawabnya terletak pada sikap mental. Sikap mental demikian harus dikikis agar subsidi tepat sasaran dan besaran subsidi dapat ditekan.

Idealnya subsidi BBM diberikan kepada pemakai. Namun praktiknya tidak mudah, harus ada kemauan dan komitmen yang kuat.

Mengapa BBM subsidi masih perlu dipertahankan?

Sebagian besar anak negeri ini masih membutuhkannya. Bila disimak, tidak semua pemilik kendaraan CC kecil membelinya secara kontan. Mayoritas membeli secara kredit.

Data Gaikindo, sekitar 80 persen pembelian mobil penumpang/pribadi dilakukan secara kredit.

Belum lagi, bila ditelusuri, tidak sedikit pemilik kendaraan CC kecil yang menunggak pembayaran pajak kendaraan. Ini mengindikasikan bahwa pemilik kendaraan kelompok ini memang benar-benar mengharapkan subsidi BBM.

Memang BBM yang memiliki kandungan oktan atau Research Octane Number (RON) tinggi mampu menurunkan emisi atau mengurangi polusi.

Keinginan kita untuk menghapus BBM oktan rendah diganti dengan oktan tinggi memang baik. Namun masalah kemampuan ekonomi para pemilik kendaraan CC kecil masih belum memungkinkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com