Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Ini Kritik Bank BUMN yang Dirikan LinkAja

Kompas.com - 08/03/2019, 20:14 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi membentuk perusahaan financial technology atau fintech yang bernama PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Produknya andalannya ialah LinkAja!.

Perusahaan ini dibentuk sebagai penyelenggara sistem pembayaran perbankan ke depannya mulai dari e-cash hingga ke QR code. Perusahaan ini akan menggabugkan QR code dan e-money masing-masing bank untuk bisa menjadi sistem pembayaran yang sama.

Kehadiran LinkAja! akan menjadi kompetitor dan pesaing perusahaan fintech jenis payment ke depannya. Lalu, apakah pemerintah harusnya jadi regulator atau pemain di tengah agresif dan berkembangnya fintech pembayaran saat ini. Semisal OVO dan Gopay, dan lain-lain.

Mencermati kondisi ini, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menilai, langkah pemerintah membentuk LinkAjak! sejatinya kurang tepat di tengah tumbuhkembang perusahaan bidang ini. Pasalnya, bisa menganggu iklim dan ekosistem yang sudah terbangun selama ini.

"Fintech pembayaran kan lagi tumbuh banget, dari sebelumnya dua sampai tiga pemain, sekarang sudah banyak pemain. Itu membuktikan bahwa swasta berminat untuk berinvestasi di situ," kata Nailul kepada Kompas.com di Jakarta belum lama ini.

Menurut Nailul, ketika minat dan gairah swasta meningkat berinvestasi di perusahaan fintech payment, pemerintah harusnya mendukung dan memberikan insetif agar terus berkembang. Bukan malah menghambat dan mengambil pangsa lewat pasar lewat layanan LinkaAja!

"Ketika swasta berminat harusnya mereka diberikan insentif. Kalau semua BUMN masuk, (maka) menjadi disinsentif bagi swasta di pasar fintech pembayaran. Itu yang saya khawatirkan, kalau semuanya itu disinsentif otomatis enggak ada lagi swasta yang masuk," tuturnya.

Nailul mengungkapkan, kehadiran layanan LinkAja! ke depan akan menguasai pangsa pasar secara umum meskipun terdapat fintech-fintech payament lainnya juga memberikan pilihan. Pasalnya, LinkAja! lahir dari tujuh perusahaan BUMN, empat di antara bank konvensional yang susah memiliki pelanggan.

"Dengan kekuatan lebih besar dan gabungan bank negara, dia pasti sangat luas banget. Bahkan bisa mengalahkan Gopay dan OVO. Kalau kita biarkan seperti itu otomatis tidak ada lagi pasarnya untuk bawah-bawah ini (fintech lainnya)," ujarnya.

"Ketika pangsa pasarnya sedikit, dia tidak bisa memberikan pelayanan maksimal dan ditinggal pelanggan. Kata kunci di pasarnya, ketika itu dikuasai (LinkAja!), yang kecil-kecil ini meraup siapa?" sambung dia.

Meskipun demikian, Nailul berpendapat, kehadiran LinkAja! sebagai layanan pembayaran baru tidak begitu berpengaruh pada konsitensi OVO dan Gopay. Akan tetapi, yang menjadi korban dan terdampak ialah fintech-fintech payment yang baru masuk dan tumbuh. Sisi iniliah yang harus diperhatikan ketika BUMN memutuskan membentuk LinkAja!.

"Tapi fintech-fintech yang baru masuk dan berkembang yang kasihan. Sedangakan OVO, Gopay, Dana, itu sudah ada modal gede. Ketika fintech baru masuk dan kecil-kecil bisa berkembang pasarnya hilang ketika diikuti BUMN. Bisa dibilang distorsi pasar," lanjutnya.

Dia menambahkan, pada dasar pemerintah melalui lembaganya harus menjadi regulator dengan melahirkan aturan atau mekanisme yang bisa membuat fintech terus berkembang dan maju. Contohnya, memberikan insentif dan melonggarkan aturan yang ada.

Sehingga, para pelaku usaha dari swasta semakin semangat berminat mengembangkan usah. Tanpa perlu khawatir ada pesaing-pesaing baru.

"Swasta yang baru masuk dan bisa kita andalkan (sebagai) pesaing, Gopay atau OVO. (Pemerintah) bukan sebagai pemain. Itu yang harusnya dilakukan pemerintah. Kelonggaran-kelonggaran itulah bisa menarik fintech swasta ini bersaing, bukan sebagai pemain harusnya," tegasnya.

Layanan LinkAja ini akan diluncurkan pada Maret ini. Diketahui ada tujuh BUMN yang membentuk LinkAja!, yaitu PT Telkomsel, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Nasional Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Whats New
Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com