JAKARTA, KOMPAS.com - Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juni 2024 yang berada di level 50,7. Meski masih ekspansif, angka ini mengalami perlambatan dibandingkan bulan Mei 2024 yaitu berada di level 52,1.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni mengatakan, laporan S&P Global menyebutkan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur kehilangan momentum pada Juni 2024.
Hal tersebut, kata dia, disebabkan kenaikan yang lebih lambat pada output, permintaan baru, dan penjualan.
Baca juga: Kinerja Manufaktur Merosot, Kemenperin Sebut Imbas Permendag Kemudahan Impor
Ilustrasi industri baja.
Febri menjelaskan, regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Ia mengatakan, peraturan tersebut merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri.
"Tidak seperti sebagian negara peers yang mengalami kenaikan PMI manufaktur, di Indonesia turun cukup dalam. Perlu adanya penyesuaian kebijakan untuk mendongkrak kembali optimisme dari pelaku industri," ujarnya.
Baca juga: Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut
Febri mengungkapkan, negara-negara manufaktur global, seperti China, India, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam mengalami kenaikan ekspansi.
"Kondisi darurat yang dialami industri manufaktur dapat dilihat dari fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan penurunan permintaan pasar global dan membanjirnya produk impor yang ‘dilempar’ ke pasar dalam negeri akibat restriksi perdagangan oleh negara-negara lain," tuturnya.
Berdasarkan hal tersebut, Febri mengungkapkan, penyesuaian kebijakan atau policy adjustment yang diperlukan antara lain mengembalikan pengaturan impor ke Permendag Nomor 36 Tahun 2023, serta pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk sejumlah komoditas.
Baca juga: PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...
Ia mengatakan, apabila Indonesia tidak menerapkan peraturan hal tersebut, produk-produk impor akan semakin membanjiri pasar dan memukul mundur produk-produk dalam negeri.
"Para pelaku industri juga menyatakan perlunya penyesuaian peraturan yang saat ini berjalan," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.