Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Kompas.com - 06/05/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Persoalan seperti inilah yang membuat pajak warisan sering digugat secara hukum oleh ahli waris. Akibatnya, pemerintah justru harus menyediakan anggaran tambahan untuk bersengketa di muka hukum.

Dalam kasus India, biayanya bahkan bisa melebihi pajak yang diperoleh, menjadi dasar Menteri Keuangan kala itu untuk memutuskan pencabutannya pada 1985.

Di sisi lain, baik pewaris maupun ahli waris kerap melakukan berbagai cara untuk mengecilkan pajak warisan.

Misalnya, di sejumlah negara, warisan merupakan objek yang dipajaki, namun hibah dan pemberian ketika masih hidup dibebaskan dari pajak. Celah ini sering dimanfaatkan untuk memberikan harta sebanyak-banyaknya selama pewaris masih hidup.

Selain itu, di banyak negara, klaim asuransi juga bukan objek pajak. Alhasil, pewaris pun mendaftar asuransi dengan biaya premi setinggi mungkin. Dengan demikian, sebagai ganti harta warisan, ahli waris akan menerima klaim asuransi yang bebas dari pajak.

Namun, metode yang paling umum adalah dengan menyerahkan harta melalui pihak ketiga yang berperan sebagai perwalian. Di hukum pajak banyak negara, jika seseorang memberikan hartanya kepada perwalian, maka harta tersebut akan menjadi milik wali.

Sebagai ganti pewaris, wali tersebut yang tercatat akan memiliki dan mengelola harta warisan. Ketika akhirnya diberikan kepada ahli waris, harta tersebut pun tidak dapat dikenai pajak warisan dan umumnya justru dikenai pajak penghasilan yang tarifnya lebih rendah.

Selanjutnya, meski pajak warisan diharapkan mendorong masyarakat kelas atas untuk memberikan sumbangan, sasaran ini pun justru ikut menjadi celah yang sering dimanfaatkan untuk menghindari pajaknya.

Dalam banyak kasus, filantropi dan sumbangan yang dilakukan orang-orang superkaya di dunia sering kali juga dilatarbelakangi motif perpajakan.

Banyak yang memutuskan untuk memberikan sumbangan kepada yayasan yang tidak benar-benar ada, atau masih merupakan miliknya sendiri hanya saja terdaftar atas nama pihak lain.

Tindakan seperti ini diduga pernah dilakukan pendiri perusahaan kamera GoPro, Nicholas Woodman, yang memberikan sumbangan senilai 500 juta dollar AS pada 2014. Setelah ditelusuri, yayasan penerimanya ternyata tidak pernah ada.

Banyaknya tantangan membuat pajak warisan sulit diterapkan sesuai tujuan yang diharapkan. Meski demikian, bukan berarti tidak ada negara yang tetap memungut pajak warisan.

Di Indonesia, Undang-Undang Pajak Penghasilan secara tegas telah mengecualikan warisan dari pengenaan pajak. Hal ini pernah disampaikan juga oleh Robert Pakpahan yang menjabat Direktur Jenderal Pajak pada 2017 hingga 2019 (Kompas.id, 6/3/2018).

Pajak warisan lebih umum ada di negara-negara yang lebih maju, seperti di sejumlah negara Eropa dan Asia Timur, serta Amerika Serikat. Namun, di negara-negara tersebut pendapatan pajak warisan terus mengalami penurunan.

Sejumlah negara juga pernah menerapkan pajak warisan sebelum akhirnya memutuskan untuk mencabut kebijakannya. Salah satunya, Singapura pernah menerapkan pajak warisan sejak 1929 sebelum akhirnya dihentikan pada 2008.

Alasan pencabutan tersebut seringnya tidak jauh berbeda. Penerimaan yang terkumpul dari pajak warisan tidak sepadan dengan biaya hukum dan moral yang timbul dari pemungutannya.

Oleh karena itu, bagi India, pajak warisan tampaknya belum bisa menjadi panasea mengatasi krisis ketimpangan.

Dalam pemilihan umum kali ini, warga India sepertinya harus benar-benar memilih wakil parlemen yang bisa menawarkan solusi lebih baik untuk memeratakan ekonomi bagi 1,4 miliar orang penduduknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com