Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamina Minta Besaran Subsidi Solar Dikaji Ulang

Kompas.com - 28/05/2024, 20:54 WIB
Yohana Artha Uly,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, meminta pemerintah mengkaji ulang besaran subsidi jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT) atau solar. Lantaran, saat ini besaran subsidi yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 1.000 per liter.

Menurut Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, besaran subsidi itu sudah tak sesuai dengan harga keekonomian solar saat ini.

Di mana, Pertamina harus menanggung terlebih dahulu nilai kompensasi sebesar Rp 5.000 per liter, sebelum akhirnya digantikan oleh pemerintah.

Baca juga: Malaysia Mulai Pangkas Subsidi Solar, Hemat Rp 12,7 Triliun Setahun

"Terkait JBT solar, kami ingin menyampaikan permohonan dukungan untuk melakukan peninjauan terhadap angka subsidi, di mana saat ini angka subsidi yang ada di dalam formula besarannya adalah Rp 1.000," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (28/5/2024).

Besarnya nilai yang harus ditanggung Pertamina terlebih dahulu itu tentu mempengaruhi beban keuangan perusahaan.

Riva pun secara khusus meminta dukungan Komisi VII DPR RI agar pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap besaran subsidi Solar.

"Jadi mohon kiranya bisa mendapatkan dukungan untuk dapat penghitungan ulang, karena angka kompensasinya sendiri sudah mencapai lebih kurang Rp 5.000 per liter," imbuh dia.

Baca juga: Penyaluran Solar Subsidi Capai 17,46 Juta Kiloliter, Lebih dari Kuota 2023

Ia menuturkan, kuota solar tahun ini ditetapkan sebesar 17,8 juta kiloliter (KL). Namun Pertamina menargetkan bisa mempertahankan penyaluran solar lebih rendah 0,55 persen dari kuota atau sekitar 17,71 juta KL.

Hal ini didukung dengan penerapan program subsidi tepat sasaran.

Ilustrasi bahan bakar minyak. Nilai oktan bahan bakar kendaraan mempunyai dampak terhadap polusi udara.SHUTTERSTOCK/jittawit21 Ilustrasi bahan bakar minyak. Nilai oktan bahan bakar kendaraan mempunyai dampak terhadap polusi udara.
Sementara untuk konsumsi solar pada 2025 mendatang diperkirakan naik menjadi berkisar 18,6 juta KL hingga 18,7 juta KL.

Riva bilang, proyeksi kenaikan konsumsi itu mempertimbangkan estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025 yang diperkirakan berkisar 5,1-5,5 persen, berdasarkan yang ditetapkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Baca juga: Kuota Solar Subsidi Diprediksi Jebol, Pemerintah Diminta Bijak Lakukan Penambahan

Kemudian mempertimbangkan pula estimasi pertumbuhan kendaraan bermotor di 2025 yang diperkirakan mencapai 4 sampai 5 persen, di mana angka ini sudah termasuk perhitungan pertumbuhan kendaraan listrik hingga 2025.

Serta mempertimbangkan juga penerapan program subsidi tepat sebagai upaya pengendalian dengan melakukan pengawasan dan pencatatan terhadap pembelian bahan bakar bersubsidi.

"Asumsi yang juga kami lakukan adalah terus melakukan pengawasan dan pemberlakuan pencatatan subsidi tepat, baik untuk solar, Pertalite, maupun juga elpiji," tutup Riva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com