Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribut-Ribut di Jababeka, Pendiri Ingatkan Potensi Bahaya Besar

Kompas.com - 12/08/2019, 15:37 WIB
Yoga Sukmana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri sekaligus Komisaris Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk, SD Darmono buka suara terkait gongjang-ganjing yang terjadi di tubuh perusahaan tersebut.

Darmono mengingatkan adanya potensi bahaya besar akibat keputusan RUPS yang mengganti direktur utama dan komisaris pada Juni 2019 lalu.

"Kami jelaskan ini hati-hati loh sama yang mau jadi Dirut ya kan, sama pemegang saham publik," ujarnya saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Senin (12/8/2019).

"Anda (pemagang saham) mengambil tindakan ini karena mungkin anda tidak tahu bahwa ada bahaya besar terkait perusahaan," sambung dia.

Ancaman besar itu yakni potensi perusahaan gagal membayar utang yang mencapai 300 juta dollar AS atau Rp 4,2 triliun (kurs 14.000) sebelum jatuh tempo.

Baca: Jababeka Terancam Default, Simak Kronologinya

Padahal utang tersebut harusnya akan jatuh tempo pada 2023 mendatang. Namun dalam perjanjian, perusahaan harus membayar lebih cepat bila terjadi change of control perusahaan.

Sejak 1989, kontrol Jababeka ada di tengan Darmono dan koleganya yang memiliki 35 persen saham. Sejak saat itu kata dia, kepercayaan investor sudah tertanam kepada pemegang kontrol Jabebeka.

Namun change of control perusahaan dikhawatirkan terjadi setelah RUPS Juni 2019 memutuskan untuk mengganti jajaran direksi dan komisaris Jababeka.

Pembayaran harus dilakukan 30 hari setelah diumumkan terjadi change of control tersebut. Padahal saat ini kata Darmono, kas perusahaan hanya di bawah Rp 900 miliar.

Apalagi, ungkap Darmono, Jababeka bisa membayar lebih besar karena surat utang yang dibayar harus 101 persen dari harga beli yang hanya sekitar 90 persen saja.

"Kalau mendadak suruh bayar sanggup enggak? Itu yang disebut potensi gagal bayar, default," kata dia.

Ia berharap semua persoalan yang terjadi di Jababeka bisa selesai dengan baik sehingga perusahaan pengambang kawasan tersebut tidak gagal bayar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com