Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Asta Cita Ketiga Prabowo, Koperasi Alat Pemerataan dan Swasembada

Kompas.com - 05/06/2024, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sehingga pengembangan koperasi diserahkan pada instansi sektoralnya masing-masing. Koperasi Pertanian di bawah Kementerian Pertanian dan seterusnya.

Rezim regulasi mereka lex specialis, berbeda dengan Indonesia yang lex generalis. Bila hal itu sulit dilakukan karena beda rezim hukum, maka yang bisa dilakukan Presiden mendatang adalah mengubah status Kementerian Koperasi dari level 3 menjadi level 2.

Adalah sulit membangun suatu koperasi besar di industri agro-maritim, bila Kementerian Koperasi tak dapat mengoordinasi Kementerian Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian dan Perdagangan.

Bila masih dengan status sekarang, koordinasi, konsolidasi dan sinergi tak akan efektif. Bagaimana pun silo-silo dan ego sektoral antarkementerian masih menjadi masalah di negeri ini.

Program yang bagus kadang tak efektif diimplementasi karena jebakan silo-silo tersebut.

Efektivitas tersebut dapat diperkuat dengan payung regulasi yang cukup. Misalnya, Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang memungkinkan koordinasi antarkementerian dapat dilakukan dengan baik pada suatu proyek strategis tertentu.

Selanjutnya soal permodalan dan pembiayaan yang selalu menjadi isu bagi koperasi. Ditambah pengembangan industri agro-maritim membutuhkan modal yang cukup besar.

Sehingga kita sangat perlu memperkuat peran Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Penguatan itu dilakukan dalam beberapa hal.

Pertama, kapasitas pembiayaan LPDB ke koperasi perlu ditingkatkan 5-7 kali dari kapasitas saat ini sebesar Rp 2 triliun. Hal itu relevan untuk mengejar gap rasio pertumbuhan antara volume usaha koperasi terhadap PDB.

Dengan kapasitas meningkat, LPDB dapat membiayai koperasi untuk membangun pabrik-pabrik agro-maritim dengan biaya murah.

Secara jangka panjang modal anggota serta produktivitas usaha dapat mengembalikan pinjaman tersebut.

Kedua, mendesain ulang LPDB menjadi Development Finance Institution (DFI). Dengan model DFI, LPDB dapat membiayai proyek-proyek strategis Pemerintah.

Tak seperti perbankan yang hanya fokus pada sukses penyaluran, LPDB mendatang harus berperan bagaimana mendampingi debitur sukses usahanya. Dengan DFI, LPDB akan lebih mampu mengawal agenda pembangunan di atas.

Selain upaya struktural kementerian/lembaga, peran pemerintah daerah juga harus diarahkan. Ada contoh bagus seperti Kab. Sigi, di mana Pemda setempat melakukan penyertaan modal kepada koperasi sektor produksi pertanian.

Agar daya dukung Pemda efektif, suatu regulasi yang mengatur Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) perlu ditetapkan. Misalnya, Peraturan Pemerintah (PP) Pengembangan Koperasi Industri Agro-Maritim, yang didalamnya mengatur NSPK tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com